Lihat ke Halaman Asli

Pulang Kampung

Diperbarui: 11 Februari 2023   23:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gerimis mulai turun. Semakin lama gerimis semakin lebat saja. Yuna menghela nafas dengan kasar dan menghempaskannya begitu saja. Ada rasa kesal tergurat di wajahnya. Bagaimana tidak, hari ini Yuna bersama anak-anaknya berencana pulang ke kampung halaman, yang telah lama tak dikunjunginya. Bukannya tak kangen, tapi karena keadaanlah yang memaksa demikian.

Yuna seorang single parent dengan tiga orang anak. Yogi, Yudi dan Yuni. Ketiga bocah itu tak lagi punya ayah sejak lima tahun lalu, saat Yuni masih dalam kandungan ibunya. Ayah mereka pergi begitu saja dari rumah dan tak pernah kembali. Cerita yang sering mereka dengar, ayah mereka telah memiliki istri baru. Itu kata tetangga. Yogi pernah bertanya kebenarannya kepada ibunya, tetapi Yuna malah memarahinya. sampai sekarang bocah itu tak pernah lagi bertanya, walau keingintahuan itu selalu ada.

"Ah..., sampai kapan hujan akan turun?" gumam Yuna. 

Di lihatnya jam dinding yang detaknya semakin memenuhi telinga Yuna. Jarum pendeknya sudah menunjuk angka delapan. Sedangkan jarum panjangnya telah berada pada angka 7. Kerinduan kepada ibu dan saudara-saudaranya di kampung sudah memuncak. sehingga Yuna bertekad harus berangkat hari ini juga. Hal itu memaksa Yuna membangunkan anak-anaknya sejak subuh dan membenahi ketiganya dan bersiap untuk berangkat. Tetapi hujanpun dengan pasti luruh ke bumi. 

"Bu, kapan kita berangkat?" rajuk Yuni yang tampak tak sabaran lagi.

"Sabar ya, sayang. Hujannya makin lebat, kita tunggu dulu ya, nanti Yuni sakit," jawab Yuna sembari membelai rambut putri satu-satunya itu.

Yuni  mengangguk. Dia kembali berkumpul dengan kedua abangnya yang tengah asyik menonton televisi. Ketiga bocah itu kembali larut dengan acara film kartun yang ditayangkan di televisi. Kadang mereka bersorak dan tertawa. Nampak sekali bahagia mereka tanpa beban. 

Yuna melongok ke luar jendela. Air sudah mulai menggenangi halaman. Bagaimana mungkin bisa melewati hujan dengan tiga orang anak dalam kondisi seperti ini, sedangkan mereka pulang kampung harus naik bis. Yuna menghela nafas lagi. jam di dinding bergerak terus ke angka sembilan. 

Akhirnya Yuna memakaikan jaket kepada ketiga anaknya dan menutup kepala mereka dengan topi yang sudah dibungkus dengan kantong kresek. Yudi awalnya menolak, tetapi setelah dijelaskan oleh Yuna mereka memakainya. 

Yuna segera mengunci pintu rumah setelah memastikan kompor tidak lagi menyala dan memutuskan semua aliran listrik ke alat  elektronik. Barulah mereka berangkat. Yogi menggandeng tangan kedua adiknya, sedangkan Yuna menyeret koper besar berisi pakaian mereka berempat.

Tak menunggu lama, angkot datang dan mereka melaju ke terminal. Ternyata bis yang ditunggu juga belum datang. Mungkin hujan menjadi penghalangnya. Sementara menunggu, bocah perempuan berambut ikal itu merenggut pelan baju ibunya. Itu sebuah pertanda. Yuna menoleh dan mengikuti arah telunjuk Yuni. Ternyata bocah itu ingin jajan es krim yang dijual abang-abang dengan musik yang ceria.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline