Ketertarikan menjadi petani milenial di sektor pertanian, memang tidak mudah dan tidak diragukan sama sekali, asalkan memiliki tekad, bukan nekat. Jika memiliki nekat menggenangi sebuah usaha, pasti akan mengalami kegagalan.
Penulis dilahirkan dari keluarga sederhana dan bergelut sebagai petani, merasa bersyukur dengan menjadi petani milenial sangat menguntungkan sekarang ini. Penulis lebih tertarik menjadi petani (berkebun, ladang dan kopi, padi menjadi bahan pokok, kopi menjadi salah satu produk yang digemari oleh semua masyarakat Indonesia.
Menjadi petani di desa yang jauh dari perkotaan, informasi, akses transportasi, tentu memiliki peran dalam menyediakan pangan lokal, seperti padi, jagung, kemiri, jambu, kenari, kopi, coklat, lada, pala, vanili, kelapa, dan asam.
Manfaat menjadi petani, turut mensejahterakan masyarakat dan pengelolaan pertanian. Sebagian besar masyarakat Desa Manmas pada umumnya, masih hidup dibawah garis kemiskinan. Dengan demikian pengelolaan pertanian dapat diharapkan meningkatkan taraf hidup secara sosial dan mengurangi presentase penduduk miskin Alor.
Permasalahan yang di hadapi oleh masyarakat Desa Manmas pertanian secara garis besar meliputi 3 hal, yaitu:
1. Rendahnya reproduksi dan produksi petani milenial.
2. Kurangnya pengetahuan dan penggunaan teknologi informasi dan alat-alat yang mendukung program pertanian.
3. Masalah pemasaran hasil pertanian dari anak-anak milenial.
Meski memiliki lahan pertanian dan jangkauan yang cukup, tetapi hasil panen susah di pasarkan, selain susah dipasarkan, jauh dari perkotaan.
Selain itu, rendahnya produksi pertanian dapat disebabkan oleh banyak faktor mulai dari kondisi kesuburan tanah, bibit tanaman, bibit tanaman unggul, pupuk, pengairan dalam ilmu tanam petani dan pertanian itu sendiri.
Faktor bibit tanam dapat mendorong para petani milenial juga berperan penting dalam produksi, karena kesuburan tanah juga menentukan hasil akhir.