Lihat ke Halaman Asli

Eli Halimah

open minded

Melahirkan Sebuah Buku Solo

Diperbarui: 16 Februari 2024   22:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Perkenalanku dengan komunitas menulis KEPO (Kantin Emak Produktif Oye) berawal dari sebuah kelas menulis yang dibimbing oleh mentor kami yaitu Pak Cahyadi Takariawan. Seorang ustadz yang juga penulis. Tak terbilang jumlah buku yang sudah beliau tulis.

Tahun 2020 akhir aku mengikuti kelas EPK (Emak Punya Karya). Sekitar 25 emak tergabung dalam setiap batch. Aku sendiri masuk di batch 3.

Setelah kami mendapat materi tentang penguatan niat dan mental untuk menulis, juga beberapa teknik dalam menulis, kami diminta untuk merancang sebuah buku. Semua materi disampaikan lewat zoom. Hal itu membuat interaksi kami sangat komuikatif.

Kami boleh menulis fiksi maupun nonfiksi, meskipun sebagian besar buku yang lahir dari kelas ini adalah nonfiksi. Aku sendiri termasuk peserta yang menulis fiksi, yaitu novel.

Setiap peserta harus membuat outline buku yang akan ditulis. Dalam beberapa hari saja sekian peserta telah menyelesaikan tugas itu dan mendapatkan approve dari Pak Cah.

Aku sedikit insecure karena belum seratus persen yakin dengan rencana menulis sebuah novel. Meskipun tema dan materi novel sudah terbayang tetapi mewujudkannya menjadi outline (yang berupa judul-judul bab) masih menjadi kendala bagiku.

Akhirnya aku membuat rangkuman singkat dari setiap bab agar bisa segera menyerahkan tugas tersebut. Karena, jika outline kami belum disetujui, kami belum bisa naik ke level berikutnya yaitu eksekusi tulisan per bab.

Alhamdulillah outline-ku disetujui Pak Cah. Aku langsung mengelaborasi rangkuman bab demi bab yang sudah kurancang.

Setiap hari kami harus melaporkan progres tulisan. Jumlah kata yang disarankan Pak Cah adalah 1.000 kata per hari. Dengan begitu kami akan menghasilkan sebuah naskah buku dengan jumlah kata minimal 30.000 kata, karena kami diberi waktu 30 hari untuk proses penulisan tersebut.

Mengapa harus 30.000 kata?

Jawaban Pak Cah, agar buku yang kami hasilkan tidak terlalu tipis. Sehingga jika buku kami itu dibariskan di lemari atau meja dengan buku-buku lain karya penulis yang sudah ternama, buku kami masih terlihat. Judul buku, warna, dan identitas lain dari buku kami masih bisa diperhitungkan dengan buku lainnya. Tidak terjepit, terimpit, dan tertindas oleh buku-buku tebal lainnya. (haha, ini diksiku sendiri, ya)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline