Hidup di kampung sebagai anak petani banyak sekali yang bisa aku saksikan. Namanya tinggal diperbukitan tentu saja udaranya sangatlah asri. Kalau di siang hari sejuknya minta ampun. Bahkan muka sampai mengering ditiup angin.
Kalau malam jangan ditanya dinginnya seperti apa. Rasa berada di dalam lemari es. Sebagai penghangat badan, masyarakat sering merokok laki-laki dan perempuan sama saja. Hidup sederhana tak ada uang masuk, kecuali kalau sudah ada tanaman yang panen, membuat masyarakat tak mampu membeli rokok.
Dari sinilah ada inisiatif masyarakat untuk merokok dengan memakai daun enau atau daun pucuk aren yang akan dijadikan sebagai pengganti rokok. Caranya, daun itu yang masih putih disebut pucuk, diambil dari pohon enau. Lalu dibuang kulit arinya, kemudian digulung sesuai selera dan di salai.
Setelah kering barulah dipotong-potong sesuai ukuran yang diinginkan. Kemudian dikasih tembakau di dalamnya dan digulung. Nah, jadilah seperti rokok. Lalu dibakar dan dihisap. Aih.. luar biasa asapnya, rasanya pun enak juga, sama seperti rokok kata yang nyoba.
Ini pun gunanya adalah sebagai penghangat badan saat pulang dari sawah atau diladang dikala senja. Bagi yang sudah kecanduan sampai sekarang rokok daun enau masih dipakai. Bentuknya lucu tapi ya rasanya bung, luar biasa bagi masyarakat.
Syukurnya mereka tak beli lagi tembakaunya. Tinggal di ambil dari ladangnya sendiri. Di racik dan dikeringkan. Di semprot dengan air gula aren dan zat lainnya agar rasanya maknyus. Katanya begitu. Kompasianers penasaran...ayo coba aja kalau memang ingin tau rasanya. Ha...orang melarang merokok malah aku menyuruh ya... kwkwkw...maafin diriku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H