Lihat ke Halaman Asli

Raksasa di Balik Gunung - Part 3

Diperbarui: 24 Oktober 2023   13:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Elnado Legowo

(Klik ini untuk melihat part sebelumnya.)

Kesaksian Lukas yang mengejutkan dan mengerikan itu, membuat para mahasiswa semakin takut. Alhasil mereka segera merapikan barang-barang mereka di kamar masing-masing, lalu kembali ke ruang utama untuk menunggu bantuan datang. Sementara itu, Chokrin bersama Zafia segera menghampiri Hauswart Tua untuk melakukan transaksi pembayaran tagihan inap yang sangat sebentar.
 
Di waktu yang bersamaan, secara sadar atau tidak, rasa dingin mulai terasa makin tidak wajar; menghiasi koridor-koridor dan kamar-kamar di hotel tersebut. Radiator yang seharusnya menghangatkan ruangan, kini tidak berdaya melawan suhu yang menurun secara misterius ini.
 
Hembusan angin dingin yang menusuk tulang mulai menerobos masuk melalui celah-celah pintu dan jendela yang tertutup rapat. Uap nafas mulai terlihat ketika mereka sedang bernafas dan berbicara. Selimut, mantel, hingga pakaian hangat tidak banyak membantu.
 
Tetapi yang membuat suasana jadi lebih mencekam, Lukas yang setengah sadar itu kian tidak koheren dan bermasalah. Dia menjerit histeris; menginggau dengan suara gemetar dan lemah; berisikan sebuah pesan ambigu -- entah peringatan atau intimidasi -- kepada orang-orang sekitar. Mata Lukas membelalak dan melihat keadaan di sekeliling secara tidak stabil, dengan wajahnya pucat serta penuh ekspresi ketakutan.  Histeria dan kepanikan yang ada di dalam pikiran Lukas muncul sebagai desiran mengerikan. Dia merasa tertekan oleh rasa bersalah karena telah memotong ritual dan mengkhianati para Frostgeist, dewa yang dia sembah. Tetapi yang lebih mengerikan, Lukas merasakan kehadiran entitas jahat itu.

Sedangkan Tiwi yang melihat peristiwa itu, dia lantas memeriksa kondisi Lukas dan menyimpulkan bahwa kondisinya mengalami kemerosotan drastis -- baik secara fisik mau pun mental. Walhasil Tiwi hanya bisa berdoa agar bantuan segera tiba.

 
Walhasil histeria Lukas kian menjadi-jadi. Suara erangan lemah dan bisikan gelap keluar dari bibirnya, saat dia berusaha meraih pemahaman tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Suaranya yang lemah dan penuh kecemasan berubah menjadi seruan yang menyayat sekaligus menggetarkan bagi siapa pun yang mendengarnya.
 
"Ihr... werdet nie... von hier weggehen! (Kalian tidak akan pernah pergi dari sini!)" ujar Lukas.
 
Hauswart Tua terguncang seketika saat mendengar kalimat tersebut. Dia paham akan sesuatu yang sangat salah; sesuatu yang melebihi pemahaman manusia; sesuatu yang sangat berbahaya, sedang mengintai dan mengancam mereka.
 
****
 
Beberapa waktu kemudian, harapan yang telah ditunggu-tunggu mulai terwujud. Bantuan berupa dua mobil ambulans dan sebuah mobil polisi akhirnya tiba. Mereka mengevakuasi mayat Jan dan Sarah dengan sangat hati-hati dan diangkut ke dalam ambulans yang sama. Sedangkan Lukas -- yang masih terbaring sekarat, mengigau dan setengah sadar -- segera diberikan perawatan medis darurat, lalu diangkut ke dalam ambulans yang berbeda.
 
Sementara itu, dua orang polisi yang hadir mulai menginterogasi Hauswart Tua dan para mahasiswa -- yang merupakan saksi dari kejadian nahas tersebut -- di ruang utama hotel. Polisi-polisi itu mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya telah terjadi; bagaimana mereka -- para korban -- ditemukan; dan bagaimana dua orang di antaranya tewas. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan secara kritis, demi mencoba memahami apa yang terjadi. Akan tetapi, di tengah proses tanya jawab, para polisi ikut mulai merasakan penurunan suhu yang keterlaluan, sampai-sampai menembus jaket-jaket tebal dan menusuk-nusuk tulangnya, hingga nafas mereka dapat terlihat jelas.
 
Tiba-tiba terdengar suara jerit lemah, tidak stabil dan mengguncang jantung dari arah luar hotel. Lantas semua orang -- petugas polisi, para mahasiswa dan Hauswart Tua -- berbalik untuk melihat keluar jendela dan mendapati sebuah ambulans dengan pintu belakang yang belum tertutup penuh.
 
Itu adalah jeritan Lukas, yang sekarat dan setengah sadar. Alhasil semua orang segera bergerak mendekatinya, kecuali Hauswart Tua yang memberi sinyal kepada para mahasiswa untuk tetap berada di dalam hotel, dan cukup membiarkan para polisi bersama perawat medis yang menghampiri. Di saat itulah para polisi dan perawat medis melihat sesuatu yang membuat bulu kuduk berdiri tegak.
 
Lukas yang terbaring di atas tandu, memiliki mata yang membesar dan penuh kengerian. Wajahnya pucat dan tubuhnya gemetar hebat. Dia gagal mengucapkan kata-kata, tapi tatapan matanya menjelaskan kengerian tak terucap. Tatapan Lukas tertuju ke arah hutan pinus cembra, di belakang hotel. Dia melihat sesuatu yang luar biasa di sana. Apa pun yang dilihat Lukas, itu membuatnya kehilangan akal sehat.
 
Tiba-tiba muncul serangkaian suara geraman keras yang menyerupai desiran angin dingin yang bengis. Awalnya tidak ada yang menarik dengan serangkaian suara itu, meski ada perasaan ganjil. Namun kian lama, suara itu makin berevolusi secara halus menjadi suara gemuruh yang abnormal dan mengerikan, sehingga membuat semua orang berhenti sejenak dan melihat sekitar dengan bulu kuduk yang berdiri tegak.
 
Lukas yang mendengar suara itu, dia kian menggila di dalam ambulans -- seakan dia mengenali suara-suara itu. Lukas berusaha berbicara untuk memberitahu tentang bahaya yang mengancam, tapi kata-katanya tercekat di tenggorokan; seolah ada hal gaib yang mencegahnya.
 
Suara-suara itu seakan datang dari alam semesta yang jauh lebih gelap dan jahat -- mengantarkan kepada perasaan yang tidak wajar. Semakin lama kian intens; sangat menyeramkan; sekaligus memperjelas bahwa suara itu terdengar seperti suara raungan dari makhluk berukuran raksasa; yang bergetar di dalam tulang belulang, hingga menciptakan efek gelombang yang merayap ke dalam jiwa. Suara-suara itu serasa datang dari tempat yang tidak diketahui dan tidak dapat dijelaskan, seperti gabungan dari angkasa luar yang paling gelap dan jurang neraka yang paling dalam.
 
Setiap raungan memiliki nada yang berbeda-beda, selayaknya orkestra kematian yang mengerikan. Ada yang gemuruh seperti badai, ada juga yang seperti erangan jiwa yang terluka. Semua itu menyatu dalam satu paduan suara yang membuat dada para pendengar berdebar-debar kencang.
 
Semua orang merasa ketakutan yang luar biasa saat mereka mendengar suara-suara itu, terutama para mahasiswa dan Hauswart Tua yang berada di dalam hotel. Tiwi terduduk di lantai sambil menjerit tangis histeria dan menutup kedua telinganya. Bahkan Zafia -- gadis tomboy yang terkenal pemberani di lingkungan kampus -- sampai menangis sambil memegang erat pundak Tiwi dengan penuh kengerian dan ketidakberdayaan. Lebih-lebih kedua perempuan itu sampai tidak bisa, atau bahkan tidak mau melihat sekeliling.
 
Di saat suara-suara itu belum berakhir, seketika para polisi menyadari kehadiran sebuah fenomena yang lebih misterius dan menakutkan dari arah dalam hutan pinus cembra yang gelap. Di antara rimbunnya pepohonan dan bayangan-bayangan tak terlihat, muncul serangkaian sepasang cahaya kelap-kelip yang begitu kontras dengan ketakutan yang menyelimuti panorama hutan pinus cembra.
 
Cahaya-cahaya itu adalah sinkronisasi antara biru dan hijau, seakan api unggun roh yang tidak dikenal. Mereka berkedip dalam harmoni yang tidak wajar, seolah mengikuti irama musik arwah yang gelap dan menyeramkan. Cahaya-cahaya ini memiliki aura yang tidak manusiawi, mengeluarkan keangkeran yang sama dengan suara-suara yang datang bersamanya.
 
Cahaya biru dan hijau tersebut bergerak dengan begitu lincah di antara pohon-pohon dan batu-batu besar. Mereka tampak hidup, seperti makhluk-makhluk spiritual yang terjaga di malam yang mencekam. Di dalam cahaya-cahaya itu, terlihat bayangan-bayangan samar yang terputus-putus, seolah mencoba untuk menggambarkan sesuatu yang tidak dapat dimengerti oleh akal manusia.
 
Kehadiran cahaya-cahaya ini semakin membingungkan dan menakutkan bagi para polisi dan perawat medis. Mereka merasa bahwa itu adalah sesuatu yang tidak seharusnya ada di dunia ini; sesuatu yang jauh lebih kuat daripada manusia atau alam semesta ini. Cahaya-cahaya itu adalah peringatan yang tidak terbantahkan bahwa saat kegelapan dan kehancuran sudah di depan mata -- menanti hukuman dari kekuatan kosmik yang jauh lebih gelap.
 
Di waktu yang kian mencekam, secara intuisi Hauswart Tua segera mengajak para mahasiswa untuk berlindung ke suatu tempat di dalam hotel. Lantas Chokrin dan Dylan segera menuruti ajakannya dan berusaha mengangkut Tiwi dan Zafia yang masih duduk penuh ketakutan di lantai.
 
Akan tetapi, aksi mereka terhenti sesaat mendengar serangkaian suara letusan tembakan dari arah luar secara mengejutkan. Secara spontan Chokrin serta Dylan segera kembali melihat keluar; terus mendapati para polisi sedang mengarahkan pistol mereka ke langit, dan melepaskan tembakan ke udara. Chokrin dan Dylan tidak tahu pasti apa yang polisi-polisi itu lihat. Tetapi mereka merasa bahwa itu bukan tembakan peringatan, melainkan para polisi itu sedang menembaki sesuatu yang raksasa dan dahsyat di hadapan mereka.
 
Secara tiba-tiba, Chokrin dan Dylan melihat sesuatu yang besar dan sangat kuat muncul dari dalam hutan pinus cembra; tapi mereka tidak dapat melihatnya dengan jelas. Namun mereka dapat meyakini, bahwa itu bukan raksasa biasa. Dengan gerakan yang luar biasa cepat, entitas ini menghempaskan sesuatu dari dirinya ke arah para polisi yang sedang menembakinya; membuat mereka terhempas bagaikan daun-daun kering yang terbawa angin; lalu menggulingkan mobil polisi seperti mainan.

Sementara para perawat medis yang menyaksikan adegan tersebut, sontak mereka menjadi sangat ketakutan. Arkian mereka semua bergegas masuk dan menjalankan masing-masing mobil ambulans, lalu lekas pergi meninggalkan hotel. Namun di tengah perjalanan, seketika mobil ambulans yang membawa jenazah Jan dan Sarah secara misterius terhempas dan remuk seperti kaleng minuman. Serpihan-serpihan besi, pecahan kaca dan bercak-bercak darah tampak berserakan di sekitarnya. Sedangkan mobil ambulans yang membawa Lukas, tiba-tiba terangkat dari tanah; melayang ke udara dan menghilang di balik awan yang gelap. Itu adalah pemandangan yang menakutkan dan tidak masuk akal.
 
Adegan itu membuat Chokrin dan Dylan terpukul ngeri. Mereka menyadari bahwa mereka berada di dalam peristiwa yang sangat luar biasa mengerikan -- di mana hukum alam tampaknya tidak lagi berlaku.
 
Di tengah ketegangan penuh kengerian itu, seketika Chokrin dan Dylan dikejutkan oleh eksistensi mendadak dari salah satu polisi yang selamat, dan berusaha masuk ke dalam hotel melalui pintu utama yang tidak terkunci. Mereka melihat polisi tersebut dengan mata terbelalak. Sebab sekujur tubuhnya dipenuhi oleh luka dan wajahnya berdarah. Tidak ada yang bisa mereka katakan, selain mengeluarkan ekspresi keterkejutan di wajah mereka.
 
Secara spontan, Hauswart Tua mengambil alih posisi mereka berdua dan mengusirnya. Polisi itu berusaha berbicara, bernegosiasi dan meminta pertolongan. Tetapi Hauswart Tua tetap mengusir polisi itu dengan sangat keras. Walhasil sempat terjadi perdebatan di antara mereka berdua, sehingga membuat suasana kian tegang dan penuh kecemasan.
 
Tiba-tiba, seperti isyarat misterius, lampu di seluruh hotel menjadi berkelip tanpa alasan yang jelas, sehingga menciptakan efek yang menakutkan. Tampaknya ada kekuatan elektromagnetik supernatural yang tidak wajar atau sulit dipahami; sangat kuat dan tidak dapat dijelaskan dengan ilmu sains manusia -- menyebabkan lampu berkelip dengan cepat, tidak teratur dan menciptakan gelombang irama yang mengerikan.
 
Selain daripada lampu yang berkelip, barang elektronik lainnya di hotel juga mengalami hal serupa. Televisi mau pun layar ponsel menyala dengan sendirinya, lalu mengeluarkan gambar-gambar efek semut dan pelan-pelan menciptakan serangkaian gambar yang terdistorsi dan mengganggu. Sedangkan para audio dari barang elektronik mulai menghasilkan serangkaian suara yang menyeramkan tanpa ada siaran yang sebenarnya, dan suara itu terdengar seperti lafal mantra dalam bahasa latin yang terputus-putus.
 
Tidak lama kemudian, secara mengejutkan, semua barang elektronik tersebut mati secara bersamaan. Walhasil kegelapan menghantam seketika. Dalam kegelapan dan keheningan yang menakutkan, kembali terdengar suara geraman yang terkutuk itu. Suaranya bergema di seluruh hotel, mengisi udara dengan aura ketidakpastian yang mencekam.
 
Saat ketakutan besar itu semakin mendekat, hotel pun mulai bergetar. Dinding-dinding gemetar, lantai bergonjang-ganjing dan langit-langit menghembuskan debu. Semua orang di dalam hotel merasakan kehadiran dari entitas yang luar biasa mengancam, dan panik pun merajalela. Kemudian angin badai tiba-tiba datang menerjang dari arah hutan pinus cembra yang gelap; membawa debu dan dedaunan beku yang berputar-putar dalam kegilaan alam yang tidak terduga; mendobrak masuk ke dalam hotel, terus memporak porandakan furnitur-furnitur secara membabi buta.
 
Dalam kekacauan dan ketakutan, membuat semua orang di dalam hotel menjadi rusuh dan berlarian tanpa arah. Mereka melewati koridor-koridor gelap dan tangga-tangga menuju pintu keluar, berusaha untuk menyelamatkan diri dari ancaman yang tidak terbayangkan tersebut. Tidak ada yang peduli lagi dengan barang-barang pribadi atau perlengkapan mereka; satu-satunya hal yang ada di pikiran mereka adalah bertahan hidup. Bahkan Hauswart Tua yang berusaha melindungi dan mengarahkan para mahasiswa ke tempat aman, juga terdorong oleh ketakutan yang sangat besar itu. Kehancuran yang sedang terjadi di sekitar mereka membuat semua orang merasa seperti sedang berada dalam mimpi buruk yang tidak pernah berakhir.
 
Bersambung ke Part 4.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline