[caption caption="Brent Spar disembur air oleh para aktivis Greenpeace melalui kapal kecil"]
Perusahaan industri dalam perjalanannya tidak lepas dari risiko usaha. Risiko dapat muncul dari lingkup internal maupun eksternal perusahaan. Perusahaan mungkin menghadapi situasi krisis yang penuh dengan ketidakpastian, perubahan, atau merupakan ekses dari kegiatan usaha mereka sendiri. Perusahaan dituntut untuk bertanggung jawab dengan mampu mengambil keputusan yang tepat. Perusahaan harus mampu menemukan solusi yang membawa kemaslahatan bagi orang banyak dan sebisa mungkin meredakan protes publik.
Perusahaan dalam mengambil keputusan perlu melakukan komunikasi risiko terlebih dahulu. Komunikasi risiko meliputi berbagai aktivitas, termasuk pengidentifikasian, penilaian, analisis kepentingan dan perhatian stakeholder, pembangunan strategi komunikasi dan konsultasi risiko, pembuatan pesan-pesan, penggunaan media, dan pemantauan serta penilaian hasil dialog dengan publik (Tampubolon, 2004, hal. 100). Hal-hal tersebut perlu dilakukan agar krisis tidak berujung pada ancaman yang mengerikan.
Sebelum kita beranjak lebih jauh, alangkah baiknya kita mengetahui apa krisis itu. Krisis menurut Barton (dalam Satlita, 1999: 3) adalah peristiwa besar yang tak terduga yang secara potensial berdampak negatif terhadap baik perusahaan maupun publik. Situasi krisis juga pernah dialami perusahaan minyak Shell dan Exon pada tahun 1994 yang memiliki permasalahan terkait pembuangan tempat penyimpanan minyak bernama Brent Spar.
Brent Spar mulai bekerja tahun 1976 dan berhenti beroperasi selama lima tahun. Sesuai dengan Pedoman Organisasi Maritim Internasional bahwa penenggelaman kerangka di dasar laut adalah pilihan yang diperbolehkan. Kemudian Shell memilih untuk menenggelamkan Brent Spar di dasar laut ketimbang tiga pilihan lain, yaitu pembuangan di darat, penenggelaman di lokasi Brent Spar saat ini (di Samudera Atlantik bagian utara), atau penguraian di tempat.
Shell dalam mengambil keputusan sudah mempertimbangkan dampak teknis, keamanan, dan lingkungan dari penenggelaman tersebut. Kemudian Shell meminta izin penenggelaman kepada Departemen Perdagangan dan Industri U.K. Mereka memperbolehkan karena sesuai dengan Best Practicable Environmental Option (BPEO). Pemerintah U.K. mengeluarkan lisensi pembuangan untuk Shell pada minggu pertama bulan Mei. Namun, sebelum izin tersebut dikeluarkan ternyata desas-desusnya Brent Spar telah diambil alih oleh aktivis Greenpeace di Jerman. Setelah kejadian tersebut, krisis terus berkembang. Brent Spar terus menerus menjadi agenda pemberitaan media.
Kementrian Lingkungan dan Pertanian Jerman mengajukan protes ke pemerintah U.K. dengan alasan bahwa pembuangan di darat belum diteliti secara signifikan. Greenpeace sampai mengerahkan para politikus dengan menandatangani petisi untuk menentang penenggelaman di dasar laut dan memboikot perusahaan Shell. Pemboikotan berhasil dilakukan di Jerman, Holland, dan sebagian dari Scandinavia (Lofstedt & Renn, 1997, hal. 132).
Kontroversi terus berlanjut. Posisi Shell dan Pemerintahan U.K. semakin terpojokkan. Usaha dalam menghentikan pembuangan ke laut dianggap sebagai sebuah tren dari seluruh dunia untuk melindungi lautnya. Hal itu yang membuat permasalahan lingkungan mampu menyorot perhatian publik. Greenpeace kembali mpyenduduki Brent Spar. Greenpeace mengklaim adanya sejumlah logam berat dan material racun organik yang tinggi di tangki yang mana belum diumumkan oleh Shell. Ini membuat protes semakin menyebar dan menjadi-jadi.
Komunikasi dan Konsultasi
Komunikasi dan konsultasi akan membantu menjembatani jurang antara bukti-bukti dan angka-angka statistik dan persepsi semua pihak mengenai risiko. Selain itu juga untuk mengantisipasi dan menanggapi perhatian, kekhawatiran, atau harapan publik secara efektif. Setiap pertanyaan yang diajukan oleh masyarakat mengenai manajemen risiko harus dilihat sebagai kesempatan untuk mengkomunikasikan risiko dan cara perusahaan mengelolanya (Tampubolon, 2004, hal. 100).