Lihat ke Halaman Asli

Di Pusaramu Aku Menangis

Diperbarui: 5 Februari 2023   10:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image caption dream.com

Ibu, di pusaramu aku menangis. Kala teringat betapa jasamu tiada tara. Sembilan bulan engkau mengandung. Menjagaku siang dan malam, di dalam perutmu. Namun tak pernah engkau mengeluh akan capeknya dirimu

Pekerjaan seperti biasa, sebagai ibu rumah tangga dan juga pencari nafkah selalu engkau lakoni. Dalam keadaan lemah, pucat pasi, mual dan muntah berkepanjangan bahkan terkapar sekalipun, engkau tak pernah menyerah

Katamu engkau kuat, demi anakmu tumbuh sehat dan selamat. Hari berganti bulan, akhirnya anakmu ini mau melihat terangnya dunia. Perjuanganmu bertambah parah. Sakit yang tak terkira melilit pinggang. Rasanya bumi mau terbalik dan langit mau runtuh, semua tulang terasa mau remuk

Begitulah sakit yang engkau derita, namun saat aku terpekik, rasa sakitmu seakan hilang. Air mata derita berganti senyum bahagia. Padahal darahmu mengalir begitu banyak. Membungkus tubuh mungilku yang engkau cinta

Seiring berjalannya waktu, aku kecil engkau rawat dengan penuh kasih sayang. Hingga tumbuh jadi anak yang punya cita-cita. Engkaupun sekolahkan aku dengan linangan air mata. Karena hidup tak seindah bulan purnama

Namun setelah cita-cita itu tercapai, belum sempat aku balas jasamu, engkaupun pergi untuk selamanya. Ibu, betapa ingin aku hidup bersamamu, menikmati dunia ini, kita bersuka ria walau hanya dengan makan sepiring berdua. 

Karena itu yang sering kita lakukan saat aku masih kecil dahulu. Aku rindu sekali hal itu ibu. Namun semua hanya bayangan masa lalu yang aku dapati. Yang ku bisa kini hanya menangis di atas pusaramu ini, seiring salam dan do'aku teruntai untukmu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline