Mengikuti Workshop Blogger dalam rangka TB day 2015, selama tiga hari dua malam di Bandung, menyentil perasaan saya terdalam. Saya mengalami sendiri, bagaimana rasa percaya diri suami hilang, termasuk semangat hidup. Membuat saya ekstra kerja keras mendampinginya. Karena bukan hanya harus memperhatikan kesehatan fisiknya tapi juga kesehatan mentalnya. TB telah menjadi gangguan dan mengubah gaya hidup saya dan keluarga.
Hidup bersama salah satu anggota keluarga yang menderita penyakit tidaklah mudah. Harus punya kesabaran ekstra seluas samudera. Kadang hati kecil ini memberontak karena lelah. Tapi kesadaran akan janji pernikahan, mengenyahkan semua rasa lelah. Sakit-sehat, susah-senang, kaya miskin, kurus-gendut, satu dalam kasih. Padahal ada kalanya, saya ingin berteriak juga.
Dokter sudah mengatakan: Tidaklah mudah hidup bersama penderita penyakit (apapun penyakitnya) karena itu dibutuhkan kerjasama dari si penderita untuk mau dirawat dan diobati.
Pola makan harus diatur sedemikian rupa. Baik untuk penyakit gulanya maupun penyakit TB-nya. Ada yang bertolak belakang dan sempat membuat saya frustasi. Penyakit gula menyebabkan suami tidak boleh banyak mengkonsumsi karbohidrat sedangkan TB harus Tinggi kalori dan Tinggi protein.
Lauk daging sapi, sayuran hijau dan buah diperbanyak. Gula diet/gula aren menjadi pilihan. Alternatif karbohidrat dari kentang, ubi kayu, ubi jalar, roti gandum mulai menghiasi meja makan.Keluhannya: Tidak enak!Tapi mengurangi jumlah kalori, juga tidak mudah. Suami saya pemilik tinggi 176cm/78 kg. Penggemar olahraga ini terbiasa mengkonsumsi makanan dengan jumlah besar. Karena kedua penyakit tersebut dan pola makan yang kami atur. Berat badannya turun hingga 63 kg.
Melihat berat badan yang turun cukup drastis dalam tempo kurang dari enam bulan, membuatnya enggan bersosialisasi.Rasa minder menyerang berarti tambahan kerja baru bagi saya untuk memompakan semangat hidup.Ini penting, ketika semangat hidup tidak ada, penyakit makin betah bercokol dalam tubuh.TB termasuk virus yang dapat menyerang cepat saat daya tahan tubuh seseorang melemah. Ketika semangat hidup melemah, maka sangat mempengaruhi ketahanan fisik. Hati yang gembira adalah obat, benar adanya.
Ini beberapa gejala yang dialami suami sebelum kami melakukan pemeriksaan.
Batuk terus menerus lebih dari tiga minggu. Saat mulai batuk lebih dari tiga hari, hanya obat warung yang dibeli dan dikonsumsi. Tiap diajak periksa, galakan dia. Selalu berdalih, ini cuma leher yang gatal. Kuping dan hati saya sampai panas, tak kala keluarga besarnya mempertanyakan, kok saya gak mengajaknya periksa. Ingin rasanya menjerit. Tapi itu tadi, depan ipar dan mertua harus selalu senyum walau penuh kehancuran. Sayapun mengatakan, coba Emak yang bilang padanya. Dia tidak mengindahkan saya karena merasa dirinya benar. Bahkan sempat tercetus ingin memulangkan suami ke ibunya. Karena saya masih memiliki dua anak yang juga masih memerlukan perhatian.
Setelah ke RS dan harus periksa laboratorum untuk cek darah dan rontent. Eng…Ing…Eng. Hasilnya gula darah 420 dan positif TB. Beuh vonis itu, seperti membuat dunianya berakhir. Saya cepat mengunjungi Mba Google untuk mecari apa yang harus saya lakukan, makanya menuliskan artikel ini seperti membuka memori dalam ingatan saya.
Sejak pulang dari tugas di Jayapura, suami saya membawa oleh-oleh penyakit malaria. Penyakit ini mempunyai ciri-ciri demam dan mengigil. Ternyata apa yang saya kira kambuhnya penyakit malaria, salah.Demam dan mengigil adalah gejala yang menyertai penyakit TB selain batuk terus menerus, dahak berdarah dan berkeringat terus menerus,sehingga saya harus rajin memeriksa kondisinya dan menggantikan bajunya.