Lihat ke Halaman Asli

Elisa Herlinawati

Mahasiswi S1 Sosiologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Jeffrey Charles Alexander dan Teorinya

Diperbarui: 15 Desember 2022   22:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://www.cambridgeblog.org/author-profile/jeffrey-c-alexander/

Jeffrey Charles Alexander merupakan seorang sosiolog dari Amerika yang lahir pada 30 Mei 1947, di Milwaukee, Wisconsin, Amerika Serikat. Ia memperoleh gelar Bachelor of Arts dari Harvard University pada tahun 1969 dan gelar Doctor of Philosophy dari University of California, Berkeley , pada tahun 1978. Ia juga salah satu pendukung utama Neofunctionalism, dan tokoh sentral dalam kontemporer Sosiologi Budaya. Dirinya juga berhasil penciptakan buku hasil karyanya yang sudah dikenal halayak orang. Menjadi salah satu editor jurnal Teori sosiologis, dan dia saat ini sebagai co-editor dari "American Journal of Cultural Sosiologi. Pada tahun 2004, ia memenangkan Penghargaan Clifford Geertz  untuk Makalah Terbaik dalam Sosiologi Budaya, dan pada  tahun 2008 memenangkan penghargaan Douglas  untuk Buku Terbaik dalam Sosiologi Budaya, Mary.

Pada buku Neofunctinalism and After (1998a), Alexander menyatakan bahwa teori neofungsionalisme memiliki tujuan utama yakni terbentuknya (kembali) legitimasi dan arti penting teori Parsonsian. Teori neofungsionalisme di pengaruhi oleh teori fungsionalisme struktural Parsons dianggap masih terlalu sempit. Maka dari itu, Alexander dan Colomy ingin membuat teori yang lebih sintesis yang mereka sebut "Neofungsionalisme". Selain itu, yang mempengaruhi adanya teori neofungsionalisme yakni teori fungsionalisme structural Prasons yang anti-individualisme, antagonism terhadap perubahan, konservatisme, idealism, dan bias antiempiris (George Ritzer, 2014;142-143).

Teori Neo-fungsionalisme merupakan pembaruan dari teori fungsionalisme Talcott Parsons. Alexander dan Colomy menjelaskan bahwa teori Neo-fungsionalisme merupakan rangkaian kritik-diri teori fungsional. Konsep inti dari neo-fungsionalisme adalah spillover. Spillover terpacu pada sebuah proses dimana kooperasi politik dilaksanakan dengan tujuan spesifik yang kemudian membuat terbentuknya tujuan-tujuan baru untuk memastikan tercapainya tujuan-tujuan lama. Alexander (1985a:10) telah menyebutkankan satu demi satu masalah-masalah yang menyangkut fungsionalis strukural yang perlu diatasi neofungsionalisme, antara lain anti individualism, permusuhan terhadap perubahan, dan idealisme.

Menurut pemahaman saya, neofungsionalisme berfungsi sebagaai model masyarakat yang deskirptif yang melihat masyarakat terdiri dari banyak unsur-unsur yang saling berinteraksi satu sama lain, dan dalam berinteraksi itu akan membentu suatu pola. Selain itu neofungsionalisme juga memperhatikan fungsional structural bukan sebagai fakta yang telah berakhir, tetapi menjadi suatu kemungkinan sosial.

Contoh penerapan teori ini seperti di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), mereka adalah satu kesatuan, meskipun terdiri dari beberapa actor provinsi, setiap individu di provinsi dianggap sebagai bagian dari masyarakat Indonesia. Demikian dengan integrasi politik, yang terjadi ketika suatu wilayah telah menjadi komunitas politik, integrasi politik regional memicu timbulnya Lembaga supranasional yang menggabungkan kedaulatan masing-masing provinsi anggota menjadi satu keadaulatan dalam Lembaga tersebut untuk mencapai kepentingan bersama.

Referensi :

Neofungsionalisme Jeffery Alexander (Youtube Chanel. https://youtu.be/JR7CQtTvfg8)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline