Di satu sisi perempatan lampu merah kota jakarta banyak pedagang asongan, pengamen bahkan anak terlantar mencari sedikit uang untuk penghidupannya. Kadang hanya untuk mencari sesuapnasi saja mereka harus bertarung dengan ganasnya kota jakarta di tambah dengan ganasnya satpol PP yang kadang kala tidakmau tahu tentang situasi dan kondisi perekonomian yang serba sulit sedang melilit mereka yang ada di jalanan. Di sisi lain kota jakarta yang tidak lepas dari hedonisme ibukota orang bertarung dengan ganasnya gengsi untuk bisa bergaya dengan memperebutkan gadged yang mewah dan wah (menurut saya dan sebagian orang indonesia lainnya). Banyak sekali orang rela antri untuk menghamburkan uang 2juta++ untuk membeli blackberry (BB bahasa gaulnya) sampai pingsan-pingsan. Antrian para pembeli BB layaknya antrian sembako murah yang masih sangat di harapkan di negara ini. Kesamaan lainya adalah sampai adanya korban pingsan persisi seperti para peng antri sembako. Yang menjadi pertanyaan di benaksaya sebenarnya berapa banyak sih rakyat miskin di indonesia ini?? lebih banyak mana yang miskin dan yang kaya. Jangan mengikuti statistik dari BPS karena saya tidak yakin kevalidannya karena statistik tersebut di buat untuk pemerintah dan berguna untuk pencitraan negara sehingga terlihat baik di mata rakyat. Setiap tahun jumlah penduduk miskin berkurang wow luar biasa kalau kita hanya mendengarnya. Dalam kenyataan sehari-hari sepertinya makin banyak jumlah penduduk miskin di indonesia dan yang jelas lapangan pekerjaan masih saja kurang. Sedangkan lahan membuang uang (konsumerisme kelas berat) semakin berkembang di berbagai hal. Negeri ini adalah negeri khayalan dimana raja marketing top di dunia menuju kenegara ini. yang pada akhirnya berujung pada konsumerisme kelas berat tetapi tingkat produksi di negara ini sangat-sangat rendah. Bagaimana bisa membuat semua orang gila dengan sebuah produk yang mereka sendiri tidak menggunakan fiturnya secara maksimal tetapi gaulnya optimal, menjadi sebuah bayangan yang hampir tidak logis. Bahkan sampai ada kawan yang membuat perumpamaan "lebihbaik tidak hidup di jaman sekarang dari pada tidak mempunyai pin BBM", oh sangat menherankan. Pada saatnya bersosialisasi di dunia nyata tetapi hidupnya di dunia maya menjadi autis dengan hidupnya sendiri. Sebagai orang biasa yang belum menjadi pebisnis ataupun orang yang selalu sangat membutuhkan fitur-fitur BB sebagian orang mempertaanyakan kemaksimalan fungsi BB yang pada umumnya hanya di gunakan untuk BBM-an saja. Push email dan fungsi lainnya tidak serta merta di gunakan secara maksimal tetapi mereka seperti kecanduan saat menggunakan BB karena bergengsi. Saat kata gengsi muncul sudah dapat di pastikan sebagai orang indonesia pada umumnya fungsi menjadi nomor sekian dan seterusnya. Dari sisi marketing saya acungkan dua jempol untuk RIM tetapi dari sisi pemakai mayoritas menggunakan fitur BB seminimalis mungkin dan saya acungkan dua jempol juga tetapi arahnya kebawah untuk para pengguna layanan yang tak maksimal. Lalu apa gunanya??? mengejar gengsi bung. Ketimpangan ekonomi inilah yang sangat memprihatinkan, jadi di indonesia ada sisi-sisi yang unik, di satu sisi berebut untuk hidup dan di sisi yang lain berebut untuk gaul. Solusinya?? saya juga bingung sudah akut di indonesia. Apakah pemerintah memikirkan solusinya?? saya pikir sedikit saja, yang penting pejbatnya kaya raya bisa menikahkan anaknya dengan mewah dan meriah. Apakah saya memikirkan solusinya?? sampai botak juga saya bingung solusinya seperti apa. Yang jelas doa saya TUHAN memberkati indonesia (semoga).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H