Lihat ke Halaman Asli

Claudya Elleossa

TERVERIFIKASI

Seorang Pencerita

Filosofi Tanggap Bencana Orang Baduy: Tangguh Tanpa Angkuh

Diperbarui: 20 Januari 2024   01:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi @disiniclau

Ketika membahas penanganan bencana, kita kerap terjebak semata pada paparan data. Seperti jumlah korban dan total kerugian. Namun sebenarnya, ada satu hal yang tidak boleh terlewatkan ketika menelaah topik kebencanaan di sebuah daerah: bagaimana menangkap gambaran kemampuan masyarakat setempat dalam menghadapi bencana tersebut. Salah satunya dari kearifan lokal yang mereka terapkan dalam hidup sehari-hari.

Hal tersebut menjadi sebuah pesan kunci yang begitu mengena buat saya selama menyimak penjelasan dari pihak Disaster Channel dan APAD (Asia Pacific Alliance for Disaster Management) Indonesia. Maka itulah yang akhirnya saya coba kulik melalui berbagai dialog dan pengamatan.

Dalam konteks orang Baduy, penghormatan terhadap alam adalah sebuah prinsip hidup maha penting. Filosofi tersebut tercermin dari cara hidup mereka yang sederhana nan minimalis, baik dari segi sandang, pangan, maupun papan. Ini begitu jelas disampaikan oleh Ayah Karmain sebagai seorang tokoh adat Baduy. 

Mereka amat percaya alam akan memelihara manusia, selama manusia dapat belajar mencukupkan dirinya dan bijak mengelola segala sesuatu. Ini mengingatkan saya pada sebuah kutipan terkenal dari Gandhi: "Earth provides everyone's need, not everyone's greed".

Dokumentasi Pribadi @disiniclau

Prinsip yang sama juga menjadi pegangan mereka dalam pengolahan lahan dan ternak. Misalnya bagaimana mereka memilih membeli beras dari luar kawasan Baduy dengan pendapatan yang mereka terima hasil menjadi porter, menjual durian, madu, kain tenun, dan lainnya. Sedangkan hasil panen padi akan disimpan di lumbung padi yang disebut Leuit, sebagai sebuah antisipasi jika bencana datang.

Dokumentasi Pribadi @disiniclau

Kearifan lokal tersebut terbukti menjadi salah satu ketangguhan mereka menghadapi bencana. Pada tahun 2022 wilayah pemukiman Baduy sempat diterjang banjir akibat luapan air sungai Ciujung. 

Menurut penuturan Ambu Pulung, seorang ibu berusia 59 tahun pemilik warung seblak yang (mungkin) satu-satunya di Kawasan Kampung Adat Baduy, saat itu sembilan rumah hanyut. 

Kondisi serupa diakuinya pernah terjadi pada tahun 1980-an. Selain banjir, bencana lain yang pernah terjadi adalah kebakaran. Ini diakibatkan pola hidup masyarakat yang pergi ke ladang pada siang hari, lalu tanpa sengaja tersisa api di tungku dapur yang belum padam sepenuhnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline