Lihat ke Halaman Asli

Anak Jalanan Hidup dalam Dilema

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Anak Jalanan Hidup Dalam Dilema

[caption id="attachment_139714" align="alignleft" width="256" caption="seorang pengemisyang sedang membawa anaknya"][/caption] Di jalan saat melakukan aktifitas sehari-hari, kita selalu disuguhi oleh pemandangan pengemis maupun pengamen. Sering kita melihat mereka yang mempunyai anak malah membawa anak-anaknya ikut mengemis, sedangkan ibunya hanya diam dan menutupi wajahnya dengan sarung. Ironisnya bahkan diantara mereka ada yang menggendong bayi agar kita semakin iba melihatnya.

Dinas sosial (Dinsos) provinsi DKI Jakarta menyatakan di tahun 2010 ada 4.023 anak jalanan yang berkeliaran di ruas jalan ibukota Jakarta , dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2011. Banyak faktor yang menjadikan mereka sebagai pekerja jalanan yang keras dan beresiko, seperti membantu ekonomi keluarga, menjadi korban penculikan, dipaksa bekerja orang lain, dan lain sebagainya. Ada yang bekerja sebagai pengamen, penjual koran, tukang sapu di kereta atau bahkan hanya meminta-minta. Bisa dilihat sepanjang jalan Fatmawati-Cilandak Jakarta Selatan mereka memanfaatkan lampu merah sebagai tempat mencari nafkah dan terowongan sebagai tempat istirahat maupun bermain untuk balita dan remaja tanggung.

Di jalanan mereka mengenal pornografi dari dini ,omongan atau tindakanjorok, dan akrab dengan narkoba maupun minuman keras, walaupun mereka melakukan itu untuk menghilangkan rasa sedih dan perih dalam menghadapi kehidupan, tetap saja kita beranggapan mereka sampah masyarakat. Diantara mereka kini ada sebagian yang menjadi pemeras contohnya saat dia mengamen atau membersihkan kaca mobil kita ,apabila kita tidak mempedulikannya mereka pasti akan langsung marah dan tidak segan-segan memukul mobil atau bahkan mencopot spion mobil kita.

Tidak berguna dan menyebalkan begitulah kesan kita umumnya pada mereka. Diantara mereka pasti berasal dari keluarga yang banyak masalah. Selain tekanan dari keluarga, saat hidup dijalan penderitaan dan kekerasan turut dialami oleh mereka.Kita sering mendengar anak jalanan yang mengalami pelecehan sexual sampai dimutilasi . Banyak juga perempuan remaja yang dijadikan PSK oleh preman-preman yang memegang tiap wilayah, Preman-preman yang disebut “boss” itulah yang juga mengharuskan mereka menyetor uang tiap harinya. Parahnya, apabila ada anak jalanan yang tidak menyetor uang maka mereka akan dipukul dan dihajar oleh preman tersebut.

Deni, pengamen cilik dari cianjur di kedua lengannya masing-masing mempunyai goresan silet. Luka tersebut diperolehnya karena tidak memenuhi kewajiban setor kepada komplotan preman dipasar minggu. Waktu itu empat anak muda memegangi tubuh deni, sementara anak sepantarannya mulai menyiletinya. “saya menjerit kesakitan tapi mereka tidak peduli.” ujar deni. Setelah puas para preman tersebut meninggalkannya tergeletak kesakitan. Dengan pertolongan teman-temannya deni dibawa sambil mencari obat.

Ingin sekolah tapi tidak punya uang, ingin bekerja tetapi lapangan pekerjaan susah, keluargapun tidak harmonis, mereka putus asa jadi mau tidak mau pilihan mereka hanyalah hidup dijalan.

Kita tidak harus memberi uang saat mereka meminta minta karena bisa saja uang tersebut jatuh ketangan preman atau bahkan mereka belikan alcohol/narkoba.

Tapi yang mereka butuhkan adalah kasih sayang dan perhatian. Kalau selama ini pemerintah dianggap lalai atau ketidakmampuan pemerintah dalam memberikan pelayanan yang terbaik, kita seharusnya yang melaksanakan itu.

Nurrohim seorang mantan anak jalanan dia membangun sekolah gratis di Depok. Tidak hanya anak-anak jalanan tetapi pengamen,warga miskin,dan anak putus sekolahturut bergabung menimba ilmu disana. Kini sekolah yang dibangun nurrohim telah mencapai 2000 siswa SD hingga SMA dengan pengajar sukarela.Modal pembangunan sekolah tersebut berawal dari warung milik nurrohim dan kini dibantu badan zakat dan penjualan barang rongsokan.

Nurrohim bukanlah kalangan atas yang memiliki banyak uang, melainkan dia seorang warga biasa yang mempunyai hati mulia untuk membangun sekolah gratis. Setiap orang mampu melakukan apa yang dia inginkan selama dia mempunyai kemauan. Jadi untuk apa menunggu pemerintah sampai bergerak, kita saja yang melakukan hal itu.

Dengan membuat rumah-rumah singgah yang layak bagi mereka dan memberikan mereka makanan, minuman, maupun pelayanan kesehatan, serta memberikan mereka pendidikan baik formal maupun non formal seperti membangung sekolah gratis dengan fasilitas yang bagus, serta pelatihan ketrampilan seperti menjahit, melukis, olah raga dan lain lain.

Dengan harapan anak jalanan tersebut dapat bekerja,dan dengan memberikannya mereka modal maka ,mereka dapat membuka usaha kecil-kecilan. Dengan begitu mereka tidak akan berkeliaran dan membuat keonaran dijalan. Tidak ada yang tahu pastinya apakah diantara mereka ada yang berbakat sehingga masa depan dan hidupnya akan menjadi lebih baik. Mereka adalah warga Negara Indonesia, Siapapun berhak mendapatkan pendidikan, mencari ilmu setinggi-tingginya , Negara yang baik di mulai dari bagaimana kualitas pemimpinnya sendiri dan merekalah penerus dari pemimpin bangsa saat ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline