ADA APA DENGAN MENARA BABEL
Teks: Kejadian 11:1-9
Kisah mengenai menara babel berasal dari tradisi Yahwista. Dengan cara lain dari (Kejadian 10:32) dan (Kejadian 9:1) (di sana perbedaan bangsa-bangsa nampak sebagai pelaksanaan berkat Allah). Kisah ini menerangkan perbedaan bangsa-bangsa dan bahasa. Perbedaan ini di artikan sebagai hukuman atas kesalahan bersama yang sama seperti kesalahan moyang pertama (Kej 11:3) yang bersumberkan keangkuhan nati manusia (Kej 11:4). Seperti yang kita tahu secara bersama bahwa pada pasal yang ke 11 ini menerangkap penyebaran yang di jelaskan dalam pasal 10. Di catat dalam Alkitab bahwa mereka semua adalah satu bahasa dan satu bangsa yang berarti bangsa yang besar. Kitab kejadian ini melukiskan bahwa Nuh dan keluarga nya turun dari Bahtera dengan memiliki satu bahasa dan satu perangkat istilah. Ketika keturunan Nuh bertambah, dengan sendirinya mereka melanjutkan bahasa yang sama karena bahasa itu sudah memadai. Mereka hidup di lembah Efrat dan sekitarnya, wilayah yang umumnya di pandang sebagai cikal bakal peradaban. Dan pada ayat yang kedua ada kata "berangkat" yang mengisyaratkan suatu perpindahan jauh meninggalkan lokasi bahtera yaitu pengunungan Ararat. Frasa hurufiahnya "berangkat" berarti "berpindah tempat". Mesopotamia ada di sebelah tenggara dari pegunungan Ararat (yang terbentang dari Turki moderen ke Iran). Dan "tanah Sinear" ini menunjuk pada Mesopotamia bawah atau Babilonia, juga di sebut Kaldea.
Fakta mengenai menara Babel yaitu:
Keuntungan yang mendasari rancangan mereka untuk tetap tinggal bersama
Ada beberapa keuntungan jika mereka tinggal bersama yaitu:
Mereka semua berasal dari satu bahasa (ay 1). Jika ada bahasa lain yang dipakai sebelum air bah, maka hanya bahasa Nuh sajalah yang akan di pakai yang mungkin sama dengan bahasa adam. Ketika mereka masih saling mengerti bahasa masing-masing, maka mereka cenderung lebih saling mengasihi dan saling membantu.
Mereka mempunyai tempat yang nyaman untuk di huni (ay 2). Sebuah tanah datar di tanah sinear, dataran yang sangat luas, sehingga dapat menampung mereka semua. Lagi pula, dataran itu subur dan bisa mendukung kebutuhan pangan mereka semua.
Cara yang mereka gunakan untuk saling mengikat diri, dan tinggal bersama-sama dalam satu kesatuan.
Betapa bergairahnya mereka dan betapa mereka saling mendorong satu sama yang lain untuk segera memulai pekerjaan membangun menara babel (ay 3-4).
Bahan yang mereka gunakan dalam membangun menara babel yaitu: tanah yang mereka tempati itu adalah tanah datar sehingga tidak mungkin ada nya batu atau campuran semen dan kapur tetapi itu tidak membuat mereka putus semangat malahan mereka membuat batu bata yang akan mereka gunakan sebagai pengganti batu, dan lumpur atau jerami sebagai penggati semen.
Niat mereka atau tujuan dari mereka membangun menara babel ini.
Ada dua hal yang ingin mereka capai dalam pembangunan menara babel ini yaitu:
Menara ini di rancang untuk menentang Allah sendiri (ay 4)
Karena mereka akan membangun sebuah menara yang puncak nya sampai ke langit, yang membuktikan adanya ketidaktaatan yang terang-terangan yang mereka ingin menyaingi Allah. Mereka hendak menyamai yang Mata Tinggi atau hendak datang sedekat mungkin sesuai kemampuan mereka kepada Allah bukan dalam kekudusan melainkan dalam keangkuhan hati.
Mereka berharap membuat nama bagi mereka sendiri (ay 4)
Mereka ingin melakukan sesuatu yang akan banyak seperti mereka mecintai kehormatan dan sebuah nama di antara manusia.
Ada dua elemen yang terlibat dalam catatan sesuai dengan ayat 4 yaitu:
Pembangunan dari suatu kota dan suatu menara
Ukurannya yang menyaingi bagunan-bangunan lain di zaman itu
Di dalam kej 11:9 kata "Babel" sangat menarik untuk di catat bahwa arkeologi telah menggali dokumen-dokumen sastra dari budaya Sumeria di Mesopotamia yang menyatakan bahwa pada waktu ini semua orang berbicara satu bahasa (yaitu Samuel Noah Kramer dalam artikenya "Babel dari Bahasa-bahasa). Etimologi Ibrani populernya adalah "kebigungan" (yaitu balal), yang sepertinya menjabarkan Allah yang menghancurkan bahasa tunggal mereka. Babel secara hurifan berarti "gerbang Allah" (Bahasa Akkadia bab-ilani), yang sangat mirip dengan beberapa dari nama-nama zigurat, yang merupakan bagunan besar dengan kuil di bagian atas untuk menyembah dewa-dewa perbintangan. Babilonia menjadi suatu lambang dari satu kekuatan dunia yang jatuh, di contohkan dalam Nimrod dan nantinya dalam Nebukadnezar, dan pada akhirnya dalam makhluk lautan dari kitab wahyu.
Kesimpulan: kisah menara babel ini memperingatkan kita agar tidak salah menggunakan keinginan dan kehendak kita. Kita memiliki kehendak dan keinginan yang tiada batas. Namun tidak semua keinginan tersebut sesuai dengan kehendak Allah. Inilah yang harus kita waspadai karena keinginan tersebut bisa saja merupakan cobaan yang manakala telah di buahi, dapat meelahirkan dosa dan apabila dosa itu matang maka akan melahirkan maut. Manusia di perlengkapi Tuhan dengan keinginan dan kehendak. Hal ini yang melahirkan dorongan-dorongan tertentu dalam diri manusia untuk menghendaki dan melakukan sesuatu, tetapi kehendak tersebut yang Tuhan berikan kepada kita harus memuliakan nama Tuhan bukan membuat Tuhan marah apa lagi turun tangan karena semuanya akan kita bertanggung jawab dengan semunya itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H