Lihat ke Halaman Asli

eli kristanti

Guru Bahasa Inggris

Jangan Libatkan Politik dalam Ceramah Agama

Diperbarui: 12 Maret 2022   08:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

republika

Beberapa waktu lalu Presiden Republik Indonesia , Joko Widodo menekankan bahwa beberapa kalangan jangan mengundang penceramah radikal. Karena ditengarai penceramah-penceramah yang diundang beberapa kalangan berpotensi menyebarkan faham radikal yang masuk dan merasuk dalam sanubari para pencengarnya  sebagai suatu kebenaran dari agama.

Ceramah-ceramah yang dilakukan oleh penceramah radikal seringkali dilakukan secara eksklusif; di komunitas tertentu dan terkesan mulia. Hanya saja ajaran yang diberikan seringkali berdasar tafsir tertentu yang diklaim sebagai ajaran yang benar. Ajaran itu cenderung intoleran dan beberapa diantaranya radikal.

Intoleran di sini adalah ajaran yang menafikan dan nyaris meniadakan pihak lain yang berbeda dengan agama yang dianut. Bahkan beberapa ajaran mengatakan bahwa di dunia hanya ada satu agama dan ajaran yaitu yang dianut olehnya. Sehingga agama di luar keyakinannya tidak dianggap alias sebenarnya tidak ada- menurut keyakinannya.

Ajaran ini seringkali diterima oleh para pendengarnya sebagai kebenaran mutlak. Lalu diikuti oleh mereka dan keluarganya . Akibatnya keluarga akan cenderung intoleran bahkan radikal dan merasa eksklusif-berbeda dengan masyarakat kebanyakan dan tampak dalam keseharian, baik di lingkungan sosial maupun dari lingkungan sekolah dan komunitas terbatas.

Jika dianalisa, ada ceramah agama radikal berkatagori bahaya, baik untuk diri sendiri maupun secara luas sebagai bangsa.Pertama adalah kecenderungan terseret pada praktek politisasi agama. Politisasi agama di sini maksudnya menjadikan ajaran yang disampaikan untuk meraih tujuan politik tertentu. Para penceramah biasanya sudah punya pilihan politik tertentu,  dimasukkan dengan cara baik kepada ajaran-ajaran yang disiarkan dan kemudian didengar secara khusuk oleh para pendengarnya. 

Hal ini bisa dengan jelas kita lihat sewaktu Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu dan Pilpres 2019 dimana tempat ibadah dan mimbar agama dipakai untuk memprogandakan gerakan politik tertentu. Mereka cenderung mengutip ayat al Quran dan hadist untuk menyerang pihak yang bukan pilihan politiknya. Sebaliknya mereka menyarankan pihak yang menjadi pilihan politiknya kepada pendengar- tentu saja dengan imbauan untuk memilihnya-, termasuk mendiskreditkan pemerintah yang sah.

Keterlibatan agama (termasuk etnis-SARA) dalam pusaran politik praktis , bukan tanpa resiko meski hal ini dianggap sebagai suatu kewajaran oleh beberapa ilmuwan politik. Beberapa negara seperti Aljazair dan Amerika Serikat (AS) juga diklaim memakai cara itu untuk mendapat simpati publik.

Politisasi agama tidak diragukan telah melahirkan segregasi sosial dan polarisasi politik. Jika tidak dimitigasi, segregasi dan polarisasi itu bukan tidak mungkin akan berujung pada konflik bahkan kekerasan. Cara itu bukan solutif, hanya menimbulkan kegaduhan saja.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline