Lihat ke Halaman Asli

moralitas hukum

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

'Apa yang dibutuhkan untuk menjalani kehidupan yang baik?'

Untuk sejenak pertanyaan itu merapat di benakku dan membuatku memikirkan jawabannya. Beginilah proses berpikirnya walau akhirnya tetap tidak ditemukan jawaban yang pasti.

Manusia dapat mengatur kehidupannya dengan baik adalah apabila dia melakukan sedemikian rupa sehingga tujuan hidupnya tercapai. Kemudian muncul pertanyaan baru disini, apakah tujuan manusia?

Aristoteles telah melakukan pembedaan mengenai tujuan. Ada dua macam tujuan yaitu tujuan sementara dan tujuan akhir. Tujuan sementara merupakan sebuah sarana untuk mencapai tujuan yang lain. Kemudian ada tujuan terakhir yang apabila telah tercapai maka tidak ada lagi yang masih ingin diraih selebihnya. Selanjutnya masih menurut Aristoteles, ada tiga bentuk kebahagiaan, yang pertama adalah hidup senang dan nikmat, bentuk kedua adalah menjadi warga negara yang bebas dan bertanggung jawab, bentuk ketiga adalah menjadi ahli pikir dan filosof.

Sehubungan dengan bentuk kebahagiaan yang kedua sebagaimana dituliskan diatas, maka saya akan mencoba membahasnya lebih lanjut.

Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup bermasyarakat, manusia adalah makhluk yang dapat menjalankan kehidupannya hanya dalam kebersamaan, dalam berpikir dan berefleksi bersama, dalam perdebatan rasional dan dalam bertindak berdasarkan pertimbangan kritis bersama. (Franz magnis-suseno)

Dalam kehidupannya manusia dikontrol oleh arus-arus informasi tertentu yang diterimanya dari sumber yang tertinggi yang mengalirkan nilai-nilai yang digunakan untuk membedakan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Hukum sebagai sebuah sistem peraturan dibuat oleh suatu badan perlengkapan dalam masyarakat yang secara khusus memang ditugasi untuk menciptakan hukum tersebut. Pada proses penciptaan itu terlihat bahwa tatanan tersebut didukung oleh nilai-nilai yang ada dalam masyarakat yang secara sengaja dan sadar dibuat untuk menegakkan suatu jenis ketertiban tertentu. (Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H). Jadi gampangnya adalah sebuah hukum yang ada, diciptakan oleh masyarakat yang dalam hal ini, diwakili oleh anggota-anggotanya melalui sebuah mekanisme, untuk masyarakat itu sendiri.

Dalam penciptaan hukum tersebut tentunya memiliki sebuah tujuan yang hendak dicapai, salah satunya yaitu keadilan. Keadilan diharapkan dapat memberikan kedamaian pada masing-masing orang yang menjadi subjek hukum sehingga pada akhirnya kebahagiaan yang merupakan tujuan terakhir manusia dapat terwujud. Begitu bukan?

Oleh karena hukum tercipta dari nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, maka tentunya hal tersebut tidak terlepas dari moralitas masing-masing anggota masyarakat. Moralitas mengajarkan kita untuk senantiasa berpedoman kepada rasa kepantasan kita untuk mendapat atau tidak mendapat sesuatu. Seperti yang dikatakan Aristoteles bahwa 'kita hendaknya dididik sedemikian rupa sehingga..kita merasa gembira dan sakit di mana seharusnya'.Sikap moral yang baik menyadarkan kepada manusia pentinya sebuah tanggung jawab atas segala tindakan yang telah diambilnya.

Lalu bagaimana untuk dapat bersikap moral yang baik?

Senantiasa mendengarkan suara hati dapat membentuk sikap moral yang baik. Suara hati adalah kesadaran moral kita dalam situasi konkret (Franz Magnis-Suseno). Dalam pusat kepribadian kita yang yang disebut hati, kita menyadari betul apa yang sebenarnya dituntut dari kita. Jadi kita berhak dan juga wajib untuk hidup sesuai dengan apa yang kita sadari sebagai kewajiban dan tanggung jawab itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline