Menyeimbangkan kehidupan, selaras jiwa dan raga adalah salah satu resolusi ketika usia saya beranjak memasuki 40 tahun. Itu bukan baru satu dua tahun tapi nyaris 20 tahun yang lalu. Saat itu motto Life began at fourty sepertinya keren banget. Eh usia saya sampai dong di kepala empat.
Sejujurnya, saya nggak merasa ada perbedaan yang signifikan, sebelum atau sesudah berusia kepala 4. Karena secara fisik saya masih merasa kuat. Masih olahraga basket, volly, futsal.
Secara kerjaan, masih keliling Indonesia. Secara sebagai istri dan ibu, masih punya dua anak SD, ya saya melahirkan anak pertama di usia yang lumayan tinggi, walau belum 40 tahun. Setelah kosong tiga tahun. Tetap di syukuri sebelum usia 40 tahun sudah jadi ibu dengan sepasang anak.
Di usia 40 tahun masih sangat produktif. Artinya sejujurnya buat saya usia berapapun, cuma barisan angka. Yang membedakan, tiap tahun bertambah tua usia hidup di bumi. Dan bagaimana berusaha menjadi lebih baik setiap hari..
Ketika terbentuk Komunitas Harmonika 40 plus, gabungan penulis Kompasiana di atas 40 tahun, buat saya biasa aja. Katena kan petgaulan dan cara berkomunikasi nggak ada perubahan. Ketika muncul ajakan staycation di Vila Arutala di kawasan Megamendung sebagai event pertama, ya saya happy saja untuk bergabung. Menurut Diah Woro dan Hi Quds yang mengkoordinir even pertama ini, tujuannya yang senang-senang tanpa agenda khusus.
Saya tidak bisa berangkat bersama-sama karena masih ada tugas ngezoom. Saya memberi info akan berangkat sendiri sore-sore. Saya menikmati perjalanan sendiri. Entah mengapa merasa bebas tanpa beban. Tiba di Stasiun Bogor menyempatkan diri menikmati soto mie dan segelas es kelapa jeruk. Perjalanan lanjut dng ojek online. Dan tiba sedikit lewat magrib.
Kawan-kawan sedang menikmati bakso, ada yang masih berenang, dan karaoke. Sebagian saya sudah kenal, jadi nyamannya berada di tengah Komunitas Harmonika 40 plus. Oh saya baru berkenalan dengan Mas Yudhi suami Mba Diah.
Karena Mas Yon dan Mba Andani tidak bermalam, kami menyempatkan foto bersama. Lalu mereka kembali ke Jakarta. Kami yang tinggal masih lanjut makan-makan, ngemil dan berkaraoke. Jelang pukul 22.00, kami masuk kamar untuk beristirahat.
Dasar emak-emak rempong. Belum.pukul 06.00 pagi sudah terdengar perang di dapur. Kalau berlibur, urusan makan selalu juara. Baru ngopi, sudah diserukan untuk mandi biar bisa foto-foto. Tawaran untuk berenang, saya tolak. Selain dingin, saya gak bisa berenang.