Lihat ke Halaman Asli

Cinta, Takut dan Berharap kepada Allah

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Ketika manusia telah menjadikan Allah swt. sebagai Tuhannya, maka salah satu yang harus ditunjukkannya adalah mencintai-Nya melebihi kecintaan kepada apapun dan siapapun juga. Karena itu, kecintaan yang sama antara cinta kepada Allah Swt. dengan selain Allah Swt. tidak bisa dibenarkan dalam pandangan iman.

Takut kepada Allah Swt. adalah takut kepada murka, siksa dan azab-Nya sehingga hal-hal yang bisa mendatangkan murka, siksa dan azab Allah Swt. harus kita jauhi. Adanya rasa takut kepada Allah Swt. membuat kita tidak berani melanggar segala ketentuan-Nya. Yang diperintah kita kerjakan dan yang dilarang kita tinggalkan.

Berharap kepada Allah Swt. antara lain harapan akan diterimanya amal kita, harapan akan dimasukkan surga, harapan untuk berjumpa dengan Allah Swt., harapan akan diampuni dosa, harapan untuk dijauhkan dari neraka, harapan diberikan kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat dan lain sebagainya. Rasa harap inilah yang dapat mendorong seseorang untuk tetap terus berusaha untuk taat, meskipun sesekali dia terjatuh ke dalam kemaksiatan.

B.Rumusan masalah

Pemaparan latar belakang di atas merupakan pengantar untuk membahas lebih jauh mengenai ahklak terhadap Allah Swt. dan dapat di tarik sebuah rumusan masalah, di antaranya,

Bagaimana akhlak terhadap Allah Swt. di antaranya,

1.Bagaimana cinta kepada Allah Swt.?

2.Bagaimana rasa takut kepada Allah Swt.?

3.Bagaimana berharap kepada Allah Swt.?

BAB II

PEMBAHASAN

A.Cinta kepada Allah Swt.

Diantara sekian banyaknya alasan, mengapa manusia harus mencintai Allah Swt. kepada manusia serta curahan kasih sayang-Nya yang tak pernah henti. Salah satu bukti cinta dan kasih sayang Allah Swt. kepada manusia adalah dengan diciptakannya bumi beserta isinya untuk kesejahteraan manusia.[1] Seperti dalamfirman Allah Swt. dalam surah Al-Baqarah ayat 29:

uqèdÏ%©!$#Yn=y{Nä3s9$¨BÎûÇÚöF{$#$YèÏJy_§NèO#uqtGó$#n<Î)Ïä!$yJ¡¡9$#£`ßg1§q|¡sùyìö7y;Nºuq»yJy4uqèdurÈe@ä3Î/>äóÓx«×LìÎ=tæÇËÒÈ

Terjemahnya:

Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.[2]

Untuk mengelolah apa yang terhampar di atas bumi berupa flora dan fauna, serta apa yang ada di dalam bumi berupa barang tambang, manusia diberi akal. Dengan akal itulah manusia mengelolah dan memanfaatkan bumi beserta isinya. Dan dengan akal itu pulahlah manusia dapat meningkatkan taraf hidup dan beradapannya.[3] selain manusia juga diciptakan sebagai mahluk yang paling baik dan paling sempurna diantara mahluk lainnya sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah At-Tin ayat 4:

ôs)s9$uZø)n=y{z`»|¡SM}$#þÎûÇ`|¡ômr&5OÈqø)s?ÇÍÈ

Terjemahnya:

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.[4]

Begitulah cinta kepada Allah Swt. manusia. Sudah sepantasanya jika manusia membalas cinta Allah Swt. tersebut, walaupun Allah Swt. tidak menghendaki imbalan atau balasan dari manusia.

Cinta kepada Allah Swt. antara lain , dapat dinyatakan dengan:

1.Mensyukuri nikmat yang telah diberikan kepada kita

Mensyukuri nikmat Allah Swt. ialah menggunakan atau memanfaatkan nikmat itu dengan sebaik-baiknya misalnya. Kita diberi mata untuk melihat , maka gunakanlah mata itu untuk melihat hal-hal yang baik dan bermanfaat. Jika kita menggunakan mata untuk barang yang terlarang (haram) berarti kita tidak mensyukuri nikmat pemberian Allah Swt. dalam surah Ibrahim ayat 7:

øÎ)urc©r's?öNä3/uûÈõs9óOè?öx6x©öNä3¯RyÎV{(ûÈõs9ur÷Länöxÿ2¨bÎ)Î1#xtãÓÏt±s9ÇÐÈ

Terjemahnya:

dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".[5]

2.Meninggalkan pekerjaanmaksiat

Maksiat ialah melakukan pekerjaan yang dilarang Allah Swt. atau melakukan hal-hal yang dilarang Allah Swt. Orang yang demikian adalah orang yang durhaka kepada Allah Swt. orang yang durhaka adalah orang yang tidak tahu balas budi. Jika seseorang mengaku cinta kepada Allah Swt., maka ia harus meninggalkan semua pekerjaan maksiat. Seperti firman Allah Swt. dalam surah Al-Hijr ayat 99:

ôç6ôã$#ury7­/u4Ó®Lymy7uÏ?ù'tÚúüÉ)uø9$#ÇÒÒÈ

Terjemahnya:

dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).[6]

3.Berserah diri hanya kepada Allah Swt.

Jika kita cinta kepada Allah Swt. hendaknya kita menyerahkan segala urusan hanya kepada Allah Swt. Menyerahkan diri bukan berarti pasrah tanpa usaha. Sebagai muslim, kita wajib berusaha atau berikhtiyar dengan kemampuan yang ada. Setelah itu kita serahkan hasilnya kepada Allah Swt. Kita berdo’a semoga apa yang telah kita usahakan dan kita harapkan dikabulkan oleh Allah Swt. Manusia hanya berusaha, Allah-lah yang menentukan segalanya. Dalam firman Allah Swt. dalam surah Al-Maidah ayat 23:

n?tãur«!$#(#þqè=©.uqtGsùbÎ)OçGYä.tûüÏZÏB÷sBÇËÌÈ

Terjemahnya:

dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.[7]

4.Berharap terhadap rahmatnya

Allah Swt. Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, siapapun yang meminta, asalkan disertai dengan usaha yang sungguh-sungguh Allah Swt. akan memberikan rahmat-Nya seluruh alam semesta. Sesungguhnya kita harus yakinin dalam diri kita masing-masing. Kita tidak boleh berputus asa, jika kita sedang dalam kesusahan. Kita harus yakin bahwa Allah Swt. akan mengganti kesusahan yang kita alami dengan kesenangan. Hidup kita hendaknya penuh harapan, bukan putus asa, seperti firman Allah Swt. dalam surah Al-Zumar ayat 53:

w(#qäÜuZø)s?`ÏBÏpuH÷q§«!$#4¨bÎ)©!$#ãÏÿøótz>qçR%!$#$·èÏHsd4¼çm¯RÎ)uqèdâqàÿtóø9$#ãLìÏm§9$#ÇÎÌÈ

Terjemahnya:

Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[8]

5.Takut akan siksanya

Allah Swt. telah menerangkan dalam fitmannyabahwa orang yang berbuat dosa akan mendapatkan siksa. Jika seseorang takut akan siksa Allah Swt., maka hendaknya ia senantiasa memelihara diri dari perbuatan yang dilarang Allah Swt. Mengenai siksa atau azab Allah Swt., diterangkan dalam surah Al-Buruj ayat 12:

¨bÎ)|·ôÜt/y7În/uîÏt±s9ÇÊËÈ

Terjemahnya:

Sesungguhnya azab Tuhanmu benar-benar keras.[9]

Jika seseorang telah mengukapkan perasaan cintanya kepada Allah Swt. dengan mensyukuri segala nikmatnya, meninggalkan perbuatan maksiat, berserah diri kepadanya, dan takut akan siksanya, maka Allah Swt. akan memberikan balasan berupa surga.[10]

Sebagaimana firman Allah Swt.dalam surah Al-Buruj ayat 11:

¨bÎ)tûïÏ%©!$#(#qãZtB#uä(#qè=ÏHxåurÏM»ysÎ=»¢Á9$#öNçlm;×M»¨Zy_ÌøgrB`ÏB$pkÉJøtrBã»pk÷XF{$#ÇÊÊÈ

Terjemahnya:

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; Itulah keberuntungan yang besar.[11]

Dari pernyataan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa cinta kepada Allah Swt. adalah rukun ibadah yang terpenting, karena cinta adalah pokok ibadah. Makna cinta tidak terbatas hanya kepada hubungan kasih antara dua insan semata, namun sesungguhnya makna dari cinta itu lebih luas dan dalam. Kecintaan yang paling agung dan mulia di dalam kehidupan kita ini adalah kecintaan kita kepada Allah Swt. Dimana jika seorang hamba mencintai Allah Swt., maka dia akan rela untuk melakukan seluruh hal yang diperintahkan dan menjauhi seluruh hal yang dilarang oleh yang dicintainya tersebut. Cinta kepada Allah Swt. juga mengharuskan membenci segala sesuatu yang dibenci oleh Allah Swt.

Ada salah satu contoh bahwa sebagian orang lebih mengutamakan masjid dibandingkan musholah. Dalam hal ini timbul pertanyaan bagaimana akhlak orang-orang yang lebih mengutamakan masjid. Hal tersebut dapatdi lihat dari kepribadian diri seseorang itu sendiri. Kebanyakan warga membangun musholah di samping rumah, kita tidak tahu alasan mereka membangun musholah di samping rumahnya, selain sebagai tempat ibadah. Tetapi jika kita lihat disisi lain, pada saat shalat jum’at atau shalat magrib mereka kebanyakan shalat di masjid dengan alasan bahwa masjid lebih besar untuk shalat berjama’ah atau ingin mendapat pahala karena jarak masjid jauh dari rumah. Sebenarnyakita dapat melihat dari niat dan kesadaran seseorang itu sendiri dalam mengutamakan masjid atau musholah. Apabila niatnya baik maka akhlak yang tercermin juga baik.

B.Takut kepada Allah Swt.

Bersikap takut (Al-Khauf) yaitu suatu sikap jiwa yang sedang menunggu sesuatu yang tidak disenangi dari Allah Swt. maka manusia perlu berupaya agar apa yang ditakutkan itu, tidak akan terjadi.[12]

Sebagaimana dalam firman Allah Swt. surah Ar-Rahman ayat 46:

ô`yJÏ9urt$%s{tP$s)tB¾ÏmÎn/uÈb$tF¨Zy_ÇÍÏÈ

Terjemahnya:

Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua syurga.[13]

Takut kepada Allah Swt. merupakan ibadah qalbiah (hati) yang sangat agung,dia tidaklah lahir kecuali dari hati seorang mukmin yang jujur keimanannya.[14] Karenanya takut kepada Allah Swt. mempunyai kedudukan yang tinggi dan keutamaan yang besar dalam agama di antaranya,

1.Tempat tinggalnya di akhirat adalah di dalam surga, bukan hanya satu surga akan tetapi dua surga. Sungguh tidak ada satupun ibadah yang pahalanya dua surga kecuali ibadah takut kepada Allah Swt.

2.Orang-orang yang menangis karena takut kepada Allah Swt. merupakan orang-orang yang Allah Swt. akan lindungi dengan arsy-Nya dari panasnya matahari di padang mahsyar, sebagaimana Dia melindungi mereka dari panasnya api neraka di akhirat kelak.[15]

Takut kepada Allah Swt. di sini bukan sebatas menangis atau gemetar ketika mendengarkan ayat-ayat tentang siksaan dan semacamnya. Akan tetapi takut kepada Allah Swt. yang bermanfaat adalah takut yang mengantarkan pelakunya untuk senantiasa berbuat ketaatan dan menjauhi semua bentuk maksiat. Adapun pengakuan takut kepada Allah swt. akan tetapi tidak mengantarkannya untuk taat kepada Allah Swt., maka sungguh itu bukanlah takut kepada Allah Swt.

Karena sangat urgennya ibadah yang satu ini, maka Imam Sulaiman Ad-Darani rahimahullah berkata,“Asal semua kebaikan adalah takut kepada Allah Swt. Karenanya hati mana saja yang kosong dari takut kepada Allah Swt. maka itu adalah hati yang rusak.[16]

Takut di dalam Islam ada empat jenis di antaranya,

1.Takut ibadah, yaitu takut kepada Allah Swt. yang mengantarkan dia untuk berbuat ketaatan dan menjauhi maksiat. Takut jenis ini adalah termasuk ibadah yang paling mulia sebagaimana yang dijelaskan di atas.

2.Takut sirr (rahasia atau tersembunyi), yaitu takutnya seseorang kepada jin (termasuk di dalamnya penyihir dan dukun karena mereka memanfaatkan jin) atau orang yang telah meninggal bahwa mereka bisa menimpakan mudharat kepada dirinya. Takut jenis ini adalah syirik akbar yang mengeluarkan pelakunya dari Islam, karena dia telah menyerahkan salah satu ibadah terbesar yaitu takut kepada selain Allah Swt.

3.Takut tabiat, seperti takutnya seseorang kepada binatang buas atau kepada orang yang lebih kuat daripada dirinya. Ini adalah takut yang mubah dan diizinkan oleh Allah Swt., sebagaimana Allah Swt. menyetujui perasaan Nabi Musa pada firman-Nya dalam surah Al-Qashash ayat 21:

yltsmú$pk÷]ÏB$Zÿͬ!%s{Ü=©%utIt(tA$s%Éb>uÓÍ_ÅngwUz`ÏBÏQöqs)ø9$#tûüÏJÎ=»©à9$#ÇËÊÈ

Terjemahnya:

Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, Dia berdoa: "Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu".[17]

4.Takut maksiat, adalah takut tabiat tapi melampaui batas hingga karena takut tersebut dia meninggalkan perintah atau melakukan larangan. Misalnya seseorang melaksanakan perintah orang tuanya yang sifatnya maksiat karena takut kepada mereka. [18]

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa takut kepada Allah Swt. bukanlah seperti kita takut kepada binatang buas yang menyebabkan kita harus menjauhinya, tapi takut kepada Allah Swt. adalah takut kepada murka, siksa dan azab-Nya sehingga hal-hal yang bisa mendatangkan murka, siksa dan azab Allah Swt. harus kita jauhi. Sedangkan Allah Swt. sendiri harus kita dekati, inilah yang disebut dengan taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah).

C.Berharap kepada Allah Swt. (Al-Raja’)

Al-Raja’ atau berharap kepada Allah Swt. adalah sikap jiwa yang sedang menunggu (mengharapkan) sesuatu yang disenangi dari Allah Swt., setelah melakukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya sesuatu yang diharapkannya. Oleh karena itu bila tidak mengerjakan penyebabnya, lalu menunggu sesuatu yang diharapkan, maka hal itu disebut “tamanni” atau hayalan.[19]

Al-Raja’ adalah sikap mengharap dan menanti-nanti sesuatu yang sangat dicintai oleh si penanti. Sikap ini bukan sembarang menanti tanpa memenuhi syarat-syarat tertentu, sebab penantian tanpa memenuhi syarat ini disebut berangan-angan (tamniyyan). Orang-orang yang menanti ampunan dan rahmat Allah Swt. tanpa amal bukanlah Raja’ namanya, tetapi berangan-angan.[20]

Ketahuilah bahwa hati itu sering tergoda oleh dunia, sebagaimana bumi yang gersang yang mengharap turunnya hujan. Jika diibaratkan, maka hati ibarat tanah, keyakinan seseorang ibarat benihnya, kerja atau amal seseorang adalah pengairan dan perawatannya, sementara hari akhirat adalah hari saat panennya. Seseorang tidak akan memanen kecuali sesuai dengan benih yang ia tanam, apakah tanaman itu padi atau semak berduri ia akan mendapat hasilnya kelak, dan subur atau tidaknya berbagai tanaman itu tergantung pada bagaimana ia mengairi dan merawatnya.[21]

Dengan mengambil perumpamaan di atas, maka Raja’ seseorang atas ampunan Allah Swt. adalah sebagaimana sikap penantian sang petani terhadap hasil tanamannya, yang telah ia pilih tanahnya yang terbaik, lalu ia taburi benih yang terbaik pula, kemudian diairinya dengan jumlah yang tepat, dan dibersihkannya dari berbagai tanaman pengganggu setiap hari, sampai waktu yang sesuai untuk dipanen. Maka penantiannya inilah yang disebut Raja’.[22]Dalam firman Allah Swt. surah Al-Baqarah ayat 218:

¨bÎ)úïÏ%©!$#(#qãZtB#uäz`É©9$#ur(#rãy_$yd(#rßyg»y_urÎûÈ@Î6y«!$#y7Í´¯»s9'ré&tbqã_öt|MyJômu«!$#4ª!$#urÖqàÿxîÒOÏm§ÇËÊÑÈ

Terjemahnya:

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[23]

Berdasarkan pemaparan di atas, kita sampai pada suatu kesimpulan bahwa berharap atau raja’ kepada Allah Swt. adalah berharap mendapatkan rahmat, cinta, ridha dan perjumpaan dengan-Nya yang membuat ia akan selalu meneladani Rasulullah Saw. dalam kehidupannya di dunia ini, seperti firman Allah Swt. dalam surah Al-Ahzab ayat 21:

ôs)©9tb%x.öNä3s9ÎûÉAqßu«!$#îouqóé&×puZ|¡ym`yJÏj9tb%x.(#qã_öt©!$#tPöquø9$#urtÅzFy$#tx.sur©!$##ZÏVx.ÇËÊÈ

Terjemahnya:

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.[24]

BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Cinta kepada Allah Swt. adalah rukun ibadah yang terpenting, karena cinta adalah pokok ibadah. Makna cinta tidak terbatas hanya kepada hubungan kasih antara dua insan semata, namun sesungguhnya makna dari cinta itu lebih luas dan dalam. Kecintaan yang paling agung dan mulia di dalam kehidupan kita ini adalah kecintaan kita kepada Allah Swt. Dimana jika seorang hamba mencintai Allah Swt., maka dia akan rela untuk melakukan seluruh hal yang diperintahkan dan menjauhi seluruh hal yang dilarang oleh yang dicintainya tersebut. Cinta kepada Allah Swt. juga mengharuskan membenci segala sesuatu yang dibenci oleh Allah Swt.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline