Lihat ke Halaman Asli

Eliza Yanti

S-1 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Menyalakan Jejak "Pelita" dari Kota Suci, Bid'ahkah?

Diperbarui: 28 September 2024   02:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bermula dari sebuah negeri yang melahirkan sejarah terhadap kelahiran Islam hingga berkembang sampai seluruh pelosok dunia. Di sentral Barat Daya Benua Asia yang gersang dan kondisi masyarakat yang penuh kekacauan karena jauh dari perilaku mulia. Banyak tragedi pembunuhan, peperangan, perebutan kekuasaan dan bertuhankan berhala-berhala. Sehingga Allah Swt. hendak menghadirkan cahaya di tengah-tengah gelapnya kehidupan masyarakat jahiliyah di Jazirah Arab saat itu.

Sesosok pembawa pelita dunia yang menjadi rahmat bagi sekalian alam pun tercurahkan di kota Mekkah bertepatan bulan ketiga tahun Hijriah, yakni pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal atau 20 April Tahun 571 M. Kelahirannya begitu disambut dengan penuh kasih oleh Abdul Muttalib hingga dibawanya ke kaki Ka'bah dan di tempat itulah diberi nama Muhammad. Tahun kelahiran Nabi Muhammad Saw. dikenal dengan tahun Gajah, karena masa itu terjadi peristiwa pasukan dari raja Abrahah yang menunggangi gajah gagal menghancurkan Mekkah akibat diserbu oleh burung Ababil.

Ketika lahir Nabi Muhammad Saw. sudah menyandang status yatim, karena ayahnya yang bernama Abdullah bin Abdul Muttalib meninggal dunia sejak beliau dalam kandungan. Kemudian dibersamai oleh ibunya yang bernama Aminah binti Wahab hanya sampai berumur 6 tahun. Setelahnya pengasuhan beralih kepada kakeknya selama dua tahun sebelum hak asuk berikutnya jatuh kepada pamannya, Abu Thalib yang juga sangat menyayangi Nabi Muhammad Saw.

  • Peristiwa Ajaib dan Kemuliaan Akhlak Sang Rasul

Peristiwa-peristiwa istimewa terjadi seperti genderang yang membawa kabar tentang kenabian Nabi Muhammad sebagai rasul pilihan Allah sebagai pembawa risalah agama Islam. Tanda-tanda yang dipancarkan sebagai sifat kerasulan Nabi Muhammad, di antaranya saat baru lahir tubuhnya sudah bersih tidak ada kotoran atau darah sedikit pun, sudah dikhitan, dan tali ari-arinya dipotong oleh Malaikat Jibril.

Nabi Muhammad lahir dengan posisi tangan menyentuh lantai dan kepalanya menengadah ke arah langit. Dalam riwayat yang lain dikisahkan Muhammad dilahirkan langsung bersujud. Pada saat bersamaan istana Raja Kisrawiyah retak terguncang hingga empat belas berandanya terjatuh, dan kerajaan Kisra pun lebur. Bahkan kehadiran Nabi Muhammad ke muka bumi mampu memadamkan api sesembahan Kerajaan Persi yang diyakini tak bisa dipadamkan oleh siapa pun selama ribuan tahun.

Menginjak usia ke-12 tahun, Nabi Muhammad sudah memiliki kecerdasan dan ketajaman otak, memiliki kebesaran jiwa, serta terkenal sangat jujur, menepati janji, ramah dan sopan. Masyarakat Kota Makkah menjulukinya Al-Amin yang berarti sangat dipercaya.

Ketika sudah beranjak dewasa sekitar umur tiga puluh lima tahun, keagungan akhlaknya tidak pernah mengendur. Hal tersebut dicontohkan saat menghadapi para kabilah yang bertikai memperebutkan siapa yang paling berhak meletakkan batu Hajar Aswad di Ka'bah. Dalam perseteruan itu Nabi Muhammad Saw. tampil mendamaikan para kabilah dengan sikap akomodatifnya. Meminta kepada setiap kabilah untuk memegang setiap ujung sorban yang di tengah-tengahnya diletakkan Hajar Aswad. Lalu keempat ujung sorban dipegangi dan diangkatnya bersama-sama oleh para kabilah. Baru kemudian beliau mengambilnya dan menempatkannya di Ka'bah. 

Kisah lain yang juga penuh keteladanan adalah ketika ada seorang sahabat datang terlambat dalam suatu pengajian. Lantas ia tidak mendapati ruang kosong untuk duduk. Bahkan. sempat meminta kepada para sahabat lain agar bergeser, namun tak ada yang bersedia. Dalam kondisi kebingungan yang dialami sahabatnya itu, Rasululullah memanggil dan meminta ia duduk di sampingnya. Beliau juga melipat sorban untuk diberikan kepadanya sebagai alas duduk. Tetapi justru diciumnya sorban Nabi Muhammad Saw. hingga bercucuranlah air matanya karena keagungan jiwa Sang Rasul.

  • Awal Mula Perayaan Maulid Nabi dan Perkembangannya

Meski banyak pendapat tentang siapa yang menjadi pelopor utama perayaan Maulid, namun ada salah satunya mengatakan bahwa seorang gubernur bernama Sultan Shalahuddin al-Ayyubi yang berjaya pada masa Dinasti Bani Ayyub (tahun 1174-1193 M atau 570-590 H) adalah yang pertama kali mengadakan perayaan ini. Hal tersebut dilakukan setelah melihat padamnya semangat perjuangan dan ukhuwah umat Islam saat itu akibat kalah dari Perang Salib atau The Crusade pada tahun 1099 M. Dengan keberhasilan tentara Salib merebut Yerussalem dan Masjidil Aqsa dan dirubahnya menjadi gereja.

Dari keprihatinannya itu memunculkan inisiatif untuk menggelorakan kembali semangat berjihad umat Islam dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Nabi-nya. Semarak Maulid Nabi pun diadakan pertama kali tahun 1184 (580 H). Kegiatan tersebut diisi dengan perlombaan penulisan Riwayat Nabi serta puji-pujian kepada Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh peserta dari kalangan ulama dan sastrawan diundang mengikuti kompetisi tersebut. Sayembara berakhir mendapati seorang pemenang bernama Syaikh Ja'far al-Barzanji, ulama termasyur keturunan Nabi Muhammad Saw. dari keluarga Sa'adah, berasal dari Barzanj di Irak.

Ternyata penyelenggaran kegiatan Maulid membuahkan hasil positif, menyuburkan kembali kekersangan hati para mujahid. Kekuatan pun berhasil digalakkan oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi. Lantas pada tahun 1187 (583 H), Yerussalem dimenangkan dari tangan bangsa Eropa, dan Masjidil Aqsa menjadi masjid kembali sampai hari ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline