Kadang kita merasa cukup mafhum dengan dentuman mimpi yang membomnardir alam bawah sadar. Nyatanya kita hanya mampu membaca satu dua larik aksara yang ramai mengisi rongga kepala.
Sebagian besarnya, kita hanya mencoba menghibur diri. Bahwa kita tak cukup piawai mengeja diksi yang terlanjur lepas dari jiwa.
Kadang kita merasa telah cukup setia memangku waktu, detik, menit, jam, dan hari. Dari titik-titik perjalanan, melintasi savana dan lembah kenangan.
Kita tak cukup punya rasa malu, bahwa kita telah menelantarkan beberapa anak harap. Hanya karena kita tak cukup punya alasan untuk mengatakan 'tidak' pada keterpaksaan.
Kadang kita berpikir, persediaan waktu kita masih amat melimpah. Lalu sebahagiannya, kita serahkan pada kemungkinan-kemungkinan yang justru kita pastikan.
Sejatinya, aliran masa tak pernah terbendung raga. Tak kecil, besar, muda, maupun tua. Semoga kita tak berujung dalam genang penyesalan.
Lantas apa yang riuh di kepala kita?
Terkadang itu hanya sebuah tempat persinggahan yang kita paksa menjadi tujuan
Tajuk, Lingkar, 07.03.2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H