Lihat ke Halaman Asli

eli kristanti

Guru Bahasa Inggris

Anak dan Bahaya Internet

Diperbarui: 19 Januari 2023   10:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

cnn indonesia

Pada era awal 90-an, dunia barat sudah mulai akrab dengan internet, dan kemudian menularkannya ke dunia timur. Seiring waktu, internet juga berkembang semakin pesat dan beberapa hal ditemukan seperti mesin pencari google, media sosial facebook, twitter atau instagram.

Media sosial ini secara dramatis mengubah pola komunikasi orang per orang. Yang dulunya harus bertemu secara langsung, kini bisa melalui media sosial. Jika dulu harus berhari-hari butuh waktu untuk menyamaian suatu kabar antar negara atau antar benua, kini hanya butuh satu klik saja.

Teknologi mengubah banyak hal lainnya. Bisa merenggangkan sebuah hubungan atau bahkan mendekatkannya. Kita bisa lihat soal Tiko dan ibunya yang tinggal di Cakung misalnya. Ibu anak yang dulunya kaya ray aini selama 12 tahun hidup tanpa air dan listrik, sampai seorang youtuber menemukannya dan viral. Setelah viral mereka mendapat bantuan dari banyak orang dan pemerintah. Ibunya yang diduga adalah ODGJ dirawat di tempat semenstinya dan Tiko mendapat perhatian yang luar biasa. Teknologi bisa menyatukan

Begitu juga sebaliknya. Kita mendapat berita yang mengerikan soal anak-anak yang membunuh temannya untuk diambil organnya setelah iming-iming 1,2 M di internet. Setelah itu mereka bingung bagaimana menjual organ itu melalui marketplace. Menurut saya, ini cerita tragis bukan hanya soal moral anak-anak itu tapi juga bahwa internet berdampak buruk untuk kita. Iming-iming di intenet bisa merengaggangkan hubungan antar teman di dunia nyata dan kemudian membunuhnya. Internet juga yng membuat meeka gagap untuk menjualnya.

Dari hal ini kitab isa banyak belajar bahwa teknologi tidak semuanya baik untuk kita dan anak-anak kita. Di usia-usia tertentu pembatasan penggunaan internet dan berbagai aplikasi tentu saja penting karena pemahaman soal baik-buruk sesuatu sangat terbatas. Mereka belum bisa memilah dan memilih mana yang baik dan buruk di dunia maya.

Anak sering terjebak pada satu keasyikan ke keasyikan lain melalui teknologi dan menafikan empati mereka terhadap orang lain. Jika itu berlangsung selama puluhan tahun mungkin kita menjadi sosok manusia penyendiri, tidak memiliki empati bahkan mungkin bisa dimasuki faham tercela.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline