Teman kami di Kompal ada yang merayakan Waisak, yaitu mba Grant Gloria Kusuma. Teman di Kompasiana, banyak setahu saya ada Bro Wang Eddy dan Bro Ronny. Tentunya kami saling mengucapkan perayaan Hari Raya Masing-masing. Ketika kami merayakan Idul Fitri, pun ketika teman-teman merayakan Waisak seperti hari ini.
Lama saya merenung dinihari selepai shubuh tadi, diantara buku-buku yang jeda saya baca, lalu saya menyadari hari ini tanggal 7 Mei 2020 adalah Hari Waisak ke 2564 Buddhis Era (BE) dan jadi libur nasional. Apa yang berbeda di Tahun ini ? Sudah pasti beda banyak dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Waisak selalu identik dengan 3 (tiga) perayaan oleh karenanya disebut Peringatan Trisuci Waisa. Biasanya dirayakan umat Budha dengan melakukan ritual puja-bhakti di wihara. Ritual puja-bhakti dilakukan umat Budha untuk mengingat kembali ajaran sang Budha, mencontoh perilaku sang Budha dan melaksanakan ajaran agama Budha dengan baik.
Waisak juga identik dengan Bulan Purnama dan selalu jatuh pada malam purnama. Hari Raya Waisak Umat Budha adalah perayaan dalam rangka memperingati Tiga Peristiwa penting yang dialami Sang Budha dan menjadi ajaran penting Agama Budha dan terjadi pada malam purnama di bulan Mei atau vesakha atau Waishakha (Bahasa Sansekerta). Tiga peristiwa penting itu adalah:
- Kelahiran Pangeran Sidharta. Pada tahun 623 SM, Pangeran Sidharta Gautama putra dari Raja Sudodhana dan Ratu Mahamaya lahir di Taman Lumbini, India (sekarang termasuk wilayah Nepal). Sidharta lahir di dunia sebagai seorang Bodhisatva (Calon Buddha, calon seseorang yang akan mencapai kebahagiaan tertingggi).
- Pencapaian Penerangan Sempurna. Pada usia masih muda, 29 tahun Sidharta pergi ke hutan untuk mencari kebebasan dan makna hidup. Dia menyaksikan bahwa manusia akan mengalami 4 (empat)) peristiwa yaitu lahir sampai dewasa, tua, sakit dan mati. Beliau mencapai pencerahan sempurna dan menjadi Samyaksam-Budha pas pada saat bulan Purnama ketika beliau berusia 35 tahun pada tahun 588 SM .
- Parinibbana. Parinabba adalah moment wafatnya Sang Budha. Setelah 45 tahun berkelana sambil menyebarkan Dharma ajarannya, Sang Budha wafat di usia 80 tahun di Kusinara, India. Konon, dalam ajaran Budha disebutkan abhwa semua mahluk dan para dewa bersujud memberi tanda penghormatan terakhir . Perisiwa ini terjadi di tahun 543 SM
Setau saya selain mengajarkan Darma, Sang Budha juga mengajarkan bagimana manusia menjaga keinginan duniawi (hawa nafsu) dan keseimbangan kehidupan dunia dan alam masa selanjutnya. Seperti halnya Islam yang mengajarkan kesimbangan Dunia dan Akherat walau tak sama.
Waisak yang Tahun ini Berbeda
Jika kawan-kawan setelah ibadah di vihara biasanya saling mengunjungi (Bahasa Palembang Sanjo-sanjo) maka tidak tahun ini. Sanjo-sanjo atau kunjungannya secara virtual atau online saja. Jika biasanya Perayaan Waisak di Indonesia yang dipusatkan di Candi Borobudur, maka tidak tahun ini. Biasanya menjelang dan selama perayaan Waisak umat Budha dari seluruh penjuru Indonesia dan dunia akan berkumpul di halaman Candi Borobudur.
Selain berdoa, ada pawai dan sebagainya. Sudah pasti selalu rame pake banget. Tahun ini, para pemuka agama. pengurus Bhiksu dan rohaniawan Agama Budha telah mengeluarkan aturan dan himbauan untuk tidak merayakan secara besar atau berkumpul di halaman Candi Borobudur mapun vihara-vihara yang menyebar di beberapa kota tanah air melainkan di merayakan Waisak di rumah saja, di rumah masing-masing.
Waisak dan Spirit Ramadan
Meski tak sama, tetapi spirit Waisak dan Ramadan sama-sama mengajak manusia untuk belajar mengendalikan dan menahan hawa nafsu. Rasanya syahdu sekali tahun ini, umat Islam melaksanakan Ramadan dan Umat Budha melaksanakan perayaaan Hari Suci mereka Waisak dengan spirit berbagi kebaikan dan berbagi spirit pengendalian diri.
Saya merasakan aura ini pas tadi pagi buka WAG Kompasiana dimana dalam hening kami yang menjalankan Ramadan maupun kawan lain kristiani seperti Dok ter Posma, Mba Maria Etha dan Araako yang Kristiani mengucapkan Selamat Merayakan Waisak untuk mba Grant. Sambil memberi support, tak apa merayakan Waisak secara Online di Rumah saja. Yang penting mendapat esensinya, menjadi pribadi yang lebih baik, lebih menjalankan Dharma dan lebih menjaga keseimbangan dunia dan hari berikutnya.
Tiga Hikmah Waisak dan Ramadan Yang Sama-sama Dirumahkan
Semua hal ada hikmahnya, he gak bosan-bosannya saya mengatakan ini. Ini adalah optimisme saya. Dengan Waisak dan Ibadah puasa yang dihimbau untuk dilakukan di Rumah masing-masing bersama keluarga masing-masing, yang saya sebut Dirumahkan itu, ada hal yang terjadi. Kita jadi lebih peka melihat situasi. Kita jadi bisa melihat segala sesuatu dengan lebih hening dan lebih kedalam, rasanya esensi Waisak atau Ibadah Ramadan lebih maknyes, masuk ke benak, dan khusuk sih kata saya.
- Mengurangi Kemubaziran dan menghemat. Di WAG Kompal kami ngobrol, kata Dokter Posma Waisak di Rumah saja ini setidaknya mengurangi kemubaziran dan jadi lebih hemat juga. Saya setuju sekali ini. Banyak contoh, makan ini belum selesai, sudah menyantap yang lain menyebabkan makanan yang tak selesai itu lalu terbuang. Kemubaziran orang sanjo-sanjo Waisak, perayaan agama Apapun sering banyak juga. Apalagi di Palembang kadang ada yang Muslim sanjo ke kerabatnya yang merayakan Waisak atau Natal minta disediakan Bir, apah ? tapi ada terjadi. Entah apa sebabnya (mungkin belum selesai jadi Muslim, baru KTPnya saja).
- Membuat diri lebih peka supaya paham esensi ibadah kita. Ketika yang sekadar keriuhan hura-hura dan makan berlebihan tidak mendapat esensi dari ajaran Budha, mungkin dengan merayakan di rumah saja banyak hal yang bisa dipetik. Mengurangi kemubaziran menghemat juga karena kita tidak tau sampai kapan Covid-19 ini akan menyelimuti kita. Teman-teman yang merayakan bisa lebih hikmat menjalankan ibadah perayaan Waisaknya. Teman-teman yang biasa sanjo asal sanjo juga berpikir juga. Termasuk kami yang Muslim, dengan banyak ibadah Ramadan di rumah saja, ini membuat kami lebih peka dan berupaya lebih khusuk
- Menjadi ajang perekat dan pemersatu umat. Dengan di rumah saja, asal kita mau mengambil hikmah maka kita semua, Umat Islam, Budha, Kristen, Hindu dan lain sebagainya menjadi lebih kompak dan bersatu bahwa musuh bersama kita adalah kebodohan dan kepanikan berlebihan. Termasuk kebodohan selama upaya kita menghilangkan Pandemi Covid-19 ini. Covid-19 ini sedang mengajari kita sekaligus menguji kita. Menguji hati akal sehat kita, menguji nurani kita, termasuk menguji dan mengajari kita tentang kekompakan kita.
Begitulah hikmah dari Waisak dan Ramadan yang sama-sama dirumahkan ala saya. Kita bisa memetik hikmah dari belajar dari keduanya, kalau kita mau. Kita bisa kalau kita mau, saya optimis.