Baru-baru ini diberitakan tiga siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 19 Pondok Labu, Jakarta akibat tertimpa tembok yang roboh lantaran banjir yang melanda sekolah tersebut.
Kejadian tragis ini tentu menyisakan duka mendalam tidak hanya keluarga korban tetapi juga teman-teman, para guru, masyarakat sekitar, bahkan banyak warga net yang membagikan ucapan bela sungkawa di kolom komentar akun-akun media sosial yang memberitakan peristiwa ini.
Kejadian ini mengingat kita bahwa sekolah bukan merupakan tempat yang tidak terjamah oleh bencana alam.
Oleh karena itu, sekolah harus siap jika sewaktu-waktu terjadi bencana alam untuk mengurangi risiko buruk seminimal mungkin termasuk mencegah jatuhnya korban jiwa. Lalu, bagaimana sekolah dapat bersiap siaga?
Pertama, pihak sekolah perlu mengidentifikasi bencana alam yang mungkin terjadi dan memberikan dampak ke sekolah.
Meskipun bencana alam tidak dapat diprediksi, sekolah dapat memetakan hal ini dengan mempertimbangkan kondisi geografis dan peristiwa sebelumnya.
Misalnya sekolah-sekolah di daerah rawan banjir, memprioritaskan untuk bersiaga terhadap hantaman banjir, sedangkan sekolah-sekolah yang terletak di daerah yang sesekali diguncang gempa bumi, lebih memprioritaskan kesiapan menghadapi gempa bumi.
Setelah itu, dapat diikuti dengan bencana-bencana alam lainnya yang mungkin terjadi.
Kemudian, sekolah perlu menyiapkan prosedur evakuasi jika bencana itu terjadi. Prosedur proses evakuasi tentunya membutuh detil-detil lain.
Itu seperti menentukan, menyiapkan dan memeriksa rute evakuasi, titik kumpul, pintu darurat, tangga darurat, tempat berlindung, langkah-langkah evakuasi, juga logistik medis dalam tas siaga bencana, serta mengidentifikasi tempat-tempat yang rawan dan harus dihindari.