Lihat ke Halaman Asli

Elisa Triwiyatsih

Communication Entusiast || Alumni Sekolah Tinggi Multi Media Yogyakarta

Benang Merah 'Tren' Self-harm, Roleplay, dan Mental Illness

Diperbarui: 3 November 2023   16:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pinterest.com/creamncooky

Setiap jiwa membutuhkan ruang untuk dipenuhi dengan cinta dan memerlukan dimensi untuk menuang rasa serta emosi dalam jiwa. Begitulah hal yang penulis yakini setelah menemukan berbagai macam kasus dan hasil penelitian yang memprihatinkan akhir-akhir ini, seperti self-harm, roleplay, berbagai macam mental illness, hingga tragedi bunuh diri yang seakan menjadi 'tren' di kalangan kaula muda. Berdasarkan survei dari Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) yang dipublikasikan oleh Universitas Gadjah Mada pada 24 Oktober 2022 menunjukkan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental, dan satu dari dua puluh remaja Indonesia memiliki gangguan mental dalam 12 bulan terakhir. Tak hanya survey tersebut, berbagai macam fenomena bunuh diri yang dilakukan oleh pemuda tanah air membuktikan bahwa mental illness saat ini menjadi hal krusial yang sudah sepatutnya diperhatikan hingga ke akarnya.

Salah satu akar permasalahan mental illness, roleplay, hingga self-harm atau bahkan bunuh diri yaitu pola asuh orang tua. Berdasarkan penelitian yang dipublikasikan oleh HBMC Public Health dalam sebuah jurnal berjudul "Ilmpusivity Mediates the Association between Parenting Styles and Self-harm in Chinese Adolescents" menunjukkan bahwa impulsif, kurangnya kehangatan emosional dari ayah, over-protection atau perlindungan berlebih dari ibu, dan penolakan sangat berkaitan dengan self-harm. Dari penelitian tersebut dapat kita ketahui bahwa pola asuh orang tua sangat berpengaruh terhadap jiwa anaknya. Oleh karena itu, jika kita hendak menelisik akar masalah fenomena tersebut, kita dapat melihat dari bagaimana orang tua memperlakukan anaknya.

BMC Public Health

Fenomena itu banyak penulis temui di sekitar penulis, mulai dari anak-anak, remaja, bahkan teman-teman penulis sendiri. Ada salah seorang saudara penulis yang masih SMP, namun sudah terjun terlampau dalam di dunia roleplay, beberapa teman penulis yang self-harm, dan beberapa sahabat yang mencoba menghabisi nyawanya sendiri. Setelah penulis berbicara dengan mereka dan menelisik dari berbagai aspek, penulis menemukan benang merah yang kurang lebih sama, yaitu orang tua. Meskipun memang pola asuh orang tua bukan satu-satunya faktor penyebabnya, namun semua kasus yang penulis temui itu berawal dari mereka kurang mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya, ada yang karena sedari kecil sudah ditinggal orang tuanya, ada yang orang tuanya kerap kali bertengkar di hadapannya, tempramen, dan ada pula yang bercerai hingga tak ada yang mempedulikannya lagi.

Dari kasus-kasus yang penulis temui, penulis yakin bahwa setiap jiwa ibarat gelas kosong yang membutuhkan cinta dan kasih sayang untuk memenuhinya. Apabila seseorang tidak bisa mendapatkan dari dalam keluarganya, maka sudah pasti ia akan mencarinya di luar. Setiap jiwa membutuhkan ruang untuk mencurahkan segala emosinya, dan apabila tidak dapat dilakukan di rumah, maka tentu ia akan melakukannya di luar rumah. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita aware dan mengoptimalkan peran kita di lingkungan sekitar kita. Misalnya, belajar menjadi pendengar yang baik untuk teman kita yang membutuhkan ruang untuk bercerita dan mencoba memahami mereka, meski terkadang sikapnya begitu menjengkelkan. Namun, di sisi lain kita juga harus tetap peduli terhadap kesehatan mental kita.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline