Membaca buku Kode Untuk Republik (KUR) ibarat menemukan mata air segar dari kehausan informasi tentang sandi, sejarah, dan perannya dalam mempertahankan NKRI.
Saya terkenang budi baik dan diskusi yang sering saya lakukan dengan seorang sandiman, almarhum Bapak Solichin, yang setia mengabdi kepada NKRI. Pembicaraan kami hampir selalu tentang kepedulian terhadap kondisi tanah air. Meskipun demikian, sekalipun beliau tidak pernah bercerita tentang pekerjaan khusus yang mereka lakukan tentang persandian. Sepuluh tahun telah berselang hingga saat buku Kode Untuk Republik hadir di hadapan saya, satu kata terucap: Eureka!
Pada bab pertama, buku Kode Untuk Republik mengantarkan kita untuk mengetahui apa itu kode, sandi, dan seluk beluk ilmu yang mempelajarinya, kriptografi. Sejarah kriptografi dipaparkan secara ringkas dan sahih. Menguak tabir distorsi yang sering menutup-nutupi peran peradaban Islam dalam kriptografi. Peradaban yang berhasil melahirkan matematika sebagai asas kriptografi modern.
Hadirnya matematika membuat kriptografi kuno hieroglif (Mesir), skitali (Yunani), Atbash (Yahudi) menjadi sangat sederhana dan ditinggalkan. Dengan matematika, kaum muslimin bukan saja dapat membuat sandi (kriptografi), tetapi juga memecahkan kode atau sandi (kriptoanalisis).
Buku ini memaparkan beberapa kejadian penyadapan surat-surat rahasia raja-raja di Eropa yang menentukan perubahan alur sejarah. Kriptoanalisis Giovanni Soro (Venezia), Francois Viete (Prancis), dan Thomas Phelippes (Inggris) menjadi tokoh penting dalam membongkar konspirasi kekuasaan di Eropa.
Perang dunia kedua (1949—1945) dapat disebut sebagai perang kriptografi. Kode Untuk Republik memaparkan dengan detail pergeseran kekuasaan yang ditentukan oleh kemampuan kriptografi masing-masing kekuatan. Lahirnya mesin kode Jerman (Enigma, Lorenz SZ42) dan Jepang (Purple) mendukung aksi ekspansi kedua negara secara progressif di awal perang dunia kedua. Kedigdayaan Jerman dan Jepang dalam konsolidasi perang melalui kriptografi memaksa Amerika dan sekutunya membuat mesin pemecah sandi. Terciptanya Colossus dan ECM Mark III terbukti kemudian membalik keadaaan. Semua pergerakan tentara Jerman dan Jepang dapat terdeteksi dan akhirnya pertempuran dimenangkan oleh sekutu.
Pada bab selanjutnya, buku karangan Pratama D Persadha ini memaparkan posisi dan kekuatan intelejen Belanda (NEFIS) dalam upaya mengambil alih kembali Indonesia dari tangan Jepang. Kekalahan Jepang terhadap sekutu memaksa Jepang hengkang dari Indonesia. Konflik yang terjadi kemudian tidaklah sesederhana yang dianggap Belanda. Selain pihak Jepang dan Sekutu, rakyat Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaan bangsanya dan mengorganisir diri untuk menjadi sebuah negara. Di sinilah KUR semakin menarik. Secara rinci dan dalam memaparkan jalannya arus informasi dan kondisi Revolusi Kemerdekaan RI 1945—1949.
Dinas sandi yang dibentuk dr. Roebiantoro Kertopati di bawah mentri pertahanan tanggal 4 April 1946 menjadi elemen penting dalam revolusi mempertahankan kemerdekaan RI. KUR mengisahkan perannya dalam merangkai sandi menjadi diplomasi pembelaan RI. Berita-berita dari medan gerilya diteruskan berangkai sampai ke perwakilan RI di Luar Negeri. Peran sandiman (CDO) di perwakilan RI (Indoff) di Singapura/Malaysia, Thailand, India, Mesir, serta PBB menentukan suara dan eksistensi Indonesia. Pesawat sumbangan rakyat Aceh, Seulawah RI-001, yang ditempatkan di Birma menjadi jembatan informasi radio dari: Jogya, Jakarta, Bukit Tinggi, Aceh, untuk diteruskan ke India dan seluruh dunia.
Kode Untuk Republik memaparkan kondisi genting NKRI menghadapi Agresi Militer Belanda II yang diantisipasi TNI dengan strategi gerilya dan perang semesta. Belanda tidak menduga harus menghadapi gerilyawan yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Pendirian PDRI 22 Desember 1948 di Bukit Tinggi dan Serangan Umum 1 Maret 1949 di Jogjakarta menguatkan eksistensi RI dan TNI. Berita yang dikirimkan ke utusan RI di PBB memaksa Belanda kembali ke meja perundingan. Sejarah mencatat, akhirnya Belanda mengakui kedaulatan RI dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, 29 Desember 1949.
Buku yang dikemas cantik ini menurut saya adalah buku yang wajib dibaca bagi seluruh pelajar, mahasiswa, dan rakyat Indonesia yang cinta pada tanah airnya. Kode Untuk Republik bukan saja memberi pencerahan kepada kita tentang pentingnya Sandi Negara, tetapi juga menyadarkan kita untuk waspada bahwa musuh-musuh negara, termasuk di dalamnya para pengkhianat dan antek asing, secara sistematis tengah melakukan makar terhadap eksistensi NKRI. Semoga Allah swt senantiasa melindungi dan memberkahi kita, Bangsa Indonesia.