Lihat ke Halaman Asli

Claudya Elleossa

TERVERIFIKASI

Seorang Pencerita

Buku yang (Agak) Salah Bagi Penulis Fiksi Pemula

Diperbarui: 10 April 2017   13:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua hari ini berjalan lambat. Setelah batalnya saya ke Mojokerto bersama para teman, ditambah laptop yang sedang rehat di ruang service, hari-hari saya tak jelas mau diisi apa. Lagipula setelah puasa sosial media Senin-Kamis selama hampir sebulan ini, entah bagaimana linimasa menjadi tak terlalu menarik.
Lalu saya ingat ada beberapa buku yang masih saya tinggalkan belum tuntas dibaca. Banyak alasannya, kesibukan sudah barang tentu jadi kambing hitam utama. Terkhusus buku ini, alasan lainnya adalah kehadiran beberapa gambar -yang menurut saya- seram dan membuat saya yang penakut ini enggan membuka apalagi di malam hari.

[caption caption="Buku yang belum-belum bikin ngeri sama karya fiksi"][/caption]

Saya putuskan, buku ini menemani akhir pekan saya. Saya membelinya dua bulan lalu jika saya tidak salah ingat. Tak ada rekomendasi dari siapapun kecuali saya memang sedang ingin belajar fiksi seperti arahan dari salah satu mentor saya.

Hampir semua cerpen di dalamnya habis saya baca, sebagian saya cerna dan kunyah dengan teliti, sebagian saya telan bulat karena terlalu takut dengan detail aroma seram, dan dua cerpen lain saya lewati begitu saja karena baik visual dan judul terlalu mengerikan.

Terbelalak heran saya dibuat oleh cerpen "Hakim Sarmin" gubahan Agus Noor. Sebuah akhir kisah yang mempermainkan pembaca!
Saya nyengir kzl saat membaca karya Budi Darma berjudul "Dua Penyanyi". Rasanya ingin sobek lembaran itu saking kesalnya hati dengan permainan nama yang luar biasa. Di cerpen buatan Ahmad Tohari yang judulnya diambil sebagai judul buku ini dan cerpen "Jenggo" karya Putu Wijaya, saya tersenyum teduh. Ingat bahwa kita semua butuh 'orang pinggiran' untuk menjaga kewarasan kita di dunia yang hiruk pikuk dengan hedonisme.

Ada banyak kesan, bahkan debaran jantung berpacu lebih kencang ketika membaca satu per satu cerita di dalam buku ini. Saya yang awalnya berniat membedah cara menulis fiksi, berakhir dengan menjadi sepenuhnya pembaca yang diajak kesana kemari oleh tumpukan penulis.

Saya jadi sadar, baik dalam hidup dan dalam membaca kerap butuh membiarkan diri tersesat. Sebuah kepolosan untuk menjelajah tiap ruang yang mungkin awalnya menyeramkan, dan itu dimulai dari meletakkan asumsi dan preferensi tertentu. Saya juga sepakat bahwa inspirasi banyak lahir dari mereka "yang tersisih dan yang dikorbankan" persis seperti kalimat bercetak besar sebagai pengantar dari Juri untuk membuka kumpulan kisah.

 

Pasca membaca sayapun bercerita ke mentor saya tsb, dan dia berkata bahwa agak salah untuk nemilih buku ini sebagai latihan menulis fiksi. Saya dibuat terheran luar biasa, bagaimana mungkin! Lalu jawabnya sederhana "karena kalau pemula akan frustasi duluan buat meniru karya semacam di buku ini".

Saya terdiam. Sepakat.
Memang menulis fiksi (sekeren cerpen di buku ini) samasekali tidak mudah! Dan memang benar, ini buku yang salah untuk pemula seperti saya menulis sebuah cerita pendek fiksi.

-kamar kos, tepat pukul 5 sore.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline