Tagar dan gambar "All Eyes on Papua" sedang ramai dibagikan oleh jutaan pengguna di sosial media khususnya Instagram. Kampanye ini merupakan sebuah bentuk dukungan dunia pada masyarakat adat Papua suku Awyu dan suku Moi Sigin yang berjuang menolak pembabatan hutan Papua.
Suku awyu berjuang mempertahankan 36 ribu hektar yang setara dengan separuh luas DKI Jakarta di Distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan yang diprakasai oleh PT. Indo Asiana Lestari (IAL) dan suku Moi berjuang mempertahankan untuk 18 ribu hektar di Sorong, Papua Barat Daya yang diprakasai oleh PT Sorong Agro Sawitindo (SAS).
"Kalau hutan adat kami hilang, mau kemana lagi kami pergi?" kata Fiktor, pejuang lingkungan hidup dari suku Moi. Mereka menggantungkan hidup mereka pada hutan yang akan dibabat habis. Tentu saja masyarakat adat Papua menolak rencana pembabatan hutan tersebut. Hutan dimana sumber hidup mereka, sumber kebahagiaan mereka, sumber harapan mereka telah terancam dibabat habis. Hutan adat yang telah dihuni turun temurun begitu lamanya menjadi sumber penghidupan mereka akan dikeruk dan habisi untuk kepentingan penguasa.
"Kehidupan suku Awyu sangat tergantung pada tanah, hutan, sungai, rawa dan hasil kekayaan alam lainnya. Itu semua menjadi sumber mata pencaharian, pangan, dan obat-obatan, serta identitas sosial budaya kami. Hutan adalah "rekening abadi" bagi kami masyarakat adat" ucap Hendrikus seorang pejuang lingkungan hidup dari suku Awyu.
Berdasarkan laporan Greenpeace pada 2023, ada 6 kampung adat yang akan terdampak yaitu, Kampung Ikisi/Makmur, Kampung Navini , Kampung Kowo Satu/Sadar, Kampung Kowo Dua/Domo, Kampung Yare/Bangun di distrik Fofi dan Kampung Ampera di Distrik Mandobo.
Selain kehidupan masyarakat adat yang terancam, peralihan fungsi hutan menjadi kebun sawit ini diprediksi akan menyebabkan deforestasi yang akan merlepaskan emisi 25 juta ton karbondioksida ke atmosfer yang tentu saja dampaknya tidak hanya kepada masyarakat Papua, tetapi seluruh dunia dapat terdampak. Lalu, terjadinya kepunahan flora fauna endemik Papua. Yang awalnya hutan adalah apotek bagi mereka menjadi tidak sama lagi.
Berdasarkan studi yang dilakukan Gaveau dkk pada tahun 2021 , diperkirakan hingga 3036, angka kehilangan hutan Tanah Papua akan mencapai 4,5 juta ha. Dengan data riset yang telah ada selama 2001-2019, Papua kehilangan 2% hutannya alamnya tau sekitar 748 ribu ha. Dengan demikian, kelestarian hutan papua semakin lama semakin terancam, dan tempat masyarakat adat tinggal semkain sempit.
"Kami sudah cukup lama tersiksa dengan adanya rencana sawit di wilayah adat kami. Kami ingin membesarkan anak-anak kami melalui hasil alam. Sawit akan merusak hutan kami, kami menolaknya," kata Rikarda Maa, perempuan adat dari suku Awyu. Hutan tersebut harus diperjuangkan dan harus dikembalikan pada pemilij aslinya.
Hutan adat Papua bukan hanya sekedar sumber makanan tetapi juga sumber kehidupan, keindahan dan kedamaian yang harus dijaga. Mari kita peduli dan bantu menyuarakan hak-hak saudara-saudara kita di Papua dengan mendukung terus perjuangan Suku Awyu dan Moi melalui petisi dibawah ini