Lihat ke Halaman Asli

Dhini

Diperbarui: 30 Desember 2021   14:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Kiss Andrea

Marvin adalah seorang manajer keuangan dari sebuah perusahaan swasta ternama di Jakarta. Usianya yang masih muda kian membuat Marvin terlihat sukses; mapan; sekaligus inspiratif untuk anak-anak muda. Selain itu, Marvin juga mempunyai seorang istri yang cantik dan bekerja sebagai perancang busana - serta peragawati - untuk sebuah perusahaan busana ternama, bernama Zeline. Apabila dilihat secara materi, kehidupan Marvin tampak sangat sempurna. Tetapi tidak jika dilihat dari realitas yang tertutup oleh tirai rumah tangganya.
 
Karena posisi jabatan mereka yang strategis, sehingga memberikan tanggung jawab yang besar, sekaligus jam kerja yang tidak sedikit. Namun jam kerja Zeline jauh lebih padat daripada Marvin. Walhasil, mereka jadi sangat jarang berinteraksi satu sama lain, meski sedang berada di dalam rumah. Perihal tersebut membuat Marvin sering merasa kesepian, terutama saat dia sedang memiliki waktu kosong.
 
Semua itu terus berlanjut, sampai pada tahun 2020, di mana dunia sedang dilanda oleh sebuah pandemi, sehingga memaksa pemerintah untuk membuat sebuah larangan beraktivitas di luar rumah. Mungkin itu terlihat sebuah keberuntungan bagi Marvin; tapi tidak pada kenyataannya. 

Meskipun mereka sudah bekerja dari rumah, tapi mereka tetap saja tidak memiliki waktu untuk berinteraksi; terutama Zeline, karena perusahaannya hampir bangkrut akibat peraturan pemerintah tersebut. Bahkan Zeline juga tidak memiliki waktu untuk memenuhi kebutuhan Marvin, seperti memberi perhatian selayaknya seorang istri. 

Hal itu tentu membuat Marvin makin merasa kesepian. Serasa hidup tanpa memiliki istri, serta menjalani hidup seperti seekor burung yang terkurung di dalam sangkar, menanti kedatangan tuannya untuk memberi makan atau perhatian. Sesuatu hal yang sangat menyedihkan dan menyiksa.
 
Untuk mengatasi kejenuhannya, Marvin mengisi waktu luang dengan bermain di sosial media. Salah satu sosial media yang paling sering dia mainkan adalah sebuah aplikasi online; di mana kita dapat berkenalan dan berinteraksi dengan orang asing. Di sanalah Marvin mulai berkenalan dengan beberapa orang asing; perempuan maupun pria; lokal maupun internasional. Sampai pada suatu ketika, Marvin berkenalan dengan seorang perempuan bernama Dhini. 

Apabila dilihat dari perawakannya; Dhini tidak cantik dan anggun seperti Zeline; tapi dia memiliki rupa yang manis dan bertubuh bugar; berkulit kuning langsat; serta berusia relatif muda. Lebih-lebih dengan sifat Dhini yang ramah dan murah perhatian; membuat Marvin mendapatkan sesuatu yang tidak pernah dia dapatkan dari Zeline. Maka itulah Marvin lebih banyak meluangkan waktunya untuk Dhini - ketimbang untuk Zeline - sekedar untuk bertukar kabar, bercanda, hingga curhat. Namun ironisnya, Zeline tidak pernah menaruh rasa curiga sedikit-pun terhadap Marvin, karena dia terlalu fokus dengan kesibukannya.
 
****
 
Setelah beberapa bulan telah berlalu; pemerintah mulai melonggarkan kebijakan larangan beraktivitas di luar rumah; tapi pemerintah juga menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat. Toko, restoran, dan perkantoran dapat beraktivitas seperti biasa, tapi dengan penerapan protokol kesehatan, serta waktu yang sangat dibatasi. Orang-orang mulai kembali beraktivitas normal, tapi jumlahnya masih sedikit, sehingga suasana kota masih tampak sepi.
 
Di saat itulah, Marvin dan Zeline mulai kembali beraktivitas seperti semula. Akan tetapi, Zeline menjadi lebih sibuk, karena banyak sekali proyek busana yang tertunda akibat larangan pemerintah. Walhasil, Marvin melihat keadaan itu sebagai sebuah kesempatan, sehingga dia bisa mengajak Dhini untuk bertemu langsung. Untungnya Dhini setuju dengan ajakan Marvin, sehingga mereka mulai mengatur waktu dan tempat untuk saling bertemu. Sampai pada akhirnya, mereka memutuskan untuk bertemu di sebuah kedai kopi yang berada di Jalan Pasar Baru, Jakarta Pusat, pada sekitar jam tiga sore.
 
Ketika hari yang ditentukan telah tiba, dengan perasaan yang antusias dan bergendang, Marvin segera datang ke lokasi temu dengan pakaian yang rapi dan tiba setengah jam lebih awal di lokasi temu. Di sana Marvin mendapati Dhini yang telah tiba lebih awal darinya; tampak sedang duduk disebuah kursi sofa yang bersebelahan dengan kaca jendela kedai; hanya ditemani oleh secangkir kopi hangat. 

Dia menggunakan sebuah masker kain berwarna hitam; mengenakan kemeja putih polos dan rok panjang bermotif batik merah maroon; membawa tas jinjing berwarna putih kemerahan dengan ukuran yang cukup besar. Penampilan itu terlihat sangat tua untuk perempuan seusia Dhini, tapi Marvin tidak memedulikan hal tersebut.
 
Lantas Marvin segera menghampiri Dhini dan memulai interaksi dengannya. Alhasil, terjadilah sebuah percakapan yang intim; sampai-sampai mereka tidak sadar bahwa mereka sudah menghabiskan hampir dua jam. Marvin sangat senang selama berinteraksi dengan Dhini, sehingga mulai menumbuhkan benih-benih nafsu berahi di dalam batinnya. Di situlah bisikan bejat mulai datang membisik pikiran Marvin. Tampaknya dia tergoda untuk melakukan hubungan intim dengan Dhini. Sebab selama menikah, Marvin belum pernah melakukannya dengan Zeline.
 
Walhasil, Marvin mengajak Dhini untuk mampir ke sebuah penginapan. Berkat akal cerdik dan rayuan manipulatif, Marvin berhasil membujuk Dhini. Sehabis dari itu, Marvin mulai mencari-cari sebuah penginapan melalui sebuah aplikasi online. Sampai pada akhirnya mereka mendapatkan sebuah hotel di kawasan Jakarta Timur, dengan harga yang murah. Lantas Marvin segera memesan satu kamar di hotel itu untuk satu malam. Arkian, setelah proses pemesanan kamar sudah beres, mereka segera memesan taksi online untuk segera menuju ke lokasi tersebut.
 
****
 
Setibanya di dalam kamar hotel, mereka mulai bermesraan, serta tidak lupa bagi Marvin untuk melempar kalimat-kalimat rayuan manis yang menggoda. Sampai akhirnya suasana menjadi lebih intim. Tanpa adanya perintah atau paksaan, mereka mulai melucuti pakaian mereka masing-masing. Arkian, mereka mulai bersanggama di atas kasur. Tampaknya Marvin sangat menikmati persetubuhan tersebut, seakan dia baru saja mendapatkan sebuah pengalaman yang tidak pernah didapatkan dari istrinya, meski itu berasal dari perempuan lain. Marvin sadar bahwa dia telah berselingkuh, tapi dia tidak peduli dengan hal itu, karena pikirannya telah dikuasai oleh nafsu berahi.
 
Setelah sekian lama mereka bersanggama; akhirnya mereka sama-sama mencapai orgasme. Di saat itulah, Dhini melaung penuh kenikmatan dengan suara yang ganjil dan terdengar tidak manusiawi. Marvin yang mendengarnya, lantas dia terkejut dan bergidik ngeri. Secara mengejutkan, Marvin mulai mendapati sebuah fenomena aneh dan horor dari rekan mainnya. 

Fisik Dhini mulai berubah menjadi sebuah sosok yang menakutkan; menjijikan; cacat aneh; tampak seperti hibrid manusia-amfibi. Tubuh Dhini yang basah dengan peluh, kini makin terasa lebih lengket dan berlendir, sekaligus mengeluarkan bau lada yang luar biasa menyengat. Lebih-lebih mata Dhini juga ikut berubah; tidak seperti mata manusia pada umumnya; berwarna hijau zamrud yang sangat mengganggu dan menakutkan; membuat keadaan menjadi lebih horor.
 
Marvin yang menyaksikan langsung perubahan fisik Dhini itu, dia merasakan sebuah kengerian - sekaligus rasa jijik - dan berbagai perasaan lainnya yang bercampur aduk di dalam batinnya. Rasa tidak percaya dengan apa yang dilihatnya; karena itu tampak seperti mimpi buruk di siang bolong dan jauh dari akal sehat.
 
Tiba-tiba Dhini langsung menanamkan seluruh jemari tangannya ke dalam punggung Marvin, sehingga menciptakan sebuah luka yang dalam, sekaligus rasa sakit yang dahsyat. Marvin hanya bisa menjerit kesakitan, sembari berusaha memisahkan tubuhnya dari Dhini. 

Dengan sisa kekuatan dan kesadaran yang tersisa, Marvin melihat Dhini menyeringai durjana; memperlihatkan mulut lebarnya dengan bibir yang menyatu dengan gigi tajam tidak beraturan dan berbentuk seperti paku. Lalu Dhini langsung menerkam leher Marvin, serta merobeknya dengan beringas. 

Darah mulai bersibaran ke mana-mana; menodai kasur yang berwarna putih. Marvin hanya bisa meronta-ronta kesakitan dengan tubuh yang masih terkunci dengan tubuh Dhini - akibat dari tusukan jemarinya - sampai tewas akibat kehabisan darah.
 
Lantas Dhini segera menyeret mayat Marvin ke kamar mandi dan di masukan ke dalam bak mandi. Di sanalah Dhini mulai melakukan aksi yang mengerikan. Dia memakan mayat Marvin; merobek-robek kulit dan dagingnya; menggerogoti tulang-tulangnya. Dhini memakan setengah dari tubuh Marvin dengan lahap, selayaknya binatang yang sangat kelaparan. Walakin, perihal yang mengejutkan, meski Dhini sudah memakan setengah dari tubuh Marvin yang berukuran lumayan besar, tapi tidak ada perubahan yang mencolok pada tubuhnya.

****
 
Setelah selesai memakan setengah dari tubuh Marvin; Dhini segera mengambil tas jinjingnya; lalu dia mengeluarkan sebuah kantong kresek hitam yang berisi sebuah pisau daging, sebuah gergaji besi, dan beberapa lipatan kantong kresek hitam yang berukuran besar. Kemudian Dhini mulai memutilasi mayat Marvin; mencincang daging-daging Marvin; menggergaji tulang-tulangnya agar menjadi potongan kecil; kalakian memasukkannya ke dalam kantong kresek secara terpisah antara tulang dan daging. Tidak lupa juga Dhini mengambil beberapa barang milik Marvin; seperti arloji, dompet dengan uang yang telah dikeluarkan terlebih dahulu, pakaian, dan ponsel yang telah dinonaktifkan; lalu memasukannya ke dalam kantong kresek hitam; disatukan dengan potongan daging dan tulangnya.
 
Arkian, Dhini kembali berubah ke wujud manusia; lalu membersihkan diri; kemudian pergi keluar hotel dan menuju ke sebuah toko terdekat untuk membeli bubuk kopi, cat pilox sewarna dengan dinding kamar hotel, cairan pembersih lantai, sprei putih, beberapa sarung bantal dan kasur, dan pewangi ruangan. 

Setelah itu, Dhini kembali ke kamar hotel; lalu mulai menyemprotkan cat pilox - sewarna dengan warna dinding - untuk menutupi noda-noda darah di dinding kamar; membersihkan lantai yang kotor karena darah; mengganti kasur - sekaligus sarung bantal - yang penuh dengan noda darah dan cairan dari tubuh Dhini; menyemprotkan wewangian ke seluruh sudut kamar hotel. Sehabis itu, Dhini mulai menabur serbuk-serbuk kopi di dalam kantong kresek yang berisikan potongan tubuh Marvin, agar mengaburkan bau amis yang busuk.  
 
Setelah semua sudah terlihat bersih - tidak ada jejak pembunuhan yang tertinggal secara jelas - Dhini segera memasukan kantong-kantong kresek hitam besar itu ke dalam tas jinjingnya. Lantas dia pergi meninggalkan kamar dan menuju ke meja resepsionis untuk melakukan check-out dan membayar penginapannya dengan uang dari dompet Marvin. Ketika si resepsionis menanyakan keberadaan Marvin, Dhini hanya menjawab bahwa dia sudah pergi lebih awal karena ada urusan mendadak, sehingga meminta dirinya untuk mengurus check-out. Tanpa ada rasa curiga, si resepsionis tidak memberikan respon apa-apa, selain melakukan check-out kamar.
 
Alhasil, Dhini berhasil keluar dari hotel tanpa ada seorang-pun yang mencurigainya. Dia terus berjalan meninggalkan hotel, menuju ke sebuah tempat yang gelap dan sepi. Di sanalah dia membuang beberapa kantong kresek hitam ke sebuah tempat sampah umum, yang kebanyakan berisi potongan-potongan tulang Marvin yang sudah sedemikian rupa dibuat agar terlihat seperti potongan tulang sapi.
 
Kalakian, Dhini mulai membuka ponsel dan memesan ojek online untuk menuju ke kampung halamannya. Selang beberapa waktu kemudian, Dhini berhasil mendapatkan seorang sopir ojek online, bernama Tejo, sehingga dia mulai menunggu di pinggir sebuah taman yang gelap, serta tidak jauh dari tempat dia membuang potongan-potongan tulang Marvin.
 
Tidak lama kemudian, datanglah sebuah sepeda motor dengan logo ojek online, dan berhenti di hadapan Dhini. Lalu sopir ojek online itu bertanya;
 
"Mbak Dhini ya?"
 
Dhini hanya menganggukkan kepala.
 
Lantas dia memberikan helm penumpang kepadanya. Kemudian Dhini segera mengenakan helm tersebut dan duduk di bangku belakang motor.
 
"Permisi mbak, lokasi tujuannya ke mana ya?"
 
"Kampung Rawabelis, mas."
 
Bersambung ke "Penumpang ke Kampung Rawabelis".




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline