Lihat ke Halaman Asli

Elisa Koraag

Akun Kompasiana ke dua

Netizen +62 Nggak Bisa Disiplin, Terapkan Lagi PSBB Demi Indonesia Sehat

Diperbarui: 25 Juli 2020   17:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maskerku melindungimu, Maskermu melindungiku (Dokpri)


Sebetulnya bukan cuma di Indonesia tapi juga seluruh dunia. Wabah Covid19 ini masih betah bertahan, berlama-lama. Nah karena betahnya si Covid19, sebagai manusia yang diberikan akal dan budi untuk berpikir dan bertindak, pastinya saya dan juga banyak orang nggak bisa diam saja. Saya tahu, gara-gara wabah covid19, ekonomi banyak orang jadi carut marut. Tapi membuka akses beraktifitas, saya lebih nggak setuju. 

Saya membaca curhat seorang kawan, Andi Malewa di sini. Sebagai seseorang yang memotori Institut Musik jalanan, Wadah Musisi Jalanan alias pengamen, saya paham benar keprihatinan Andi. memang menyedihkan kalau pemusik jalanan ini kembali berkeliaran di jalanan. 

Persoalannya, apakah dengan mengizinkan para musisi jalanan itu berkumpul di satu tempat lalu menyelenggarakan hiburan secara langsung, bisa menghindari dari covid19? Sebetulnya sama dengan pertunjukan lainnya yang lewat aplikasi zoom, atau google meet atau apalah secara daring kalau  petugasnya tetap saja banyak yang nggak disiplin.

Tidak mudah mendisiplinkan masyarakat netizen +62, yang selalu merasa lebih jago. Banyak yang beranggapan Covid19 ini cuma pengalihan isue dari ketidakmampuan pemerintah menangangani persoalan bangsa. Mulai dari masuknya TKA Cina, RUU PKS, RUU Cipta Kerja, RUU HIP, dan kasus korupsi. 

Lihat saja bagaimana mereka menggelar demo, dengan tak lupa membawa anak-anak. Lihat bagaimana mereka melakukan berbagai kegiatan mengatasnamakan agama yang akhirnya melahirkan pasien baru yang banyak. 

Kematian demi kematian tiap hari lewat di media massa maupun di lini masa media sosial atau grup=grup WA. kalau orang biasa, bodo amatlah. Tapi bagaimana dengan kematian para tenaga kesehatan? Dunia kedokteran di indonesia bisa  menjadi masa yang gelap kalau tenaga kesehatannya berkurang banyak.

Di sisi lain, data terus berjalan, terjangkiti, kematian, sembuh. Itu bukan data karena keinginan pemerintah mengalihkan isue. Coba tengok para penggali kubur yang menangis karena nggak pulang-pulang. 

Bagaimana mau kembali beraktifitas kalau memperbesar peluang terjangkit covid19? Rasanya uang yang dicari bahkan sudah ditabungpun jadi nggak berarti kalau dibayar dengan kematian. 

Pemerintah memang menganggarkan bantuan sosial tapi nggak cukup. Akhirnya mulai mengizinkan masyarakat beraktifitas dengan syarat merapkan protokol kesehatan. Sempat tenar istilah #NewNormal, Atau tatanan normal baru, yaitu kembali beraktifitas dengan menerapkan protokol kesehatan seperti, hindari kerumunan, jika berada dikerumumanan harap jaga jarak. 

Ke luar rumah, biar cuma ke tukang sayur depan pagar, harus menggunakan masker. Dan sering-sering cuci tangan di air mengalir dengan sabun. kemarin, ya baru kemain saya ke luar rumah naik kendaran umum (angkot) Penumpangnya cuma saya dan pak sopir. pak sopir nggak pakai masker. 

Masker cuma tergantung di leher, menurut pak Sopir dipakai kalau ada polisi yang melakukan pemeriksaan (Check point). Saya tanya dong, mengapa nggak dipakai maskernya, apa nggak takut dengan wabag coron? Pak Sopir tertawa, "Itu mah bohong semua".  Saya melanjutkan bertanya, "Kok bohong? emang ngak dengar kalau banyak kematian?" dan saya cuma bisa menghela napas panjang, saya Pak Sopir mnejawab "Itu mah takdir".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline