Anda pernah melihat kota Jakarta lengang? Kalau Anda pernah ke Jakarta pada hari Minggu, atau pada hari terakhir libur Lebaran, Anda akan melihat suasana kota Jakarta yang sepi dari mobil dan motor. Suasana seperti itulah yang Saya perhatikan pada hari ini. Lucunya, hari ini hari Selasa tanggal 26 Oktober 2010, bukanlah hari libur atau hari perayaan khusus yang memaksa orang tetap berada di daerah pemukiman. Tapi pemandangan kota Jakarta tidak seperti hari biasanya. Pukul 09.00 WIB jalan protokol Sudirman-Thamrin yang biasanya penuh dengan mobil dari arah Selatan menuju Utara, terlihat tidak begitu ramai. Pejabat yang biasa mengendarai mobil dengan nomor polisi bertuliskan 2 angka saja atau nomor polisi yang berinisial "RFS", nyaris tidak terlihat. Ada apa gerangan? Jakarta kelelahan. Sepuluh jam sebelumnya, pukul 11.00 WIB, Face Book dipenuhi dengan status yang memprihatinkan "..jam segini masih di jalan" atau "..kapan sampe rumah kalau begini.."Suasana kelelahan terlihat begitu jelas begitu Saya tiba di kantor: "Gilaa..Gue nyampe di rumah jam setengah 2 pagi!" kata seorang kawan yang bertempat tinggal di tangerang. Teman yang tinggal di Prapanca dan menumpang di mobil seorang kawan lain yang bertempat tinggal di Jati Bening lain lagi,"Gue di RS Tebet (daerah Pancoran) aja jam 1, gimana dia yang rumahnya di Jati Bening, pasti jam setengah 3 tuh. Makanya dia gak masuk sekarang." Anda yang tinggal di luar Jakarta mungkin tidak punya bayangan banjir "gila" yang terjadi di Jakarta hari Senin tanggal 25 Oktober 2010. Coba perhatikan gambar di bawah. Ini adalah kompleks supermarket Hero di kompleks Kemang Village, satu wilayah yang bisa dibilang wilayah eksklusif di bilangan Kemang, Jakarta. Kompleks ini berada di dataran rendah di mana sekelilingnya sudah banyak dibangun pertokoan dan apartemen. Maka tidak heran, ketika hujan deras turun selama 2 jam, wilayah ini lumpuh dan tergenang air sampai sebatas keranjang belanja (trolley). Jadi, apabila Anda tahu daerah dataran rendah di Jakarta, ya..pasti seperti inilah keadaannya dan bisa dibayangkan ekses yang mengikuti genangan air setinggi ini di jalan protokol. Orang yang mengendarai motor pasti menghindar atau mengambil jalan khusus mobil. Bersama-sama dengan mobil, mereka kemudian bertarung dengan mobil yang datang dari arah yang berlawanan di perempatan jalan. Akhirnya? Stuck..tidak bisa kemana-mana. Ke kiri tidak bisa, ke kanan tidak bisa, balik arah..apa lagi. Banjir kali ini berakibat buruk, karena hujan turun tepat pada "rush hour", orang baru keluar dari kantor dan hendak pulang ke rumah yang berada di luar Jakarta. Orang lalu kembali menyalahi Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Pertanyaannya, apakah banjir dan macet hanya masalah yang harus ditangani Pemerintah Daerah DKI Jakarta saja? Jawabannya, tidak. Masalah banjir dan macet adalah masalah kolektif, masalah yang harus ditangani bersama dalam hal ini oleh Pemda DKI Jakarta bersama-sama dengan Pemerintah Daerah lain yang terhubung langsung dengan DKI Jakarta. Upaya tidak akan berjalan apabila tidak dikomando oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian teknis terkait dalam hal menertibkan regulasi. Koordinasi antar instansi menjadi penting agar tidak ada pekerjaan yang tumpang tindih. Tapi, ya..tidak tahulah..mungkin ada persoalan lain yang lebih penting untuk dirasakan "manfaatnya" sehingga Pemerintah terkesan tutup kuping dan tutup mata untuk mengatasi masalah banjir dan macet. Mungkin saat ini mereka pun berpikir.."Yang namanya banjir kan sifatnya kolektif, diatasin bareng dong..masyarakat juga jangan buang sampah sembarangan". Nah..loh..! Jadi..masalah mengatasi banjir tanggungjawab siapa dong..? (ls, Jakarta, 26 Oktober 2010)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H