Lihat ke Halaman Asli

Elly Suryani

TERVERIFIKASI

Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Sampah

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku merasa diriku sampah. Sampah terhitam dan terkotor yang pernah ada. Sebab apakah aku begitu ...? Entahlah. Tak jelas sebabnya. Kuingat-ingat lagi kenapa aku begitu. Rasanya, sudah hampir sebulan ini aku merasa diriku sampah. Sedang apapun aku, sedang bergelora, sedang bahagia, sedang berbinar-binar, sedang tersnyum, pada saat hening...tubuhku terasa dingin. Sesuatu tiba-tiba menohok bak sembilu. Lalu sebuah kata terdengar "Sampah"

Wahai kenapakah dengan aku ?, kutanya hatiku. Tak kumiliki jawabannya, melainkan kata "sampah" itu memenuhi benakku.  Sampah. Sampah. Sampah. Ia terdengar lagi.  Rasanya aku ingin melompati sebuah jurang. Jurang paling dalam dan paling terjal, kalau ada. Atau...menabrakkan kendaraanku hingga selesailah semuanya dan  kata "sampah" itu tak lagi terdengar.

"Kau memang sudah gila..", sebuah suara lain terdengar

"Santailah sedikit. Semua manusia adalah sampah, bila sampah yang kau maksud adalah kehinaan, perbuatan salah..."

Aku tak bisa menjawabnya. Lidahku kelu.  Dalam hati aku berkata,

"Tapi aku benar-benar merasa telah menjadi sampah. Tersampah dari sampah yang pernah ada..."

Hening seketika. Tak lama, suaranya terdengar lagi,

"Kenapa dengan dirimu....?"  tanyanya

"Entahlah.." jawabku

"Sudahlah. Menjauhlah sejenak dari sebab-sebab yang membuat dirimu merasa menjadi sampah itu. Aku tak begitu tau alasanmu. Kau enggan menjelaskan. Tak apa, itu hakmu. Saranku, berilah ruang pada dirimu sendiri untuk memeriksa hatimu. Untuk melihat sesampah apa dirimu. Bila kau tetap merasa dirimu sampah, tidak ada jalan lain, tinggalkanlah apapun bentuk-bentuk  tingkah dan laku yang menyebabkan kau merasa dirimu sampah. Apapun itu, siapapun itu. Selebihnya, santai saja. Jangan menjadi sampah, dan jangan lagi merasa dirimu sampah" serunya lagi.

Aku terdiam.  Tetap duduk di sudut ini hingga suaranya menghilang. Ia pergi sambil melambaikan tangannya padaku. Begitulah si Angin Selatan. Ia datang dan pergi kapan saja dia ingin. Sedang aku, sungguh aku ingin sekali menelan saripati katanya dengan kepalaku yang terangguk-angguk. Rupanya tidak. Tetap saja suara menohok itu terdengar hingga aku tergugu dan kedua sudut mataku basah. "Sampah !" kata suara itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline