“Assalamualaikum kawanku! Sehat!”
Sambil berjabat tangan aku membalas salamnya.
“Angin apa yang mengundangku kemari, Kawan?”
“Biasa Kang. Sambil bersilaturahmi, Saya ingin bertukar pikiran dengan Akang.”
“Masalah Apa?” Kang Ali langsung bertanya ke inti permasalahan.
Aku pun dengan lancar menceritakan kejadian yang berhubungan dengan pekerjaanku. Di luar dugaan, Kang Ali tertawa terbahak-bahak. Dalam ekpresi wajahnya tidak kutemukan keanehan. Seperti air mengalir di permukaan kolam yang tenang. Apanya yang lucu pikirku. Sambil menahan tawa Kang Ali berkata,”Itulah kenyataan Man. Sering bertolak belakang dengan teori bahkan ajaran-ajaran agama yang kita pelajari. Dulu, waktu saya memulai wirausaha juga seperti itu. Harus membuat ijin ke sana kemari. Ujung-ujungnya duit.” Kang Ali berhenti sejenak.
“Saya pernah mencoba untuk tidak mengikuti permainan yang telah ada. Ujung-ujungnya, usaha saya kurang berhasil. Saya malah dianggap aneh oleh teman-teman wirausaha yang lain.”
“Bukankan itu termasuk kolusi, sogokan, suap atau apapun lah namanya?”
“Betul. Tapi itu telah menjadi suatu hubungan yang saling menguntungkan. Kalau menurut istilah biologi, simbiosis mutualisme, pengusaha aman dan lancar, pemerintah dan aparatpun senang.”
“Bukankah Akang dulu menentang hal-hal seperti ini?”
“Mau bagaimana lagi Man. Kalau tidak seperti ini Akang tidak bisa hidup. Bagaimana Akang mau menghidupi anak istri? Negara tidak pernah menjamin kehidupan warganya.”