Lihat ke Halaman Asli

ella ning

SMA NEGERI 3 BREBES

Gadis yang Tegar di Tengah Kekacauan

Diperbarui: 22 November 2024   20:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Luna menatap teman kelasnya yang berisik, dia berharap suara riuh itu mereda. Namun, harapannya seperti lembaran kertas yang tersapu angin—terus berlalu dan tak tersisa. Ia sudah mencoba berkali-kali untuk meminta mereka tenang, tapi suara-suara gelak tawa dan obrolan itu seolah membentuk tembok besar yang memisahkan dirinya dari mereka.

"Teman-teman, bisa tenang dulu, nggak?" Luna mengangkat suaranya, mencoba terdengar di antara kebisingan.

Tak ada yang menjawab, bahkan tak ada yang melirik ke arahnya. Beberapa orang tertawa lebih keras, dan lainnya melanjutkan obrolan seolah tidak mendengarnya. Luna hanya bisa menghela napas dalam diam, menyadari bahwa sebagai ketua kelas, ia berdiri sendirian di hadapan teman-temannya yang seperti bayangan tak peduli.

Bel tanda pelajaran berbunyi, dan dengan langkah berat, Luna menuju tempat duduknya di barisan depan. Ia berharap Pak Anton, guru matematika yang segera masuk, bisa membawa ketertiban. Namun, harapannya kembali redup saat Pak Anton langsung mengarahkan tatapan tegas padanya begitu memasuki kelas.

"Luna," panggil Pak Anton. "Tolong sampaikan ke teman-temanmu untuk lebih tertib. Setiap hari saya menerima keluhan dari guru-guru tentang kelas ini. Kamu kan ketua kelas, masa nggak bisa mengatur teman-temanmu?"

Luna menunduk, merasa dingin di perutnya. Ia menahan napas, mencoba menelan perasaan bersalah yang mulai menekan.

"Maaf, Pak," jawab Luna dengan suara yang hampir berbisik.

Pak Anton mengangguk, lalu memulai pelajaran tanpa membahasnya lebih jauh. Namun, ucapan Pak Anton tadi terus membayangi Luna. Ketika mata pelajaran berakhir, ia mencoba lagi, kali ini dengan lebih tegas.

"Teman-teman, tadi Pak Anton bilang kalau kelas kita sudah bikin masalah di banyak mata pelajaran. Bisa nggak kita coba lebih tenang, setidaknya saat guru sudah masuk?" ucap Luna sambil menatap mereka satu per satu.

Salah seorang teman, Dion, hanya tertawa kecil. "Santai aja, Lun. Guru-guru itu memang suka lebay."

Luna merasa sedikit terluka oleh kata-kata Dion, tapi ia tahu Dion hanya bercanda. Meski begitu, ia tak bisa menutupi rasa pedih yang mengakar karena setiap usahanya dianggap remeh. Teman-temannya malah menertawakan atau mengabaikan peringatan yang ia coba sampaikan, seolah apa yang ia katakan sama sekali tak ada artinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline