“When Jomblo Vs Smoke??”
Bagi sebagian orang, menjadi single adalah kutukan. Tapi buat aku, Single itu Anugrah. Aku ulangi lagi “Single itu Anugrah” apa?? Kurang gede?? SINGLE ITU ANUGRAH. A.N.U.G.R.A.H.
Sebagian dari kalian yang kebetulan lagi baca nih cerita aku pasti pada setuju dengan argument yang kedua. Kenapa? Banyak hal positif yang kita dapatkan tidak pada saat kita ‘Relationship’.
1.Bebas main game seharian tanpa ada yang mengganggu
2.Bisa fokus kalau ada ujian
3.Bisa tidur sepuasnya kalau hari libur, tanpa ada SMS ataupun Telpon yang mengusik
4.Ga perlu begadang telponan gara-gara kangen
5.Ga harus cuci motor setiap hari biar keliatan kinclong depan do’i
6.Kalau ngejam, tangan kiri ga perlu pegang handphone
7.Kalau ngeband, ga perlu diomelin sama temen satu band karena keasyikan SMS-an
8.Ga perlu keluar ujan-ujan buat bela-belain beli pulsa
9.Ga perlu curhat sama temen kost sampe tengah malam
10.Ga perlu habisin parfum temen kost (ga mampu beli parfum gara-gara kebeli buat pulsa :D)
11.Ga perlu repot-repot ngambek ke pacar gara-gara datang bulan
12.Ga perlu tarik nafas dalam-dalam kalau pacar lagi hobby ngambek karena datang bulan
13.Ga perlu bingung tanya sama temen satu kost “gue bagus pake baju yang mana ni”? yang ini bagus ga? Itu bagus ga? Ini? Itu? Rambut gue udah rapi belum?” bla bla bla
14.Ga perlu jadi tukang ojek
15.Ga perlu nemenin dia ke salon
16.Ga perlu gelisah kalau ga ada pulsa
17.Ga harus ngecek inbox pacar secara rutin
18.Mencegah terjadinya 'married by accident' :p
19.Ga perlu repot-repot cariin kado ulang tahun buat pacar
20.Ga perlu ngarang alasan untuk minta maaf karena telat jemput pacar
21.Ga perlu capek buat bilang/denger ‘sayang kamu dimana? Dengan siapa? Ngapain aja kamu disitu?’ atau wajib lapor : ‘sayang aku perlu dulu dengan Andi,, dia temen aku. .bla bla bla.
22.Ga perlu bilang ‘tenang sayang, dia kakak sepupu aku kok'
23.Ga perlu tanya 'cowok tadi siapanya kamu?' / ‘cewek tadi siapanya kamu?’
24.Ga perlu ancam anak orang 'woy, dia pacar gue! Awas kalau berani ganggu dia lagi!'
25.Ga perlu jambak-jambakan sama anak orang karena rebutan cowok
26.Ga perlu curhat di forum Heart to Heart, ataupun jejaring sosial lainnya
27.Bebas melirik siapa saja
28.Bebas bicara dengan siapa saja
29.Ga perlu senyum-senyum sendiri kayak orang gila
30.Ga perlu cemburu-cemburuan
31.Ga perlu marah-marahan
32.Ga diperbudak rindu
33.Ga perlu pusing mikir malam mingguan
34.Ga perlu terbuai mimpi-mimpi kosong
35.Ga perlu kehilangan siapapun
36.Ga perlu bilang ‘Sorry sepertinya kita ga cocok lagi’ pas udah bubaran
37.Ga perlu dengerin kalimat ‘kamu itu cewek baik, tapi sepertinya kamu bisa dapetin yang lebih baik dari aku’ (udah tau baik, kenapa diputusin?? Hellooo?)
38.Ga perlu bilang atau dengerin kalimat 'mungkin ini yang terbaik buat kita' pas udah bubaran
39.Ga perlu ada kepura-puraan lagi
40.Dan yang paling penting adalah GA HARUS SAKIT HATI!
Karena aku a girl alias cewek atau bahasa koreanya yeoja, so untuk point no 1 ,6, 7, 12 ,14 ,15, 20, 22, 24, dan 37 ngga termasuk. Tapi yang mau aku sampaikan disini adalah kenapa aku ngga bisa konsisten dengan kata-kata yang baru aja aku sampaikan pada kalian?? Sama loe loe pada? Kalian semua baca, baca itu pake mata, dari mata ntar langsung di transfer ke otak, dan selanjutnya otak kalian berpikir, hingga pada akhirnya kalian juga berpikir kalau aku sependapat dengan argument yang no 2? Iya kan? Gitu kan? Udah deh bilang aja!! *apaansih*
Awalnya aku mungkin sependapat dengan argument yang no 2, karena apa? Karena dengan status kita yang single kita bisa lebih bebas dalam menentukan gaya hidup kita sendiri tanpa harus bergantung ataupun menyesuaikan dengan pacar kita. Dalam kasus ini aku mau protes alias berontak atas argument yang aku buat sendiri khususnya point no 29-35. Coba deh liat point no 29. Aku bilang sama kalian ‘Ga perlu senyum-senyum sendiri kayak orang gila’. Tapi tsunami cinta tiba-tiba melanda diriku hingga pada akhirnya aku berhasil dan sukses senyum-senyum sendiri bukan ‘kayak’ tapi memang sudah gila. Gila karena pada kenyataannya aku mulai menyukai seorang cowok. Dari suka aku merasa deg-degan, dan dari deg-degan hingga tidak bisa mengatakannya aku senyum-senyum sendiri. TRAGIS.
--------
Gero. Begitulah nama sosok cowok aneh yang aku suka. Kenapa aneh? Karena aku juga aneh sekaligus heran kenapa bisa menyukainya. Tidak ada yang terlalu istimewa darinya. Dia sosok cowok yang biasa saja, sederhana dan (maaf) sedikit ‘gagap’ dalam bicara. Dan kalau boleh jujur, dia bukan tergolong cowok yang ‘ganteng’ tapi tidak juga termasuk dalam kategori ‘jelek’ terserah kalian saja menggambarkannya seperti apa yang jelas aku hanya bilang bahwa dalam kasus ini aku menyukainya.
Gero adalah temanku sejak menduduki bangku SMP dan tepatnya lagi satu kelas. Itu juga aku udah lupa emang bener sekelas apa enggak sama Gero. #eh?. Tapi dulu semua berjalan santai dan biasa-biasa saja sampai pada akhirnya kami bertemu lagi di kampus yang sama. Jurusan sama, hanya jam masuk saja yang berbeda.
Kesan pertama saat kami ternyata dipertemukan kembali di kampus yang sama adalah, masih biasa-biasa saja seperti sebelumnya antara aku maupun dia.
Dimana-mana yang namanya cewek pasti ngga jauh-jauh dari satu hal yang bernama ‘Ngegosip’. Dan bagi reader yang kebetulan cewek juga aku yakin pasti mengiyakan kok. Seperti sekarang ini aku bareng sama temen-temen cewek aku ngobrol ngalur ngidul ngobrolin ini dan itu, sampai pada akhirnya jatuhlah pertanyaan tepat pada diriku.
“Nah Ta, gimana? Masih betah sama status kamu?”
“Status?”
“Ngga usah pura-pura ngga tau gitu deh”
“Yeaaaah I do. I’m really enjoy with that. So, what’s your problem?” Ucapku dengan ekspresi yang sepertinya baik-baik saja.
“Ebuseeeet yakin banget kamu ngomong gitu?”
“Looh emang iya kok” Jawabku mantap –engga, tepatnya-berbohong.
“Emangnya kamu ngga bosen ya jomblo terus?” Tanya Ulfa santai seraya menyedot asik Orange Juice miliknya.
“Emangnya ngga ada gitu cowok yang kamu taksir? Selama ini?”
Ada Nin. Ada. Buaaaaaaaaaanyak banget malah. Dan parahnya ada satu cowok yang emang bener-bener aku taksir, tapi sayangnya aku belum bisa cerita ke kalian semua.
“Hemm bukan ngga ada Nin, tapi mungkin ngga ada yang mau ngelirik dia hhahahaha. Oh atau jangan-jangan kamu ngga normal ya Ta hehehehe. Eh eh eh kidding Girl, kidding”
Aku mengerucutkan bibir sebal. Becandaan Nina bener-bener ngga lucu! Ngga mutu! Maksudnya apaan coba dia ngomong gitu. Sumpah demi kantong doraemon pun aku ngga terima. Emangnya separah itukah sampai-sampai ngga ada cowok yang mau ngelirik aku? Aku ngga normal? Jelas-jelas banyak cowok kok yang aku taksir Cuma masalahnya adalah ‘apakah mereka naksir aku apa engga’. Problem. Problem. Problem. Aiiisssh yang bener aja? Tapi. . . kalau emang bener kayak gitu gimana dong? Kalau emang bener, berarti keadanku bukan Cuma sedang berada di ujung tanduk tapi lebih parah daripada kucing yang kehilangan anaknya. #loh?
Tenang Sita, Tenang. Kamu ngga separah itu kok. Tenang ya, Rilex, rilex. Ucapku lebih pada diri sendiri.
“Udah deh ya Ulfa, Nina, dan kamu Yesi kalian tenang aja deh, ngga usah khawatir tentang aku. Lagipula dunia ngga akan kiamat kok Cuma gara-gara aku Jomblo eits ralat I’m a Single ok and No Comment!”
“Kamu yakin ngga masalah gitu?”
“he eh” Aku mengangguk mantap. Bukan mantap tapi karena ngga pengen jadi bulan-bulan nya mereka lagi hanya karena aku ‘belum punya Pacar’ yang aku rasa itu adalah hal mutlak yang juga dimiliki oleh sekian banyak orang kan? “Next cari topik lain aja deh!” Aku menghentak pelan segelas Cappucino dingin yang aku pegang mulai merasa risih dengan topik pembicaraan yang ujung-ujungnya pasti tertuju ke aku aku aku aku dan aku juga.
------
I’m really enjoy with that. I’m really enjoy with that. Astaga apa aku benar-benar mengatakan kalimat itu?? Huaaaaa big no no and big not like that girls. Aku ngga bener-bener enjoy dengan statusku sekarang ini. Siapa coba yang ngga bosen? Sudah 2 taun? Emang sih ngga lama-lama amat, tapi siapa coba yang ngga envy kalo liat yang lain pada gandeng pacar masing-masing. Melintas dengan seenak kentut mereka melewatiku, tepat di depan mataku dan itu semua menggangu pandanganku! Siapa coba yang ngga cemburu kalo liat yang lain ada pacar yang bisa diajakin nonton tapi kita engga? Siapa coba yang ngga marah kalo diejekin terus karena belum bisa dapat gebetan lagi? Siapa coba yang ngga rindu di ninaboboin dengan kata-kata manis penghantar tidur? Siapa coba yang ngga pusing mikirin malam mingguan? Paling ngga kita mau keluar sekedar cuci mata di Mall? Dan siapa coba yang ngga ngerasa kehilangan? Emang bukan objek nyata sih, tapi kan paling ngga kita merasa kehilangan hati kita yang kosong? Dan tuh kan bener aku ngga konsisten dengan argumenku sendiri L.
Kembali pada Gero. Nah dia ini nih yang bisa buat aku yakin buat ngebuktiin kalo aku itu cewek normal yang fall in love sama lawan jenis buka sesama jenis. Ngerti kan maksudnya?
Ngga ada PDKT PDKTan sama Gero. Sebelumnya aku juga ngga menyangka kalau pada akhirnya aku bakal beneran menyukai Gero. Semua berjalan begitu alami. Aku anggapnya sebagai teman begitu pula dengan dirinya. Ngobrol, becanda, tukar info semua juga berjalan sedemikian alaminya dalam kata lain ngga di buat-buat.
Seiring waktu berjalan, pertemanan kami pun semakin dekat. Aku bahkan pernah sekali meminta bantuas jasa darinya.
Jadi begini.
Saat ini tepat di hari ujian semester ganjil. Aku sedikit frustasi sekaligus confused ngga tau mesti pelajari soal apa. Tiga minggu aku absent kuliah karena Pasca Operasi Usus Buntu yang aku jalani. Terang saja dalam waktu yang terbilang lumayan lama itu aku ketinggalan banyak materi, salah satunya adalah ‘Animasi Flash’. Aku yang termasuk bloon mengenai materi tersebut jelas saja bingung tingkat dewa dan lebih bingung lagi karena ternyata aku ngga tau apa-apa aja yang harus dipelajari. Tapi Tuhan berkata lain. Gero adalahsalah satu objek yang dikirim Tuhan untuk menjadi penyelamatku, bukan! Ralat! ‘Pemanduku’ dalam kasus ini. Dengan sabar dia mengajariku langkah-langkah membuat animasi sederhana yang kebetulan dipahaminya. Meskipun aku sedikit lambat dan kerap menimbulkan perselisihan pendapat dalam proses pembelajaran, tapi dia tetap Sabar bahkan mengulanginya lagi dan lagi hingga aku mengerti dan paham dengan sendirinya. Dari sini aku bisa dapat satu point plus darinya ‘Dia termasuk Patient Boy. Yeeaaah i think.
Keesokan harinya.
Ujian di mulai. Peserta masuk ruangan. Soal dibagikan. Aku tatap soalnya, aku baca sekilas. Mudah. Aku letakkan soalnya. Aku mulai mencoba mengaplikasikan soal pada layar laptop di depanku. 15 menit berlalu. Ngga ngerti. Aku ambil soal dan ku coba pahami lagi. Aku menggeleng pada objek yang aku pegang. Ngga paham. Aku kembali pada design animasi di layar. Sebisa mungkin aku coba untuk mengakalinya sesuai perintah di soal. Setengah jam berlalu. Ngga fokus. Aku mendesah kesal, merutuki ingatanku yang kenapa dengan ngga tepatnya ‘Blank’pada apa yang udah aku pelajari kemarin sama Gero. Bener-bener payah. “Kenapa soal semudah ini aja aku ngga bisa?? Ralat!! Kenapa soal semudah ini ngga bisa aku pahami? Dan kenapa ingatanku harus yang yang pentium 1??” aku mengoceh dalam hati. Kini waktu yang tersisa tinggal 10 menit lagi sementara hasil designku baru betu-begitu aja, sama sekali ngga menarik. Aku ulangi.
SAMA SEKALI NGGA MENARIK.
NGGA MENARIK. Cuma ada barisan kotak ngga jelas dengan embel-embel kalimat yang aku sendiri juga ngga ngerti apa itu maksudnya aku buat begitu dan bla bla bla, sama sekali ngga mirip atau paling ngga ‘mendekati’ mirip dengan yang ada di soal.
Waktu habis dan alhasil aku Cuma bisa pasrah dengan hasil karyaku sendiri yang sudah pasti jelas-jelas ngga memuaskan!! Aku hanya bisa berharap instruktur mempunyai hati malaikat mau memberiku nilai yang ‘Membantu’bagi kelangsungan baik hidup dan matiku. Ah Lebay!! #abaikan.
“Gi. . gimana animasi flashnya? Bisa kan?” dari ujung telepon terdengar suara cowok yang khas dengan nada terbata-batanya.
Aku menggeleng, jelas saja tidak dapat dilihat oleh lawan bicaraku di balik telepon sana.
“loh kenapa?” tanya nya seakan bisa melihat kearahku langsung.
“Gagal. Blank. Buyar semua” jawabku pasrah dan tanpa ekspresi, sekali lagi aku katakan lawan bicaraku sudah pasti tidak bisa melihatnya.
“Tapi kemarin kan kamu udah bisa, lagipula udah kita bahas berkali-kali kan? Dimananya yang ngga ngerti?”
“Emmm aku juga ngga tau Ger. Semua blank gitu aja tanpa permisi, menyebalkan!”
“Kamu nya kali ngga konsentrasi. Coba ka. . “
“Mm Ger udah dulu ya, aku mau istirahat capek. Aku tutup telponya ya. Bye”
Tuuuuuuuuuuutt.... hubungan telpon teputus.
Aku mendesah pelan. Kembali kuingat ujian tadi yang membuatku depresi. Kenapa semua yang aku siapkan tiba-tiba ngeblank gitu aja? Aku yakin aku sudah latihan animasi itu berkali-kali. Konsentrasi? Dia bilang Konsentrasi? Gimana aku mau konsen kalau yang muncul di pikiran aku justru ‘Dia’? Dia sendiri bahkan tidak menyadarinya? Ngga ngerasa bersalah sama sekali? Aiiiissssh Menjengkelkan.
---
Waktu berjalan dan dengan sendirinya aku semakin dekat dengan Gero. Bukan dekat seperti Gula dan Semut, bukan juga dekat seperti idung dengan Upil. Engga. Engga kayak gitu. Normal. Namun, Satu hal yang kurang aku sukai darinya adalah “Dia Perokok”, yang belakangan aku tau bahwa hal itu sudah dilakoninya sejak duduk di bangku kelas 6 SD. Kalian bisa bayangkan kan gimana rasanya jadi orang yang ‘musuh’ banget dengan Rokok tapi ternyata terlanjur suka dengan orang yang ternyata punya jiwa ‘Smoke is my life’??? menyedihkan!
Menyuruhnya berhenti itu ngga mungkin, memintanya untuk mengurangi kadar smoke jelas saja itu ngga mudah. Perlu kesabaran ekstra untuk dapat melakukannya. Aku sudah pernah mencoba, memintanya agar berhenti dari kebiasaan buruk yang dapat merusak kesehatannya dan alhasil? Just the same Answer. Tidak bisa. Sudah pasti itu ngga mudah. Aku ngga tinggal diam. Dengan fasilitas teknologi yang serba canggih sekarang aku gunakan untuk browsing tentang bagaimana mengatasi solusi masalah ini.
Dari berbagai artikel yang aku baca, yang rata-rata ditulis sendiri oleh penikmat rokok ternyata memang tidak mudah apabila tidak ada niat dari masing-masing individunya. Niat apakah dia mau berhenti dari kebiasaan itu atau tetap bersikeras bertahan mengorbankan kesehatan tubuhnya. Aku tidak perlu memberitahu lagi pada kalian bukan apa dampak dari Smoking? Aku yakin semua orang juga tau.
Menyadari hal ini, Gero merasa terganggu. Aku yakin dia tidak suka dengan caraku yang berlebihan untuk membuatnya berhenti. Tapi, sebagai teman sekaligus orang yang menyukainya aku tentu harus melakukan hal itu. Bukankah demi kebaikan dia juga? Terpacu dengan tips yang aku baca di internet, aku pun mengikutinya seperti : Menyembunyikan korek dari pandangannya, jelas tujuannya sederhana. Merokok butuh korek api atau pematik bukan? sekedar membuatnya susah untuk meminjam korek. GAGAL. Aku lupa bahwa di kota yang tidak terlalu besar ini bisa dengan mudah mendapatkan korek api, di warung makan, kafe ataupun tempat-tempat lain. Menyuruhnya membeli merk rokok yang murah dan dia benci. GAGAL. Yang merk murah dia anggurin dan dia beli kesukaannya lagi. Sering mengajaknya ke tempat yang ada tulisan “No Smoking”. GAGAL juga. Malah dia menjawab “Aku bahkan terlihat seperti anak kecil yang harus mengikuti ibunya ke tempat-tempat yang tidak berbahaya. Meskipun itu hanya sekedar rokok”. Apa dia bilang? Sekedar? Huh apa aku harus menyuruhnya mengganti batang rokok itu dengan sabatang lolipop? Dua batang? Tiga batang? Atau lebih? Biar dia puas!
“Ok sudah hampir 2 bulan ka. . kamu pakai strategi kamu untuk membuatku berhenti, tapi hasilnya tetap sama. Ngga ada perubahan.” Ucapnya tegas seraya membuka telapak tangannya yang kosong diudara. “Sekarang apa lagi rencanamu?”
Aku diam. Tidak tau apa yang harus aku lakukan selanjutnya.
“Tidak ada?” Gero menggeleng menang. “Jadi. . . bisakah mulai sekarang kamu berhenti menyuruhku melakukan hal-hal gila seperti yang kemarin-kemarin kamu lakukan?”
Semuanya berubah saat negara api menyerang. Tidak. Bukan seperti itu.Tapi semua terasa tidak enak sampai ditelinga saat laki-laki di depanku itu mengatakan bahwa apa yang aku lakukan selama ini adalah “Hal Gila” baginya.
“Sita? Kenapa diam? Kehabisan ide? Atauuu udah keduluan sama Swiper?”
“Ngga lucu Ger!” ucapku mulai membuka suara. “Fine. Mungkin emang ngga berhasil sekarang. Tapi. . bukan berarti ngga mungkin pula kalau di coba lagi kan?”
“hah? Maksud kamu?” Sekilas mata Gero membelalak tepat ke arahku. Aku mengabaikan tatapan yang aku yakin dia sudah tau jawabannya itu. “Ta, kamu udah gila ya? Astaga. . kamu ini emang cewek yang bener-bener ngga kenal kata Nyerah ya! Aku ngga mau”
“apa dengan kamu bilang kamu ngga mau, aku bakal tinggal diam?”
Gero tampak sedikit emosi dengan jawaban dariku. Dia mengubah posisinya berdiri saat ini mendekat ke arahku, tepat di depan tempatku duduk saat ini. “Ta, kenapa sih? Kenapa kamu itu keras kepala banget? Kamu itu egois tau ngga! Selalu mentingin pendapat kamu sendiri. Aku udah bilang kalau ini ngga akan berhasil. Tapi tetep aja kamu nyuruh aku buat berhenti, ngelakuin hal-hal bodoh yang padahal kita yakin itu ngga akan mungkin”
Aku terkejut. Apa sekarang dia sedang marah? “si. . siapa yang bilang ngga mungkin?” suaraku sedikit tercekat enggan keluar. Aku. . aku gugup dengan tatapan itu. Apa kali ini dia akan membenciku? “Aku yakin kok kamu bisa. Hanya butuh waktu dan mantapkan niat aja” aku menundukkan kepala, tidak punya keberanian untuk menatap sorot matanya yang tajam tepat mengarah kepadaku. Gawat! What should i do? Help me!
Gero mendesah pelan, membuang pandang ke sekitar “Sepertinya aku yang sudah gila. Aku yakin sebelum aku mengenalmu lebih dekat, aku baik-baik saja dengan keadaanku. Tidak ada comment ataupun larangan yang berlaku buatku. I’m a free guy. Tapi. . semenjak kamu hadir masuk dalam kehidupanku, semua itu berubah. Aku bukan lagi laki-laki yang dengan bebasnya melakukan apa saja yang ingin aku lakukan. Aku juga bukan lagi laki-laki yang bisa dengan mudah mengatur hidupnya sendiri. Dan kamu tau kenapa? Semua itu karena kamu Ta, kamu! Karena kamu yang selalu ngatur-ngatur aku!”
Kali ini aku yakin sekali bahwa Gero sudah pasti sedang marah padaku. Tapi kenapa? Kenapa kata-katanya begitu membuatku sakit? Ada kepedihan tersendiri yang mulai menjalari tubuhku. Seperti inikah sosok laki-laki yang aku kenal jika sedang emosi? Dan itu semua karena akulah penyebabnya? Point no 40. AKU SAKIT HATI.
“Awalnya aku ngga masalah dengan ini, karena aku pikir kamu bakalan berhenti, tapi ternyata aku salah besar. Karena aku baru sadar bahwa kamu itu cewek yang pantang menyerah, mungkin sebelum musuh menyerahkan bendera perdamaian sekalipun” kali ini Gero berdiri memunggungiku. Entahlah mungkin dia enggan lagi melihat wajahku.
Suasana hening sesaat. Aku diam. Gero diam. Bangku taman diam. Pohon diam. Kodok diam. Tanah yang kami injak pun diam, tapi pikiran kami tidak diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing, menyatu dengan alam yang saat ini menyaksikan adegan percakapan kami berdua.
Gero menatapku kembali. “Kamu bilang kita teman kan?”
Aku mengangguk.
“Apa seperti ini pertemanan yang kamu maksud? Jika memang kita berteman harusnya kamu bisa menerimaku apa adanya kan? Bahkan kebiasaan burukku? Bukankah itu yang seharusnya dilakukan seorang teman kepada temannya?”
“Ger, aku..”
“Kamu. . kamu temanku kan? Kenapa kamu ngga coba ngerti kondisi aku Ta?”
“Kamu tuh salah Ger, justru karena aku temanmu (sekaligus orang yang menyukaimu entah karena alasan apa), aku peduli sama kamu. Aku takut kamu kenapa-kenapa. Sama kayak orang-orang yang aku kenal, orang-orang yang juga seperti kamu, berakhir di Rumah Sakit. Dan aku ngga mau itu terjadi sama kamu Ger! Apa aku salah? Dan apa sebagai teman aku juga salah menaruh perhatian lebih padamu?”
“Tapi aku ngga kenapa-kenapa kan Ta? Jadi apa yang perlu di khawatirkan? Aku udah besar, aku bisa mengatur hidupku sendiri. So, tolong berhenti Ta, Please. Lagipula aku itu bukan adik ataupun pacar kamu yang bisa seenaknya kamu atur-atur kan? Ini masalahku, jadi tolong berhenti mencampuri urusanku. Kenapa ngga urusin pacar kamu aja? Oh iya aku lupa. Kamu kan jomblo, sampai saat ini? Haha. . . bukan maksud mau gimana-gimana sih Ta, tapi kayaknya cowok-cowok juga bakalan menjauh kalau kamunya egois kayak gini”
Dunia boleh saja terus berputar, Bulan juga boleh saja memamerkan keindahan di setiap malam miliknya, tapi bahkan Gero sekalipun tidak seharusnya menyebut-nyebut kata”Jomblo” didepanku. Ngga sahabat-sahabatku, ngga Gero kenapa semua mempermasalahkan status yang itu-itu juga? Tell me, Is Single a Problem?
Cuaca hari ini cerah, tapi tidak dengan hatiku. Entah kenapa air mataku jatuh begitu saja tanpa diperintahkan di siang yang begitu cerah ini? Serentetan kalimat yang baru saja Gero ucapkan begitu membuat hatiku sakit. Kata-katapun seakan terasa kelu untuk diucapkan. Please don’t cry, don’t cry!
“Ta, kamu nangis?”
ENGGA. . AKU ENGGA NANGIS! CUMA MEWEK! MEWEK – MEWEK JELEK DOANG! NGERTI!
“Apa karena statusku yang sekarang ini membuatmu merasa terganggu! Kamu bahkan tidak punya hak menghakimiku dengan alasan seperti itu. Dan aku rasa tidak ada hubungannya denganmu. Oh atau kamu merasa dirugikan karena dengan begitu kamu merasa menjadi objek pelampiasan yang bisa diatur-atur? Sedangkal itukah pemikiranmu?”
“Lalu apa? Bukankah memang itu yang kamu lakukan padaku selama ini? Memaksaku dengan berbagai hal gila yang kerap membuatku bingung”
“Apa itu kamu sebut sebagai sebuah pemaksaan? Jadi itu masalahnya. Aku pikir selama ini kamu melakukannya ikhlas atas dasar demi kebaikanmu.Fine. You’re right boy. Aku memang egois. Aku egois karena aku mentingin pendapat aku sendiri, aku egois karena aku selalu maksain kehendak sama kamu buat berubah pikiran, aku egois karena aku selalu memaksamu melakukan tips-tips gila dariku, aku juga egois karena selalu memaksamu untuk ini dan itu, dan yang paling membuatku egois adalah aku udah merebut kebebasan dalam hidupmu! Itu kan maksud kamu!” entah karena apa aku mengatakan segelintir kalimat itu dengan nada tinggi, emosi di tengah-tengah isak tangisku yang sialnya tidak mau berhenti saat ini.
“Ta, engga gitu maksud aku. Aku Cuma. . . “
“Cuma apa? Cuma mau bilang kalau aku harus berhenti? Ok. Fine. Seperti yang kamu bilang, sebagai seorang teman bukankah juga harus memenuhi permintaan temannya? Mulai sekarang aku ngga akan ngerecokin kamu lagi. Aku ngga akan banyak comment lagi, aku ngga akan memberimu tips-tips gila apa lagi yang harus kamu lakukan dan aku juga ngga akan ganggu kebebasan kamu lagi. Dan. . thanks. Terimakasih udah buat aku sadar. Sadar bahwa keputusan yang aku ambil berbulan-bulan lalu adalah keputusan yang salah”
“Keputusan? Keputusan apa maksud kamu Ta?”
“Apa aku juga harus memberitahukannya padamu? Apa itu penting bagimu setelah ternyata kamu hanya memandangku tak lebih dari sekedar parasit dihidupmu?”
“Parasit? Aku. . kapan aku bilang kayak gitu? Aku ngga pernah bi. . . “
“what? Hello! Don’t take your word back boy!! Jelas-jelas kamu sendiri yang bilang bahwa kedatanganku padamu hanya merebut kebebasan yang kamu miliki. Dan aku rasa ucapanmu benar. Kamu bahkan membuatku merasa lebih buruk dibandingkan dengan seorang baby sitter sekalipun! Thanks for your confession to me! Aku bakal berhenti tepat seperti yang kamu minta. So, Stop judge me OK! I’m done!”
Aku beranjak dari dudukku dan berlalu meninggalkan Gero yang masih terdiam disana, belum dan tanpa meminta respon darinya. Kuhapus sisa-sisa air mata yang mulai mengering, sesaat kuingat lagi pengakuan Gero yang sukses membuatku nyaris menenggelamkan tubuhku ke dasar lautan terdalam sekalipun. Tapi jelas saja itu ngga mungkin aku lakukan. Huhft I’m absolutely a Bad Girl.
---
“Keputusan? Keputusan apa maksud kamu Ta?”
Pertanyaan yang sangat sederhana. Kamu bilang kamu temanku, bahkan pertanyaan semudah itu saja kamu tidak bisa menjawabnya? Bodoh.
Awalnya aku memutuskan untuk membantunya. Tidak. Tapi aku memang harus membantunya. Keberanian yang coba aku ambil entah bagaimana konsekuensinya nanti. membantunya meski tak sedikitpun dia minta. Keputusan meyakinkan diri bahwa dia akan berpihak padaku. Dan keputusan yang paling berani adalah Keputusan bahwa aku Menyukaimu, Gero. Gero Junanda Speechless :D
Tapi sayang, mungkin aku datang disaat yang tidak tepat dan bertindak dengan cara yang salah, hingga akhirnya harus menerima kenyataan bahwa aku tidak lebih dari sekedar parasit dimatamu, merebut kebebasanmu.
Aku menghela napas panjang, menahannya dan kemudian menghempaskannya pelan. Semua telah berlalu, seperti air yang tidak mungkin berhenti meskipun ada sekumpulan benda-benda kecil yang menghalanginya.
Sudah hampir empat minggu dari pertemuanku yang lalu dengan Gero. Sampai hari ini aku belum bertatap muka, mengobrol dan bercanda seperti dulu yang biasa aku lakukan dengannya. Hanya melihatnya dari kejauhan sudah cukup membuatku senang. Satu hal yang harus dia tau adalah sampai hari ini pun aku tidak pernah membencinya, aku hanya tidak mau membebaninya lagi seperti yang beberapa pekan lalu dia katakan.
Aku tidak membencinya. Jelas saja. Beberapa hari terakhir aku baru mengetahui bahwa ternyata Gero juga mempunyai perasaan yang sama padaku. He’s like Me Guysss. Haha. Alasan statusnya sebagai pria dan gengsilah yang sukses menutupinya dengan perfect. Dia sempat meminta maaf berkali-kali padaku dan mengakui bahwa dia menyesal. Dia juga mengakui bahwa apa yang aku lakukan selama ini padanya juga demi kebaikannya. Seperti yang aku bilang sebelumnya, aku tidak marah dan tidak membencinya, jadi tidak ada alasan bagiku untuk tidak menerima permintaan maafnya kan? Dengan begitu aku bisa berteman lagi dengannya.
Oh aku hampir lupa memberitahukan pada kalian. Bukan hanya berteman kembali, dan bukan hanya menjadi seorang teman, tapi sekarang Gero resmi menjadi Kekasihku J.
-Selesai-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H