Lihat ke Halaman Asli

Eliyadi

Penulis

Viral Siswa SMP Belum Bisa Baca, Perlunya Banyak Sosok Seperti Siti Badariah Penggagas Baca

Diperbarui: 8 Agustus 2024   21:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: instagram @kampungbacatansal

Beberapa hari yang lalu, viral siswa SMP yang belum bisa baca. Beberapa berpendapat kalau Indonesia tidak sedang  baik-baik saja. Semoga saja di daerah lainnya tidak menemukan kasus yang sama. Miris memang, yang seharusnya baca tulis sudah tuntas dan menjadi standar kelulusan SD, ini mesti menjadi beban untuk guru tingkat SMP.

Namun, menurutku pribadi berhenti mencari kambing hitam. Apakah kurikulum? Guru SD? Orang tua siswa atau siswa itu sendiri.

Selama kurun waktu tertentu, penulis berkecimpung di dunia pendidikan, memang ada ditemukan satu, dua anak yang masih belum bisa baca. Biasanya ada faktor internal anak yang memang tidak bisa dipaksakan.

Nah, agar kasus seperti ini tidak terjadi, hendaknya orang tua, guru dan pemangku kebijakan saling bekerja sama, bagaimana hendaknya hal seperti ini tidak ada lagi.

Bagaimana kalau kita intip kisah Siti Badariah Penggagas "Kampung Baca Tansal" yang bisa menginspirasi kita semua bagaimana meningkatkan tidak hanya kemampuan baca tetapi minat baca dan berkembangnya literasi di lingkungannya.

Siapa sih Siti Badariah?

Namanya banyak dikenal pencinta literasi sejak "Kampung Baca Tansal" yang digagasnya populer dan berhasil meraih penghargaan dari Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards tahun 2021.

Tidak hanya menjadi wadah bagi pecinta buku tetapi aktif hingga sekarang sebagai pusat pendidikan di Desa Tanjung Saleh, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.

Aktivitasnya dapat kita intip di Instagram @kampungbacatansal.

Balik ke siapa sih Siti Badariah? Dia adalah sosok generasi yang peduli pada lingkungannya. Menyebarkan vibes positif sekitar tempat ia tinggal. Gagasan baca yang ia bangun dapat menjadikan lingkungan sekitar lebih terbuka wawasannya dan pengetahuan serta pola pikirnya.

Bermula dari perhatiannya terhadap banyak buku di perpustakaan kantor desa, dia menyebut ada lebih 2000 buku. Kemudian, muncullah inisiatif untuk meletakkan buku di tempat yang mudah diakses masyarakat luas, yaitu di rumah orang tuanya. Akhirnya, kepala desa pun memberikan ijin untuk mengelola buku-buku tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline