Lihat ke Halaman Asli

Pembatasan BBM Bersubsidi Ditunda Lagi. Ada Apa?

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12986013641232160097

Penundaan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi berpotensi menambah anggaran subsidi dalam setahun sebesar Rp3 triliun-Rp6 triliun

---oooOooo---

Setelah ditunda akhir tahun 2010 lalu, pelaksanaan pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi yang direncanakan start tanggal 01 April 2011 di Jabodetabek, kemungkinan besar kembali tertunda. [caption id="attachment_91145" align="aligncenter" width="300" caption="salah satu pom bensin di Jakarta (duniacuber.com)"][/caption] Hatta Rajasa, Menteri Koordinator Perekonomian Indonesia, mengatakan bahwa pemerintah tidak akan memaksakan tanggal pelaksanaan program pembatasan BBM bersubsidi pada 1 April 2011 mendatang. Namun beliau juga tidak ingin penundaan itu dikatakan sebagai sikap pemerintah yang ragu-ragu atau plin-plan. Menurutnya, penundaan tersebut lebih pada kesiapan waktu saja. Agar lebih efektif dan terarah. Berbeda dengan Hatta, Gubernur Bank Indonesia (Darmin Nasution_pen) menyayangkan penundaan pelaksanaan pembatasan BBM Bersubsidi. Darmin Nasution berpendapat, secara ekonomi pemberlakuan pembatasan BBM Bersubsidi akan menekan laju inflasi, sehingga tingkat inflasi akan meninggi. Namun dalam jangka panjang hal itu akan berdampak positif terhadap pembangunan ekonomi nasional. Selain itu, masih menurut analisa Gubernur BI, tekanan inflasi akibat pembatasan BBM Bersubsidi masih realtif lebih kecil jika dibandingkan dengan menaikkan harga premium. Bila harga pemium dinaikan, elemen inti dari inflasi akan ikut bergerak naik. Apapun alasannya, termasuk juga 'desakan' DPR kepada Pemerintah agar melakukan studi komprehensif dari berbagai aspek untuk mengendalikan BBM bersubsidi sesuai amanat UU 10/2010 tentang APBN 2011, menurut Menteri Keuangan Agus Martowardoyo, pendundaan itu berakibat membengkaknya anggaran APBN 2011 sebesar Rp. 3 Trilyun Rp. 6 Trilyun. Konsorsium Universitas yang terdiri dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, dan Institut Teknologi Bandung sedang melakukan kajian akademis terkait BBM Bersubsidi. Hasil kajian akademis tersebut akan dipaparkan kepada pemeritah minggu depan. Banyak kemungkinan opsi-opsi yang ditawarkan kepada pemerintah, diantarnya adalah menaikan harga premium. Anggito Abimanyu, Ketua Konsorsium Universitas pengkaji pengaturan BBM Bersubsidi,. mengatakan harga premium saat ini terpaut Rp. 150/liter dari BBM Bersubsidi. Jadi masih memungkinkan menaikan harga BBM hingga ke level Rp. 5.500/liter. Sedangkan Romi Romahurmuziy, anggota Komisi VII DPR yang membidangi energi, menyarankan pemerintah untuk mengkaji seberapa besar kemampuan dan kemauan masyarakat untuk membeli premium yang saat ini seharga Rp. 4.500/liter. Menurutnya agar terbiasa dengan fluktuasi harga minyak dunia, masyarakat perlu diberikan opsi penetapan jumlah subsidi. Sebagai informasi, harga minya mentah dunia saat ini, seperti Brent mencapai level US$119,79 per barel atau mengalami peningkatan US$8,54 dibanding penutupan hari sebelumnya (www.mediaindonesia.com, 24/02/2011 pk. 20.21 wib). Gejolak politik di Timur Tengah menjadi salah salah pemicunya. Sedangkan harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP), menurut situs Kementerian ESDM, mencapai US$97,11 per barel untuk rata-rata Januari 2011. Kondisi di lapangan Sebagaimana diberitakan di media massa, pembatasan BBM Bersubsidi akan diberlakukan di Jabodetabek mulai tanggal 01 April 2011, dengan dua opsi yang ditawarkan adalah Pertama, semua mobil pelat hitam dan merah dilarang menggunaan BBM subsidi jenis premium. Kedua, pelarangan hanya berlaku untuk mobil tahun 2005 ke atas. BBM Bersubsidi hanya akan diberikan untuk kendaraan/mobil berplat kuning atau kendaraan/mobil yang berstiker khusus atau dengan bar-code khusus. Pembatasan BBM Bersubsidi tersebut misalnya 30 liter/kendaraan perhari. Sebagai pilot project, armada yang akan mendapat pembatasan BBM Bersubsidi adalah angkutan umum/Mikrolet M-01 rute Kampung Melayu - Senen. Petugas dari Kementerian ESDM kabarnya juga sudah melakukan penempelan logo/stiker ataupun barcode sebagai tanda pembatasan dimaksud. Bila jarak tempuh Mikrolet M-01 berkisar antara 8 - 10 Km, maka dengan pengisian 30 liter/perhari, pengemudi mikrolet dapat menjalankan tugasnya sebanyak minimal 12 rit (Kampung Melayu - Senen, PP) dengan asumsi 1 liter BBM digunakan untuk (hanya) 8 Km jarak tempuh, atau 1 : 8. [caption id="attachment_91146" align="alignright" width="300" caption="Mikrolet M01 Jur Kp Melayu - Senen (anraratri.blogspot.com)"]

12986016221459436010

[/caption] Pembatasan yang cukup logic dan dapat diterima. Apalagi pembatasan tersebut akan disesuaikan dengan kondisi angkutan umum dan rute yang dilaluinya. Namun berdasarkan pemantauan dilapangan, dari sepuluh Mikrolet M-01 yang penulis termui, belum ada yang berlogo khusus atau barcode pembatasan BBM Bersubsidi. Bisa jadi rencana penundaan tsb menjadi salah satu alasannya, sehingga belum semua armada Mikrolet M-01 diberikan stiker tanda khusus. Sementara masyarakat pengguna kendaraan lainnya relatif tidak terlalu merespon masalah ini. Dari sekitar tujuh (7) orang yang penulis tanyakan, hanya tiga (3) orang yang menjawab. Dua orang mendukung penundaan, diantaranya dengan alasan belum siapnya masyarakat beralih ke BBM jenis pertamax dan lebih setuju kenaikan harga premium. Sedangkan satu orang lainnya besifat 'pasrah'. Alasan warga yang mendukung penundaan tersebut, selain belum siapnya masyarakat adalah harga Pertamax yang masih belum stabil dan masalah BBM yang menurutnya cukup sensitif. Sebagai warga masyarakat, kita berharap pemerintah, DPR dan tim pengkaji dari konsorsium Universitas dapat memberikan hasil yang tebaik untuk masyarakat dan Perekonomian Indonesia. Amien. . Diolah dari berbagai sumber dan liputan di lapangan Salam ekonomi Majulah Indonesiaku --elha / pengamat ekonomi pinggiran- www.jangankedip.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline