Lihat ke Halaman Asli

Eli Halimah

open minded

Tradisi Munggahan dan Kramasan

Diperbarui: 3 April 2022   14:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tradisi. Sumber ilustrasi: UNSPLASH

Day 1


Dari angka satu pasti akan menucul angka berikutnya dan sampailah pada angka 365. Ya, satu tahun sudah terlewat dan kita akan kembali berjumpa dengan tamu yang amat istimewa, salah satu bulan mulia, yaitu bulan Ramadan. Meskipun belum ada ketetapan tentang jatuhnya tanggal 1 Ramadan, aura Ramadan telah banyak terasa di hati ummat Islam.

Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya, adalah pribahasa yang sering kita dengar. Peribahasa ini memiliki makna bahwa setiap daerah dan masyarakat memiliki kebiasaan, budaya, dan tradisi masing-masing.

Di daerah Cilegon sendiri memiliki beberapa tradisi dalam rangka menyambut kedatangan bulan suci Ramadan. Tradisi ini masih hidup dan dilakukan oleh masyarakat secara umum. Tidak ada keterangan kapan tradisi ini mulai muncul dan hidup di masyarakat Cilegon.

1.Munggahan

Tradisi "Munggahan" adalah salah satu budaya yang masih hidup di tengah masyarakat Cilegon. Secara etimologi, munggah berarti naik. Maksud dari istilah munggah adalah bahwa kita sebentar lagi naik pada bulan Ramadan. Bulan di mana semua amal kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya.

Untuk membiasakan melakukan kebaikan di bulan Ramadan, sebelum datangnya bulan suci ini, masyarakat diimbau untuk berbagi dengan sesama saudara satu kampung. Tidak ada penekanan dari para tokoh masyarakat di masyarakat, semua dilakukan secara individu dan tidak bersifat mengikat/wajib.

Pada hari terakhir bulan Sya'ban atau Rowah, para ibu akan memasak lebih dari biasanya. Mereka membuat menu makanan yang istimewa. Menu yang mereka masak terdiri dari nasi dan beberapa lauk layaknya menu pada saat seseorang mengadakan pesta/hajatan.

Masakan ini kemudian dikemas dalam sangku plastik. Pada lapisan paling bawah, ditempatkan nasi. Lalu, nasi ditutup dengan daun pisang. Di atasnya diletakkan beberapa lauk yang umumnya terdiri dari sayuran dan ikan. Sangku yang berisi nasi dengan lauk-pauk itu dinamakan besek/berkat. Tidak ada keharusan setiap rumah membuat berapa besek/berkat. Semua dikembalikan pada kemampuan dan keikhlasan masing-masing.

Saat Magrib tiba, seperti biasa kaum bapak menjalankan salat berjamaah di masjid-masjid, surau, atau musalla. Setelah salat berjamaah selesai, masyarakat sekitar akan berduyun-duyun mengantarkan besek/berkat yang telah mereka persiapkan. Besek-besek ini kemudian dikumpulkan menjadi satu dan dikelilingi oleh seluruh jamaah.

Salah satu orang (tokoh masyarakat) kemudian memimpin doa dengan harapan semua yang telah dilakukan menjadi catatan amalan baik para pembuatnya. Setalah doa dipanjatkan, pengurus masjid akan membagi besek tersebut secara rata. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline