Lihat ke Halaman Asli

SBY Memaksa Rakyat Berevolusi?

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti hari-hari sebelumnya, kemarin siang aku menonton televisi. Kalau tidak salah, siang itu, jarum jam menunjuk pada angka 12.50. Seperti biasa, kupencet-pencet  remote kontrol, mencari acara yang bagus di semua stasiun televisi yang ada di negeri ini. Satu dua kali memencet, belum  kutemukan acara yang sreg di hatiku. Biasanya, kalau jam segitu aku melihat FTV di salah satu stasiun swasta. Tetapi, kebetulan siang itu bintang utamanya termasuk ke dalam daftar bintang yang tak aku sukai. Jadilah aku malas untuk menontonnya. Pencarianku berakhir di salah satu stasiun televisi yang siang itu sedang menggelar sebuah acara yang diberi titel “Indonesia Bicara”. Acara tersebut mengambil tema besar Carut Marutnya Lembaga Hukum di Era Kepemimpinan SBY. *Bagi kompasianer yang kebetulan juga nonton, mohon dikoreksi temanya kalau salah, soalnya rada-rada lupa. Hehe. ^_^.

Tema yang bagus pikirku. Perkiraanku tepat, acaranya berjalan dengan seru. Soalnya mengangkat isu yang kini sedang laris-larisnya diperbincangkan semua orang, yakni perseteruan KPK VS POLRI, yang lebih ngetrend dengan sebutan Cicak vs Buaya jilid II. Tapi sayang seribu kali sayang, aku hanya bisa menikmati acaranya kurang lebih hanya 10 menitan. Sebab, tepat jam 13.00 acaranya selesai. Hiks, betapa sedihnya hatiku, nyesel deh nggak nonton dari tadi. Tapi meski hanya sebentar, aku mendapatkan sesuatu yang sangat menarik dari perkataan salah satu tokoh yang dihadirkan dalam acara tersebut. Kalau tidak salah, tokoh tersebut bernama Permadi, salah satu politisi partai Gerindra. Ketika sang presenter bertanya kepada beliau–kalau  nggak salah, pertanyaanya seperti ini–dampak  apa yang akan timbul ketika perseteruan dua lembaga hukum Indonesia tersebut berlarut-larut dan SBY memilih untuk tidak segera turun tangan?

Kira-kira menurut kompasianer jawabannya apa ya? Mungkin jawaban dari Bung Permadi akan membuat jantung para kompasianer berdegup kencang, seperti hatiku siang itu. Bung Permadi menjawab kurang lebih seperti ini, “Ketika perseteruan antara KPK vs POLRI tidak segera terselesaikan sampai berlarut-larut, dan SBY memilih tidak ikut campur maka saya khawatir akan menyebabkan timbulnya People Power. Lebih ngeri lagi, saya takut akan terjadi revolusi besar-besaran oleh rakyat seperti tahun 1998. Sebab, rakyat sudah jenuh dengan pemerintah. Rakyat sudah gemas dengan kasus century dan hambalang yang terkatung-katung tak juga terselesaikan, ditambah lagi dengan kasus korupsi simulator SIM yang menyeret nama salah satu petinggi POLRI. Jika SBY tidak segera turun tangan dengan alasan presiden tidak mau ikut Intervensi, maka sebenarnya SBY memaksa rakyatnya untuk berevolusi. Dan hal itu tidak diharapkan oleh semua pihak.!”

Setelah acara tersebut selesai, bahkan sampai berganti lagi dengan acara lain. Pikiranku tetap terbayang-bayang dengan jawaban dari Bung Permadi. Revolusi? Satu kata dengan delapan huruf yang membuat bulu kudukku merinding. Semoga saja hal itu tidak terjadi. Aku tidak ingin negaraku tercinta seperti negara-negara di timur tengah, yang karena akibat revolusi, rakyat semakin menderita. Sudah cukup beban yang ditanggung rakyat Indonesia. Semoga Pak SBY Yang Terhormat ikut menonton acara tersebut. Agar beliau tahu, bahwa rakyat sangat ingin melihat perannya sebagai seorang presiden, pemimpin tertinggi Negara Indonesia. Agar beliau, tak perlu ragu-ragu lagi dalam bertindak. Rakyat menginginkan pemimpin yang tegas, dan cepat dalam bertindak. Agar beliau juga sadar bahwa rakyat bisa saja mengumpulkan kekuatan yang besar dan mampu, maaf, menggulingkan beliau dari kursi presiden, ketika mereka selalu saja dikecewakan. Semoga sejarah kelam tahun 1998, tidak terulang kembali di Negeri Indonesiaku tercinta ini.

Indonesia tanah air beta, Pusaka abadi nan jaya, Indonesia sejak dulu kala, Tetap di puja-puja bangsa.

Di sana tempat lahir beta, Dibuai dibesarkan bunda, Tempat berlindung di hari tua,

Sampai akhir menutup mata….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline