Baru-baru ini, publik Indonesia dihebohkan oleh isu mengenai larangan akad nikah pada hari Sabtu, Minggu, atau tanggal merah. Kabar ini menimbulkan kebingungan dan keresahan, terutama bagi calon pengantin yang merencanakan pernikahan pada akhir pekan. Isu ini bermula dari sebuah video viral yang menampilkan seorang penghulu menyebutkan bahwa mulai tahun 2024, Kantor Urusan Agama (KUA) tidak akan lagi melayani akad nikah di luar hari kerja, sejalan dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 22 Tahun 2024.
Isu dan Kebingungan Publik
Dalam video yang beredar luas, penghulu tersebut menyatakan bahwa calon pengantin yang ingin menikah pada akhir pekan atau hari libur tidak akan langsung mendapatkan akta nikah. Mereka disebut harus melakukan *isbat* di Pengadilan Agama pada hari kerja berikutnya. Hal ini memicu kemarahan dan kebingungan publik karena dianggap membatasi kebebasan calon pengantin dalam memilih hari pernikahan.
Tagar terkait seperti #NikahTanggalMerah dan #KUA turut viral di media sosial, menggambarkan keresahan masyarakat yang merasa peraturan ini menghambat fleksibilitas pelaksanaan pernikahan. Bagi banyak orang, menikah di akhir pekan atau hari libur merupakan pilihan praktis karena memudahkan keluarga dan teman untuk menghadiri acara tersebut.
Klarifikasi Kementerian Agama
Namun, Kementerian Agama (Kemenag) Anna Hasbie segera memberikan klarifikasi terkait kebijakan ini. Tidak ada larangan resmi terkait pelaksanaan akad nikah pada hari libur. Kemenag menegaskan bahwa pasangan masih bisa menikah kapan saja, termasuk di hari Sabtu, Minggu, atau tanggal merah. Kebijakan ini hanya mengatur bahwa layanan di KUA kecamatan akan mengikuti jam kerja reguler, yakni pada hari dan jam kerja biasa.
"Akta nikah tetap bisa diterbitkan, dan pernikahan tetap sah, bahkan jika dilaksanakan di hari libur," ujar perwakilan Kemenag dalam klarifikasinya. Pihak Kemenag juga menekankan bahwa penghulu masih dapat menghadiri pernikahan di luar KUA dan di luar jam kerja, berdasarkan kesepakatan dengan pasangan dan pihak terkait.
Fleksibilitas Regulasi dan Dampak Kebijakan
Pakar hukum dari Universitas Katolik Parahyangan menjelaskan bahwa kebijakan yang tercantum dalam PMA Nomor 22 Tahun 2024 lebih bertujuan untuk memastikan administrasi pencatatan pernikahan tetap teratur. Regulasi tersebut menyarankan agar akad nikah yang diadakan di KUA dilakukan pada hari kerja, namun bukan berarti menutup peluang pernikahan di luar hari dan jam tersebut. Pernikahan yang digelar di luar jam kerja tetap sah, hanya saja proses administrasinya bisa memakan waktu lebih lama jika dilakukan di luar KUA.
Selain itu, isu ini mencerminkan pentingnya komunikasi kebijakan publik secara jelas agar tidak memicu kesalahpahaman. Dengan adanya klarifikasi dari Kemenag, masyarakat diharapkan tidak lagi merasa khawatir dan dapat merencanakan pernikahan mereka dengan lebih tenang.
Kontroversi mengenai larangan akad nikah di hari libur menunjukkan betapa pentingnya kejelasan dalam sosialisasi kebijakan publik. Meskipun ada pengaturan terkait jam kerja KUA, calon pengantin tetap dapat melaksanakan akad nikah kapan saja sesuai kesepakatan dengan penghulu. Klarifikasi dari Kemenag berhasil meredam keresahan publik dan memastikan hak masyarakat tetap terlindungi.
Dengan kebijakan yang lebih jelas dan koordinasi yang baik antara calon pengantin dan KUA, diharapkan tidak ada lagi kesalahpahaman serupa di masa mendatang. Publik pun diimbau untuk selalu mengecek informasi resmi agar tidak termakan isu-isu yang menyesatkan atau hoaks.