Lihat ke Halaman Asli

Pak Jokowi Lakukan Kuliah Umum Dengan 200 Mahasiswa BKI UIN Sunan Kaliaga Yogyakarta

Diperbarui: 3 November 2015   21:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selasa, 03 November 2015 mahasiswa jurusan BKI FDK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta melakukan kuliah umum. Acara yang berlangsung di gedung teatrikal Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini diikuti oleh kurang lebih 200 mahasiswa yang terdiri dari mahasiswa BKI angkatan 2014 dan 2015. Acara ini dimulai pada pukul 08.00 WIB hingga pukul 11.30.

Kuliah umum dengan tema “Peran Konselor Islam dalam penanganan Gepeng dan Psikotik” ini memang sangat menarik antusiasme dari para peserta. Bagaimana tidak? Narasumber yang dihadirkan memanglah sosok yang begitu familiar, sosok yang sangat paham akan masalah Gepeng dan Psikotik. Mengapa? karena kesehariannya memang bergulat dengan permasalahan penyandang sosial semacam ini, bahkan tak segan untuk blusukan langsung ke tempat perkara. “Pak Jokowi” merupakan seseorang yang peduli akan kesehjateraan warga. Bahkan menurutnya sudah menjadi tanggung jawab baginya untuk memutus mata rantai kehidupan Gepeng.

Yogyakarta adalah sebuah provinsi yang kaya akan keberagaman, didalamnya banyak sekali orang-orang yang berasal dari seluruh daerah mulai dari Sabang hingga Merauke. Hal inilah yang kemudian menjadikan kota Yogyakarta diibaratkan sebagai miniatur bangsa Indonesia. Namun disadari atau tidak, keberagamaan inilah yang justru menjadikan kota Yogyakarta memiliki permasalahan baru. Permasalahan-permasalahan seperti penyandang sosial ini muncul seiring bertambahnya populasi manusia yang datang ke Yogyakarta.

Pak Jokowi dalam kesempatan kuliah umumnya mengatakan bahwa Yogyakarta memiliki 26 jenis penyandang sosial yang salah satunya adalah Gepeng/pengemis. Beliau mengatakan bahwa Gelandangan adalah orang yang hidupnya tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat sehingga kehidupannya dianggap meresahkan bahkan mengganggu. Gepeng atau Gelandangan Pengemis adalah orang yang mendapatkan penghasilan dengan cara meminta-minta dimuka umum, sedangkan gelandangan Psikotik adalah orang yang dikategorikan memiliki gangguan jiwa, hidupnya tidak teratur dan cenderung menganggap rendah diri sehingga sudah jelas, kehadiran orang-orang sejenis ini akan menimbulkan rasa tidak nyaman bagi warga sekitar.

Begitu banyak penyebab yang menjadikan seseorang lebih memilih untuk menjadi seorang gepeng. Dua diantaranya adalah karena masalah ekonomi dan sempitnya lapangan pekerjaan. Kebutuhan yang semakin mendesak, terlebih harga kebutuhan yang semakin hari semakin mencekik dan tanpa diimbangi pemasukan yang layak, mau tak mau menjadikan seseorang bertekad untuk merubah keadaannya, namun sayang tekad tersebut tidak diimbangi dengan motivasi yang positif.

Mereka berfikir bahwa mereka harus mendapatkan uang dengan bagaimanapun caranya meskipun harus mengganti statusnya menjadi seorang gepeng. Gepeng-gepeng ini kemudian menjadi ketagihan. Income yang besar dengan modal “hanya” mengadahkan kedua tangan, menjadikan mereka betah untuk tinggal didalam zona nyamannya tersebut. Pada akhirnya, persoalaan gepeng bukan lagi mengenai masalah ekonomi namun menjalar ke permasalahan mentalitas diri yang sangat rendah.

Pak Joko Widodo menambahkan bahwa pihaknya memiliki kesulitan dalam menangani permasalah gepeng. Kesulitan tersebut karena 90% Gepeng Jogja yang berasal dari luar kota sengaja menghilangkan identitas diri (KTP) nya dengan tujuan agar dia tidak dipulangkan ke daerah asalnya. Kesulitan lainnya muncul karena setiap Gepeng memiliki jaringan komunikasi yang sangat luas dengan gepeng-gepeng se-indonesia, sehingga mereka dengan mudahnya mencari relasi ke luar kota jika sudah terjaring satpol PP di suatu kota tertentu.

Masalah tersulit dalam penanganan gepeng adalah terkait dengan mentalitas diri dan tata cara hidup yang sudah terkontaminasi oleh budaya jalan. Maka dari itu, perlu penanganan yang tidak hanya berasal dari satpol PP dan lain sebagainya. Namun yang terpenting adalah bahwa para gepeng ini harus dibimbing oleh pihak-pihak yang berkompeten khusus, tujuannya tentu saja agar para gepeng dapat merubah sikap dan mentalnya.

Dalam hal ini, Konselor tentu sangat berperan penting dalam membantu menanggulangi permasalahan gepeng. Pak Joko Widodo mengatakan bahwa pihaknya memiliki konselor yang dapat melakukan konseling terhadap para penyandang sosial ini. Adapun jenis konseling yang diberikan adalah konseling individu, konseling kelompok, bimbingan sosial dan keterampilan guna mendukung produktifitas para gepeng jika telah lulus dari masa binaan.

Jurusan BKI tentu saja memiliki nilai plus tersendiri. Dengan “embel-embel” islam dibelakang gelar, para calon Konselor Islam ini tentu saja diharapkan mampu mengentaskan permasalahan gepeng ini. Islam adalah agama yang memberi rahmat, sehingga saat membina para gepeng ini tentu saja para konselor islam bisa memberikan bimbingannya dengan menyelipkan nilai keagamaannya. Tujuannya bukan untuk menggurui, namun hanya untuk membantu terciptanya manusia yang bermental tinggi, berakhlak mulia dengan kaidah-kaidah keislaman.

Permasalahan Gepeng dan Psikotik di Yogyakarta memang tidak dapat disepelakan maka pak Jokowi atau lebih tepatnya Drs. Rahmad Joko Widodo melalui Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Yogyakarta berupaya untuk menghentikan mata rantai Gepeng ini. Pihaknya sekali berkala melakukan pembinaan terhadap gepeng jogja. Gepeng jogja ini kemudian dibina selama minimal satu tahun agar mentalitas dirinya semakin tinggi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline