Pengertian Makyong
Makyong adalah seni teater tradisional masyarakat Melayu yang unik dan begitu halus sifatnya, yang masih populer dan di gemari hingga saat ini, Makyong juga sering ditampilkan sebagai drama tari di forum internasional. Pada masa lalu, setelah panen padi, penduduk desa mengadakan pertunjukan makyong di pematang sawah.
Pertunjukkan Makyong dibawakan oleh sekelompok penari dan pemusik profesional yang memadukan berbagai unsur ritual keagamaan, drama, tari, musik vokal atau instrumental, dan naskah sederhana. meskipun karakter tokoh nya pria maupun wanita, tetap dibawakan oleh penari wanita.
Makyong selalu berkisah tentang kehidupan keluarga kerajaan, seperti kisah seorang raja, permaisuri, putri mahkota yang terkena musibah dan berjuang hingga berakhir kemenangan, kemenangan dicapai dengan bantuan para dewa dan dewi surga dan tokoh-tokoh bertuah di jalan yang tepat. Karakter yang biasanya muncul dalam cerita antara lain adalah komedian, dewa, jin, pejabat istana, dan binatang. Alat musik seperti biola, drum, dan tetawak akan mengiringi pertunjukan Makyong.
Sejarah Makyong
Makyong sangat terkenal di wilayah Melayu dan sangat terjaga kelestariannya, pendapat tentang asal mula Makyong di Kepulauan Riau bermacam-macam, salah satunya tentang rumusan musyawarah teater tradisional yang di adakan oleh Dewan Kesenian Jakarta dan
Departemen Pengembangan Kesenian pada 13 Desember 1975. Dari pendapat pada musyawarah ini, tidak bisa mengetahui secara pasti kapan Makyong tiba di Riau, karena Makyong berkembang sesuai dengan situasi dan keadaan setempat hingga akhirnya menjadi pertunjukan yang mengakar kuat di masyarakat setempat.
Makyong berkembang di Indonesia melalui Riau, Lingga, yang sudah pernah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Johor. Makyong di Kelantan tidak menggunakan topeng, akan tetapi berbeda dengan Makyong di Batam dan Bintan yang masih menggunakan topeng untuk sebagian karakter dayang Raja, puteri, penjahat, setan, dan semangat, pada akhir abad lalu, Makyong bukan hanya menjadi pertunjukan setiap hari, melainkan sebagai adat istiadat raja memerintah. Makyong juga di pakai untuk merawat orang sakit. Tetapi, praktik ini tidak lagi dilakukan termasuk di Indonesia. Orang yang terakhir menggunakan Makyong untuk keperluan merawat pasien adalah Tuk Atan di Bintan dan Pak Basri di Batam, tetapi sekarang keduanya telah meninggal dunia. Meskipun demikian, Makyong masih dipentaskan dengan adat istiadat di panggung. Mantra yang digunakan, diwariskan turun temurun kepada pewarisnya.
Sekarang di Batam dan Bintan, praktisi Makyong merupakan generasi ketiga dan sudah ada hampir 150 tahun dan sampai menghadapi ancaman kepunahan. Indonesia telah mengambil langkah untuk melakukan program merekam tradisi ini, guna melestarikan Makyong, hal ini dilakukan dengan bantuan Persatuan Tradisi Lisan dan membantu para praktisi Makyong untuk melanjutkan pertunjukan dengan bantuan peralatan dan pakaian. Kemudian rekaman tersebut disimpan di Kantor Persatuan Tradisi Lisan dan PUSKAT di Jakarta (Yogyakarta).
Pertunjukan Makyong