Lihat ke Halaman Asli

Potret Komunitas Leko NTT dalam Bingkai Nasionalisme

Diperbarui: 10 Maret 2021   22:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

lekontt.com

Pertama-tama, saya ingin perkenalkan Komunitas Leko kepada para kompasioner. Komunitas Leko merupakan salah satu komunitas baca dan komunitas sastra, di salah satu daerah di Nusa Tenggara Timur. Sebagai komunitas baca dan sastra, Komunitas Leko memberi ruang kepada siapa saja, masyarakat NTT, untuk berpartisipasi dan berdinamika bersama. Kurang-lebih, komunitas ini menjadi semacam tempat dan sekaligus kesempatan pemberdayaan masyarakat, untuk kemudian melek literasi, entah dalam buku-buku fisik atau pun melalui platform digital. Selain sebagai komunitas baca dan sastra, Komunitas Leko juga menjadi semacam jurnalisme warga. Dengan kata lain, komunitas ini menjadi media yang massif dalam memberitakan tentang apa saja yang terjadi dalam keseluruhan realitas sosial masyarakat NTT. Bahkan, boleh dibilang bahwa komunitas ini telah menjawabi tantangan digitalisasi untuk mengkampanyekan pariwisata budaya; dan sekaligus sebagai bentuk usaha terhadap cagar budaya NTT. Hal ini bisa temukan dalam beragam konten komunitas tersebut, melalui website mereka, yakni www.lekontt.com.

Melihat keterlibatan dan aksi positif Komunitas Leko terhadap proses perkembangan peradaban masyarakat NTT, saya kemudian hendak berbagi tentang kesan dan apresiasi saya terhadap komunitas ini. Saya berpikir bahwa komunitas-komunitas semacam ini sangat dibutuhkan dalam lingkup kehidupan masyarakat tertentu; bukan saja di NTT, tetapi juga di seluruh daerah di Indonesia. Kehadiran komunitas-komunitas semacam itu, niscaya akan memberi andil yang konstruktif terhadap keseluruhan realitas sosial masyarakat daerah. Saya melihat bahwa apa yang sudah dimulai dan dijalankan oleh Komunitas Leko merupakan bentuk aplikatif terhadap perjuangan untuk terus menumbuhkan semangat nasionalisme.

Sementara itu, ketika era masyarakat informasi mulai tumbuh dan maraknya budaya populer yang berkembang, setiap kita tentu dituntut untuk membangun peradaban masyarakat nasional yang lebih baik dan tetap menjaga warisan budaya nasional yang ada. Setiap kita dituntut memiliki kesadaran dalam keterlibatan bersama demi mencapai dan mempertahankan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa; seperti pertanyaan yang sering didengungkan: "Mau jadi bangsa ap akita ini?". Maka, kita kemudian membutuhkan semacam semangat dan upaya untuk menjaga perjuangan nasionalisme ini. Dan saya mengamini, bahwa apa yang saya temukan dalam Komunitas Leko, menjadi semacam potret kebangsaan atau menjadi semacam semangat dalam bingkai nasionalisme. Mengapa demikian?

Pertama, Komunitas Leko merupakan komunitas baca dan sastra. Satu kenyataan yang perlu kita akui hingga saat ini adalah bahwa banga Indonesia memiliki tingkat literasi yang rendah di dunia. Bahkan, ini menjadi sesuatu yang kronis. Berbagai upaya dilakukan dalam membantu meningkatkan melek literasi di Indonesia. Tetapi tetap saja terbilang rendah. Maka, kehadiran Komunitas Leko di NTT, sekurang-kurangnya menjawabi permasalahan yang sedang dihadapi bangsa ini. Partisipasi dan niat baik komunitas tersebut sebagi ruang baca dan sastra menjadi semacam angin segar terhadapa peningkatan literasi di Indonesia, minimal dimulai dari NTT. Sehingga, kehadiran komunitas-komunitas semacam ini pun menjadi urgen keberadaannya. Setidaknya, keberadaan komunitas baca dan sastra yang sudah ada di daerah-daerah di Indonesia perlu eksis dan menjadi garda terdepat dalam memperjuangkan nasionalisme dan menyelamatkan literasi bangsa Indonesia.

Kedua, Komunitas Leko sebagai jurnalisme warga. Saya mendapati bahwa, komunitas ini kemudian juga menjadi media dan atau platform digital yang proaktif dalam menyuarakan apa saja yang menjadi saran, kritik, dan kebutuhan masyarakat di NTT. Komunitas ini menyapaikan sega isu dan juga peristiwa apa saja yang sudah terjadi di NTT. Persis, aktivitas semacam ini merupakan bentuk perwujudan semangat nasionalisme. Menjaga keutuhan bangsa, dengan memulainya dari daerah. Dan hemat saja, ini menjadi semacam pertimbangan khusus di era masyarakat informasi yang minim akan praktik demokrasi. Meskipun ada media-media besar di Indonesia, keberadaa komunitas semacam ini menjadi wadah tersendiri untuk menyampaikan apa yang tidak disampaikan media-media besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline