Lihat ke Halaman Asli

ella ning

SMA NEGERI 3 BREBES

Di Antara Hujan dan Sunyi

Diperbarui: 22 Januari 2025   07:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Inspirasi Foto: Pinterest dan See You in My 17th Life

Hujan rintik-rintik turun sore itu, melukis jendela dengan jejak-jejak air yang mengalir perlahan. Udara dingin merayap ke dalam kedai kopi kecil di sudut jalan Hongdae, tempat Jiyeon duduk dengan secangkir teh hangat yang sudah mulai mendingin. Di sebelahnya, Seojun bersandar di bahunya, terlelap dalam keheningan yang hampir sempurna.

Jiyeon menundukkan pandangannya, memperhatikan wajah Seojun yang tertidur. Wajah itu tampak damai, meskipun bayangan gelap di bawah matanya bercerita lain. Seojun selalu tampak seperti ini---lelah, terbebani, namun tetap menyembunyikannya di balik senyuman tipis yang sering ia tunjukkan pada dunia.

Hujan semakin deras, dan suara gemericiknya menjadi latar bagi pikiran Jiyeon yang mengembara. Ia mengenang pertemuan pertama mereka, ketika Seojun hanyalah seorang pria asing yang duduk di sudut ruang kelas seni. Dia selalu sendirian, menunduk, menggambar sketsa tanpa peduli pada hiruk-pikuk di sekitarnya. Jiyeon ingat betapa sulitnya mendekati pria itu, betapa dinginnya ia di awal, seperti tembok tinggi yang tak bisa ditembus.

Namun, tembok itu akhirnya runtuh. Sedikit demi sedikit, Seojun mulai membuka diri, dan Jiyeon menemukan seseorang yang berbeda di balik sikap dinginnya---seseorang yang penuh luka, namun terlalu bangga untuk mengakuinya.

"Jiyeon-ah," suara Seojun yang serak memecah keheningan. Matanya masih terpejam, tapi suaranya terdengar jelas. "Apa kau pernah merasa... dunia ini terlalu berat untuk dijalani?"

Jiyeon terdiam. Pertanyaan itu sederhana, namun mengandung beban yang sulit dijelaskan. Ia menatap ke luar jendela, ke jalanan basah yang sepi.

"Ya," jawabnya akhirnya. "Terkadang aku merasa seperti itu. Tapi aku selalu mencoba mencari alasan untuk tetap bertahan. Meski kecil, meski sederhana."

Seojun membuka matanya perlahan, menatap Jiyeon dengan tatapan yang sulit diartikan. "Apa alasanmu, Jiyeon-ah?"

Jiyeon tersenyum tipis. "Orang-orang yang aku sayangi. Dan... mungkin, mimpi-mimpiku yang belum tercapai."

Seojun tidak menjawab. Dia hanya menatap Jiyeon lebih lama, seolah mencoba memahami gadis itu lebih dalam. Ada sesuatu dalam cara Jiyeon berbicara yang selalu membuatnya merasa hangat, meski di tengah dinginnya hujan seperti ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline