Tidak sedikit kita temui anak memiliki ketidakmampuan fisik maupun motorik. Seperti ketidakmampuan dalam berbicara atau biasa disebut dengan bisu, ketidakmampuan dalam melihat atau biasa disebut dengan buta atau tunanetra, ketidakmampuan dalam mendengar atau biasa disebut dengan tuli atau tunarungu.
Sebagian orang mungkin berfikir mereka is different with me. Padahal sebenarnya, mereka sama dengan kita. Karena tidak ada perbedaan antara manusia satu dengan manusia lainnya. Kita sama-sama hidup di dunia dan sama-sama memiliki hak untuk hidup dan hak untuk belajar.
Sebagian dari kita juga mungkin akan memandang buruk kepada mereka yang memiliki kekurangan atau ketidakmampuan. Mereka dianggap lemah, mereka dianggap berbeda, dan mereka dianggap buruk.
Kita belum tau, bahwasannya tekad mereka lebih besar dari kita. Dari kekuarangan yang mereka miliki, mereka gunakan sebaik mungkin untuk menunjukkan kepada kita bahwa mereka tak seburuk kita dan mereka dapat menjadi lebih baik dari kita.
Sekarang, coba kita intropeksi diri. Apa kelebihan yang kita miliki dan apa kekurangan yang kita miliki. jika dibandingkan dengan mereka yang tidak dapat bicara, tidak dapat melihat, tidak melihat dan kekurangan-kekurangan lainnya hal yang paling terlihat perbedaan antara kita dan mereka adalah rasa syukur. Terkadang kita yang sudah diberikan kesempurnaan hidup masih mengharap hal yang lebih. Selalu merasa kurang dan tidak pernah melihat mereka yang benar-benar kurang.
Banyak atlit di luar sana yang memiliki keterbatasan hidup namun dapat menjadi sang juara. Seperti Dian David sang juara olahraga tenis meja, Habibie Afsyah sang bisnis online yang kaya raya, Tarjono Slamet yang mempunyai perusahaan kerajinan, Fanny Evrita Royua Ritongga penyandang tunadaksa dan memiliki bisnis kecantikan, dan masih banyak lainnya.
Kekurangan yang mereka miliki menjadi semangat untuk meraih kesuksesan. Prilaku negative yang sempat mereka dapatkan dari masyarakat menjadi batu loncatan untuk menggapai kesuksesan.
Lalu, bagaimana dengan kita yang memiliki kondisi fisik yang sempurna? Akankah tetap diam dan menunggu mukzizat datang? Sayangnya hal itu tidak dapat tercapai, cukup halusinasi yang selalu mengitari, namun bertindaklah menggapai asa.
Sedikit cerita, di rumah saya memiliki tetangga yang kata orang-orang beliau itu tidak dapat melihat. Beliau sudah tua renta. Namun, beliau dapat berjalan tanpa bantuan dan dapat menghafal jalan tujuan menuju tempat ibadah yaitu masjid.
Setiap datang waktunya sholat, beliau datang ke masjid untuk berjamaah. Pulang pergi beliau sendiri dan tanpa membawa tongkat sebagai alat bantu melihat. Kegigihan dalam menggapai yang diinginkan menjadikannya dapat melakukan hal perbedaan dan tidak ada yang layak untuk diberi cacian maupun memberi cacian.
Saling membantu dan saling menyayangi tentulah penting dilakukan sebagai makhluq sosial. Menolong antar sesama yang membutuhkan tanpa memandang fisik dan perilaku.