Bukan kah semua emosi itu penting? Lantas mengapa yang boleh divalidasi dan dirayakan hanya yang positif saja?
Sebagian dari kita mungkin tidak mendapatkan privilege untuk mengenal dan mengelola semua emosi dengan baik dari kecil. Emosi-emosi negatif dianggap tak patut divalidasi dan cenderung dihindari, kurang lebih mungkin seperti jika kita berkaca pada culture di society kita. Alhasil, emosi-emosi itu pun jadi asing bagi kita. Kalau sudah asing, lantas bagaimana bisa tahu cara mengatasinya? Jika emosi saja tak teratasi dengan tepat, maka bagaimana permasalahan dapat teratasi dengan baik? Kurang lebih begitu pula lah yang disampaikan oleh Elly Risman Musa, atau sering disapa Ibu Elly seorang psikolog yang pernah mengenyam pendidikan di Florida State University Talashe itu.
Menurut pengalaman Ibu Elly, jika anak-anak hanya dikenalkan pada emosi positif saja dan cenderung dilarang menunjukkan emosi negatif, maka hal itu bisa menjadi akar permasalahan-permasalahan yang lebih besar. Contohnya, jika ada anak-anak marah, membuang barang-barang atau bahkan merusaknya. Apa yang biasanya spontan kita lakukan? Apakah kiita minta untuk tidak marah? atau bahkan kita marahin balik? hehe. Jika itu yang kita lakukan, maka jangan heran jika si anak itu justru semakin menjadi-jadi atau kalaupun tidak, maka perlahan mindset bahwa emosi negatif itu suatu larangan akan tertanam dalam diri mereka. Jika sudah begitu, itu dapat memicu munculnya masalah-masalah baru yang semakin besar.
Ibu Elly dalam beberapa podcast di Channel Youtube Elly Risman Official menyampaikan betapa pentingnya ilmu parenting bagi setiap manusia, khususnya anak-anak muda karena kecerdasan emosional generasi penerus juga sangat menentukan seperti apa masa depan bangsa ini. Oleh karena itu, setidaknya ada 3 hal yang perlu kita persiapkan dan pelajari, yaitu:
1) Belajar Cara Mengenalkan Emosi pada Anak
Fokus pada emosi anak, bukan langsung penyelesaian masalah yang ada merupakan hal yang idealnya kita lakukan ketika anak menunjukkan emosinya, khususnya emosi negatif. Hal ini sangat penting agar anak tahu bahwa semua emosi itu penting dan harus dikenali. Caranya yaitu dengan menanyakan pada anak, misalnya ketika ia sedang marah maka tanyakan "marah ya nak?", "sedih ya?", "kecewa ya?", dll. Bukan langsung fokus pada tindakan yang mereka lakukan. Dengan begitu, maka anak akan merasa diperhatikan dan dimengerti. Hal itu sangat penting untuk membiasakan anak mengenal dan tahu nama-nama emosi negatif itu, sehingga ketika mereka tumbuh dewasa mereka pun tak akan asing dengan hal itu.
Menurut Ibu Elly, dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan terkait emosi yang sedang dirasakan oleh seseorang dapat menstimulus mereka memberikan kepercayaannya pada kita untuk bercerita apa permasalahan yang dihadapinya. Jika hal itu sudah biasa ditanamkan pada anak dan mereka dengan leluasa cerita terkait perasaannya, itu tanda bahwa komunikasi orang tua dan anak telah berhasil.
2) Belajar Cara Memvalidasi Perasaan
Ibu Elly menyampaikan bahwa setelah menanyakan apa yang dirasakan, maka selanjutnya validasi perasaan itu. Misalnya, "oh jadi itu ya yang bikin sedih, marah, kecewa. Iya sih pasti rasanya gak enak banget ya", dll. Intinya kita mencoba memberikan pertanyaan-pertanyaan yang memvalidasi bahwa perasaan itu memang benar adanya dan itu manusiawi. Hal ini sangat penting agar mereka tidak meloncati fase validasi karena jika fase ini terlewatkan bisa menjadi pemicu mental illness lantaran ada yang belum selesai dengan dirinya sendiri karena dia tak tahu apa yang terjadi dalam dirinya.
3) Belajar Cara Menyalurkan dan Mengatasi Emosi