Percaya merupakan harapan yang muncul dari dalam diri ketika suatu individu atau kelompok menemukan keterikatan serta keintiman terhadap suatu tindakan yang mencakup ranah sosial, politik maupun budaya, dengan berbagai kemajemukan yang ada di masyarakat sekarang, tentunya setiap individu memiliki pilihan yang berbeda, tidak ada rumus kepastian yang kita temukan didalam interaksi sosial, berbeda dengan ilmu alam yang memiliki sifat pasti (contoh : astronomi, ekologi, fisika, ilmu bumi dsb). jadi intinya kepercayaan bisa muncul tiba-tiba secara tidak diduga, bisa juga hilang tanpa direncanakan banyak faktor yang mempengaruhi rasa kepercayaan itu muncul dan hilang. kali ini, jika berbicara tentang hubungan kepercayaan dengan sepakbola yang terbilang saling ber "simbiosis mutualisme" antara keduanya.
Sepakbola adalah cabang olahraga "sejuta umat" yang mempunyai unsur kepercayaan didalam hubungan personal antara suporter dengan klub sepakbola yang seakan mempunyai garis imajiner antara ke dua nya, misal hubungan klub sepakbola dan suporter yang berasal dari luar asal klub daerah tersebut yang memiliki ikatan dan keintiman walau masing-masing berasal dari daerah yang berbeda, dengan begitu bukanlah rahasia umum jika setiap klub sepakbola Indonesia bahkan luar negeri mempunyai banyak basis pendukung yang berasal dari luar kota asal klub sepakbola tersebut, banyak ditemukan basis pendukung yang berada jauh diluar daerah asal klub sepakbola berasal. Coba bertanya pada diri kalian sendiri 'Apa landasan mendukung klub sepakbola daerah kalian?' jika pertanyaan tersebut diajukan untuk kita sebagai suporter yang berasal dari daerah asal klub rasanya sangat mudah untuk menjawabnya, pastinya keterikatan daerah menjadi pemicu utama yang menjadi dasar dukungan terhadap klub lokal kita.
Hal berbeda akan terjadi jika pertanyaan seperti itu kita berikan terhadap suporter luar daerah yang terkadang mempunyai banyak resiko saat mendukung klub diluar asal daerah mereka, lantas rasa kepercayaan memang mengambil peran besar menjembatani suporter luar daerah dengan klub sepakbola didaerah lain, oleh karena itu bagaimana cara kita untuk selalu menjaga kepercayaan ini, akankah perasaan 'percaya' itu tak akan hilang tergerus waktu dan kondisi, justru alangkah baiknya memelihara dari dini kepercayaan ini sebaik dan semampuh kita, tidak banyak alasan yang mendasari kepercayaan terhadap klub sepakbola kebanggan kami (PSS Sleman), untuk kami mendukung PSS Sleman adalah panggilan hati, bukan karena warisan atau apapunlah sebutanya.
Menurut "Griffin (dalam Rakhmat, 1999 : 129 - 103) Percaya ialah sebagai sikap mengendalikan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaianya pasti dalam situasi yang penuh resiko," Pendapat Griffin tersebut sangat relevan dengan keadaan kami sebagai suporter fanatik klub sepakbola daerah kami, suatu saat PSS Sleman berada dititik paling tinggi dalam sejarahnya, dengan sebuah gelar yang dapat mengobati rasa dahaga pendukung PSS di Yogyakarta khususnya untuk publik sleman sendiri, lain waktu PSS Sleman berada dititik nadi terendah.
Pecah telur atas gelar Divisi Utama (PT.LPIS) pada tahun 2013 lalu, seakan menjadi tolak ukur prestasi PSS dikancah persepakbolaan nasional walau tidak sedikt penikmat sepakbola nasional yang sangsi atas gelar yang didapat PSS Sleman setelah menjungkalkan perlawanan Lampung FC dalam drama final yang digelar distadion maguwoharjo kandang "super elang jawa" julukan yang diberikan oleh pendukung setia PSS Sleman.
Musim kompetisi 2012/2013 sudah berlalu,seiring cerita juara tanpa mahkota yang melekat pada kami, hal tersebut tidak sedikitpun menyurutkan kepercayaan kami, musim baru bergulir kali ini PSS Sleman terdaftar sebagai kontestan Divisi Utama PT.Li musim 2013/2014 dengan predikat sebagai tim yang difavoritkan juara, sejajar dengan beberapa klub unggulan lainnya. Masih teringat jelas gebrakan PSS dari babak penyisihan hingga membawa anak asuhan pelatih Heri Kiswanto ini hampir "menyicip" atmosfer semi final sebelum terhenti dengan adanya skandal sepak bola gajah antara PSS dan PSIS yang mencoreng dan melukai kami, kemenangan dramatis kala PSS dengan gagahnya terbang tinggi dibumi papua saat PSS mampuh menjungkalkan perlawanan tuan rumah Persiwa wamena 0 - 1 melalui gol semata wayang Agus "awank" Setiyawan pun seketika buyar, tidak sedikit yang mengecam dan menyamakan kasus sepakbola gajah ini dengan tragedi 12 gol Persebaya Surabaya tahun 1987 dan saat Piala tiger tahun 1998.
Dengan adanya peristiwa sepakbola gajah apakah kepercayaan yang kita bangun selama ini terhadap PSS Sleman pudar? akankah cacian serta makian penikmat sepakbola nasional dan luar negeri berhasil "mengkerdilkan" semangat kami mendukung PSS Sleman? dengan mudah kami menjawab 'tidak terpengaruh sama sekali', saat itu sewajarnya kami membela tim kebanggaan kami, bukan membela karena buta akan kefanatikan tetapi justru membela disini memiliki arti harfiah sebagai keprihatinan kami akan bobroknya sistem dan tata kelola sepakbola negeri ini yang akhirnya menyeret klub kebanggaan kami dalam berbagai masalah pelik. Kembali lagi dalam pemecahan masalah ini, sewajarnya dikembalikan kepada masing -masing individu tentang bagaimana cara kalian bersikap serta meredam gejolak kepercayaan dalam diri kalian, satu hal yang pasti PSS tidak akan kemana - mana PSS Sleman akan tetap berada didalam hati para pencintanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H