Banyak hal menarik dunia kuliner. Buat saya kuliner itu tak sekadar masak lalu orang makan dan tak sekadar makan lalu kenyang.
Dari sisi konsumen, kalau saya dalam posisi sebagai konsumen yang menyantap masakan orang lain. Selain kenyang, sedapat mungkin saya tahu makanan yang saya makan aman, sehat, dan bergizi.
Dari sisi produsen, seandainya saya yang masak, saya harus memastikan masakan saya sehat, dibuat dari bahan segar, bergizi dan dimasak secara benar dan aman kalau kondisi sedang normal (bukan sedang darurat).
Saya kira semua akan melakukan hal ini jika berada dalam kodisi memungkinkan dan normal, bukan sedang perang dan lain sebagainya.
Kuliner Bukan Sekadar Masak dan Makan, namun Juga Soal Seni, Skill, Sejarah dan Budaya
Berkat ngendon di rumah aja tiap weekend, maka selain masak, makan, baca buku (Kalau judul dan isinya kena di hati), makan, masak lagi, makan lagi, nonton lagi, saya jadi terjerat pada tontonan Chef's Table di Netflix.
Chef berbagai kawasan dunia ditampilkan. Tentu saja ada dari Indonesia, netflix menampilkan maestro Gudeg dari Yogya, Mbah Lindu (sekarang sudah almarhumah, Al Fateha buat beliau) hanya di acara berbeda yaitu Tajuk berjudul Street Food Asia.
Ya Indonesia tak kekurangan pakar kuliner. Kita kenal William Wongso, almarhum Bondan Winarno, Sisca Suditomo, Andrian Iskak, Akbar Ramadhan dan lain sebagainya. Lain kesempatan saya akan tulis tentang perjuangan pakar kuliner Indonesia.
Kali ini saya akan menuliskan tentang Musa Dagdeviren dan Bo Songvisava.
Sebetulnya sepintas saya juga sudah menulis tentang Alex Atala dalam tulisan saya tentang Perempuan Baniwa dan Cabe Rawit Mereka di blog pribadi saya.
Musa Dagdeviren, Antropolog Kuliner yang Menjaga Tradisi dan Menyatukan Orang Turki Dengan Masakannya