MENGUATKAN BUDAYA POSITIF MELALUI PEKA KOLATEN
(Pembiasaan dan Keteladanan Secara Kolaboratif Konsisten)
Budaya positif merupakan perwujudan dari nilai-nilai atau keyakinan universal yang diterapkan di lingkungan sekolah. Sekolah adalah lingkungan yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk belajar pengetahuan melainkan juga tempat pembentukan karakter . Salah satu aspek penting dalam pembentukan karakter adalah penerapan budaya positif yang dilakukan melalui pembiasaan, keteladanan secara kolaboratif dan konsisten karena dilakukan bersama-sama dengan seluruh warga sekolah secara rutin dan berkesinambungan guna mencapai sekolah yang berbudaya positif.
Pembiasaan membutuhkan proses yang lama dan dayaupaya untuk mencapainya tapi merupakan keyakinan bahwa hal itu baik dilakukan demi tujuan yang hendak dicapai. Kita mengharapkan siswa kita untuk memiliki karakter baik, maka guru harus menjadi teladan untuk mempeloporinya dengan memberikan teladan yang baik pula di sekolah, jangan hanya menyalahkan anak tapi kita secara Bersama membudayakan hal yang baik di sekolah itu secara sadar konsisten dan berkesinambungan.
Budaya positif di sekolah merupakan pembiasaan- pembiasaan hal yang baik, mencakup sikap/perilaku maupun tutur kata, kegiatan yang positif, diyakini dan disadari oleh seluruh warga di sekolah. Budaya positif berkaitan tentang materi perubahan paradigma, konsep disiplin positif dan motivasi, keyakinan kelas, pemenuhan kebutuhan dasar, lima posisi kontrol, serta segitiga restitusi dapat ditumbuhkembangkan di sekolah melalui sebuah kegiatan dan pembiasaan. Konsep budaya positif ini menjadi hal yang menyenangkan dan penuh tantangan karena kita melakukan pembiasaan baik yang dilakukan setiap saat, dalam bertutur kata saat pembelajaran maupun di sekolah hal yang baik harus ditingkatkan dan yang perlu diperbaiki harus menjadi semangat kesadaran bersama untuk saling menguatkan. Kita sebagai pendidik harus secara matang emosional dalam memberikan keteladanan budaya positif baik dilingkup kelas maupun lingkup sekolah.
Budaya positif diawali dengan perubahan paradigma tentang teori kontrol. Selama ini barangkali kita sebagai guru merasa berkewajiban mengontrol perilaku siswa agar memiliki perilaku sesuai yang guru harapkan padahal yang bisa kita control sepenuhnya adalah diri kita sendiri. Guru hanya berkewajiban mendidik siswa agar menjadi insan yang berkarakter dan berprestasi melalui kegiatan pembelajaran dan kegiatan di sekolah.
Kita hanya bisa melakukan kontrol sepenuhnya terhadap diri kita sendiri, baik buruknya tergantung pada kita yang mengontrol diri kita sendiri itulah yang menjadi motif dalam diri untuk melakukan sesuatu hal disebut motif internal). Sedangkan hal-hal lain diluar kendali kita namun menjadi semangat kita untuk melakukan hal yang lebih baik disebut motif eksternal. Oleh karena itu, kita sebagai pendidik hanya bisa mengarahkan agar siswa menjadi pribadi yang berkarakter melalui pembiasaan dan keteladanan yang kita lakukan sehari-hari melalui pembelajaran maupun kegiatan sekolah.
Motif internal menjadi kesadaran untuk mencapai tujuan, hal yang bisa dilakukan antara lain memberikan kesadaran akan sebab akibat dan gali mimpi tujuan yang hendak dicapai serta apresiasi akan hal yang sudah dilakukan. Sedangkan motif eksternal adalah lingkungan yang menjadi support system untuk mewujudkan budaya positif yang baik. Kolaborasi mutlak diperlukan untuk mencpai tujuan yang hendak dicapai yakni budaya positif di sekolah melalui nilai-nilai kebajikan yang diyakini Bersama. Terutama dalam penenaman karakter profil pelajar Pancasila yang termuat nilai kebajikan untuk terus ditumbuhkembangkan dengan baik. Semua pihak harus sadar akan pentingnya budaya positif, kuatkan pendidiknya melalui support system yang membangun dengan kesadaran penuh karena pendidik menjadi sosok inspirasi bagi siswa. Guru adalah sosok yang digugu dan ditiru dimana peran seorang guru menjadi sosok yang penting untuk menjadi suri teladan bagi siswa dalam kesehariannya.
Apalagi saaat ini perkembangan zaman yang diiringi dengan perkembangan teknologi sehingga memunculkan banyak sekali pengaruh, baik positif maupun negatif. Siswa yang dalam proses pertumbuhan dan sekaligus pembentukan karakternya, maka sangatlah perlu adanya pendidikan yang mampu mengarahkan pribadinya untuk tumbuh menjadi manusia yang berkarakter baik dan berkompeten. Hal ini menjadi tantangan Bersama untuk terus kita gali dalam upaya menanamkan budaya positif dengan menyesuaikan permbangan zaman. Bagaimana kita menanamkan budaya positif yang sesuai perkembangan zaman namun tetap mengedeoankan nilai-nilai kebajikan budaya positif. Hal sederhana dan bisa dikembangkan diantaranya mengemas pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi dengan efektif dan efisien yang menjadi kesadaran Bersama.
Pendidikan yang berpihak pada siswa, bukan berarti menuruti semua yang diinginkan siswa tanpa adanya suatu kontrol. Namun pendidikan yang berpihak pada siswa yaitu pendidikan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan siswa tersebut dengan tetap mengarahkan siswa agar bisa tumbuh dengan baik sesuai dengan kelebihan yang dimiliki serta kodratnya. Oleh karena itu, dalam pendidikan perlu adanya kontrol yang bersifat membangun untuk siswa dan pihak sekolah, terutama gurunya.