Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, selingkuh, secara etimologi diartikan sebagai perbuatan dan perilaku suka menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri, tidak berterus terang, tidak jujur, dan curang.[1]
Menurut Blow dan Hartnett, perselingkuhan secara terminologi adalah kegiatan seksual atau emosional dilakukan oleh salah satu atau kedua individu terikat dalam hubungan berkomitmen dan dianggap melanggar kepercayaan atau norma-norma (terlihat maupun tidak terlihat) berhubungan dengan eksklusivitas emosional atau seksual.[2]
Dari definisi di atas selingkuh dapat diartikan perbuatan terkait moral manusia, bagaimana moral manusia dapat menjadi urusan hukum publik di Indonesia dan menjadi tindakan kriminal (yang diatur dalam hukum pidana)? Apakah hukum negara memiliki wewenang mengatur sampai ke urusan hati manusia? Sebenarnya hukum di Indonesia (peraturan perundang-undangan) sangat erat kaitannya dengan moral rakyat Indonesia walaupun tetap dengan batasan-batasan tertentu.
Ukuran moralitas suatu perbuatan, baik atau buruk, ditentukan oleh dua faktor, yakni ukuran subyektif dan ukuran umum atau obyektif berlandaskan kepada norma-norma tertentu. Hati nurani seseorang secara subyektif memberitahukan kepada dirinya mana yang baik dan mana yang buruk. Norma-norma secara umum memberitahukan kepada semua orang tentang perbuatan yang baik dan buruk.[3]
Selingkuh adalah salah satu urusan moral manusia yang diatur dalam hukum yang berlaku di Indonesia karena memiliki ukuran umum bahwa perbuatan itu buruk (jahat) yang berlandaskan norma yang hidup dalam masyarakat. Bagaimana sebuah perselingkuhan dapat dikenakan sanksi hukum berikut syaratnya:
- Ada persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan isteri atau suaminya;
- Persetubuhan itu harus dilakukan dengan suka sama suka, tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak;
- Ada pengaduan dari pihak suami/isteri yang tercemar (korban selingkuh).
Hal ini diatur dalam Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, Pasal ini mengatur tentang perzinahan, atau yang biasa disebut mukah (overspel).
Peristiwa perselingkuhan, jika melibatkan pihak yang sudah menikah maka persetubuhan dalam perselingkuhan tersebut adalah perzinahan yang diatur dalam KUHP, dan karenanya polisi dan jaksa bisa menggunakan pasal 284 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama sembilan bulan.
Sahabat kompasiana, siapa bilang selingkuh bukan tindakan kriminal? Sepanjang tahun 2020 telah tercatat kurang lebih 20 putusan berkekuatan hukum tetap tentang perzinahan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, menyatakan terdakwa bersalah melakukan perzinahan dan dipidana dengan pidana penjara yang bervariasi lamanya dari mulai 7 hari sampai 4 bulan penjara.
Putusan-putusan tersebut semuanya bisa anda akses secara bebas di laman Direktori Putusan Mahkamah Agung Indonesia.
Hukum pidana adalah cara terakhir yang dapat anda tempuh untuk menghukum pasangan anda yang selingkuh dan melakukan persetubuhan. Namun hukum pidana juga menyediakan fasilitas lain bagi hati nurani jika anda memaafkan pasangan anda, maka anda bisa mencabut aduan kapan saja dan pasangan anda tidak akan dikenakan sanksi pidana jika tidak ada pengaduan dari anda.
Namun yang harus anda ingat jika anda mengadukan perselingkuhan (perzinahan) tidak bisa hanya mengadukan selingkuhan suami/istri anda, hukum mengatur suami/istri anda harus diadili secara hukum juga.