“Tidak ada larangan dalam berpoligami dan juga tidak ada perintah untuk berpoligami. Bukan kewajiban”
---oooOooo---
Banyak kalangan menyerang status poligami ketika tersiar kabar bahwa A’a Gym bercerai dengan Teh Ninik. Tidak saja Poligami yang di tohok, figure A’a Gym yang sempat menjadi fenomena, idola rumah tangga sakinah dan tokoh segala ummat pun di ‘kebiri’. Meski sosok beliau sudah menjadi buah bibir (yang lebih banyak negatifnya) sejak beliau memutuskan menikahi Teh Rini pada tahun 2007 lalu. Bahkan ajaran Islam dikait-kaitkan dengan issue yang berkembang saat itu (2007) dan saat ini.
[caption id="attachment_84947" align="aligncenter" width="145" caption="Aa Gym & kelg (photo unduh abah google)"][/caption]
--padahal ketika A’a Gym menikah dengan Teh Rini, pada saat yang hampir bersamaan muncul kasus yang super heboh, yaitu skandal (video) sex antara anggota DPR dengan artis dangdut. Anehnya sang artis seolah mendapat berkah dan menjadi lebih tenar---
Artikel ini tidak untuk membela A’a Gym juga bukan untuk membenarkan wacana ‘kesalahan’ pemahaman tentang poligami. Selain untuk memenuhi janji dari beberapa kompasianer yang sudah menerbitkan artikel poligami beberapa bulan lalu, juga mencoba untuk mendudukan poligami pada posisi yang sebenarnya.
Sejarah Poligami
Sejarah membuktikan bahwa tradisi poligami sudah ada dan berkembang pesat puluhan tahun sebelum Islam datang. Praktik mengawini lebih dari satu istri telah berlangsung di kalangan suku-suku Arab pra-Islam, Persia,Yahudi dan suku-suku lainnya. Tak hanya dilakukan oleh suku-suku primitif, poligami juga beroleh tempat di kalangan suku-suku beradab.
Bahkan kita sering membaca dan atau menyingkap tabir adanya ‘kaum’ selir pada masa kerajaan besar yang pernah menguasai dunia seperti Parsi (Persia), Arab dan Romawi. Tak terkecuali kerajaan-kerajaan local di masing-masing wilayah, termasuk kerajaan yang ada di Nusantara. Termasuk para pembesar istana, bangsawan dan rakyat biasa.
Ketika Islam datang dengan agama kesempurnaannya, bangsa Arab masih mengenal pernikahan dengan banyak isteri. Salah satu diantaranya adalah kisah seorang sahabat yang masuk Islam dan memiliki 8 orang isteri. Saat sahabat tsb menyatakan memeluk Islam, Rasulullah meminta sang sahabat untuk memilih empat orang isteri dan menceraikan yang lainnya agar dapat dinikahi oleh pria lain.
.
Imam Syaukani menuturkan sebuah riwayat berikut ini;
“Dari Qais bin al-Harats, ia berkata, “Saat masuk Islam, saya memiliki 8 orang isteri. Kemudian saya menemui Rasulullah saw, dan saya ceritakan kepada beliau masalah ini. Selanjutnya beliau saw bersabda,”Pilihlah empat orang diantara mereka.” [HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah]
.
Untuk poligami yang juga menjadi fenomena pada ajaran agama lain, silakan bahas dan diskusikan secara transparan, argumentative dan dengan akal sehat serta dalil-dalil yang akurat.
Poligami dan Ajaran Islam
Poligami sejatinya bukan berasal dari Islam. Dia sudah ada dan dipraktekkan jauh sebelum Rasulullah datang. Banyak pembesar, termasuk pembesar Arab yang memiliki banyak isteri, Sembilan, sepuluh atau lebih. Rasulullah datang dengan cahaya hati. Beliau, menasbihkan Wahyu Allah Swt, membatasi pernikahan tsb hanya untuk empat isteri saja. Artinya, Poligami dalam Islam adalah untuk membatasi jumlah isteri mereka….bukan untuk menghamburkan atau berlomba dalam jumlah banyaknya isteri.
Mengapa banyak orang yang melekatkan Poligami dengan ajaran Islam dan menohok Islam. Hal ini disebabkan mereka hanya mengambil sepotong ayat atau tidak mengerti asbabun nuzulnya dan atau hanya menerima sebagian dan membuang sebagian lainnya. Meski (mungkin) mereka mengetahui bahwa poligami bukan berasal dari Islam
Padahal, di abad pertengahan, wanita Barat adalah wanita yang paling tidak beruntung di dunia, sebagaimana diakui oleh ilmuan barat bahwa pada zaman peradaban Islam, wanita diberi kedudukan yang persis sama dengan wanita Barat jauh hari kemudian.
Ayat Allah tentang Poligami diturunkan kepada Rasulullah saw pada tahun ke 8 hijriah, dan ditujukan untuk membatasi jumlah isteri maksimal empat orang saja. Sebelum ayat ini turun, jumlah isteri yang dinikahi oleh masyarakat/lelaki tidak dibatasi dengan jumlah tertentu. Seorang laki-laki berhak menikahi wanita tanpa ada batasan jumlah. Jadi dapat disimpulkan bahwa ayat ini –An-Nisa ayat 3-- turun untuk membatasi jumlah maksimal wanita yang boleh dinikahi, yakni empat orang. [Taqiyuddin al-Nabhani, Nidzam al-Ijtimaa’iy fi al-Islaam, hal.127].
.
Perhatikan ayat ini
“Maka kawinilah wanita-wanita (lain yang kamu senangi, dua tiga, atau empat. Kemudian, jika kamu takut tidak akan dapat berbuat adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. al-Nisaa’ : 3)
.
Menurut tafsir ulama, kata matsnay, wa tsulatsay, wa rubaa pada ayat diatas adalah jumlah bilangan yang disebutkan secara berulang, agar orang yang membaca ayat ini bisa memahami bahwa mereka diperintahkan untuk menikahi sejumlah wanita yang baik-baik, dua dua, tiga-tiga, dan empat-empat.
Silakan di teliti asbabun nuzul ayat ini, tafsir yang jelas sesuai syariat dan pendapat jumhur ulama, bukan pendapat artis atau tokoh feminis.
.
Adakah diantara pembaca yang bisa adil terhadap keluarganya, anak-anaknya, atau persahabatan. Sifat keadilan itu bias, bukan formal satu persatu, persis seperti jawaban yang akan pembaca lontarkan ketika keadilan itu ditanyakan untuk kasih sayang terhadap anak-anaknya.
.
Di dalam salah satu riwwayat disebutkan, dari Naufal bin Mu’awiyyah dengan lafadz menurut al-Syafi’iy, “Sesungguhnya Ghailan al-Tsaqafiy ketika masuk Islam mempunyai 10 orang isteri, kemudia ia menyampaikan hal ini kepada Rasulullah saw, kemudian beliau saw menjawab,”Pilihlah empat orang, dan ceraikan yang lainnya.”
.
Imam Syafi’iy (Imam yang dijadikan rujukan di Indonesia) menyatakan, telah diriwayatkan dari ‘Ali ra, ‘Umar, dan ‘Abdurrahman bin ‘Auf, bahkan tidak ada seorang shahabatpun yang menyelesihi hal ini, yakni bolehnya nikah lebih dari satu orang. Pendapat serupa juga dituturkan oleh Abi Syaibah dari mayoritas tabi’in, ‘Atha’, Syafi’iy, Hasan dan sebagainya.
.
Larangan berpoligami
Poligami adalah pernikahan yang sah dan legal. Dia menjadi terlarang ketika tujuannya bukanlah tujuan dari pernikahan itu sendiri. Atau poligami hanya dijadikan alasan untuk kesenangan semata atau pelampiasan nafsu hewani.
[caption id="attachment_84928" align="alignright" width="300" caption="barat membutuhkan poligami (disamatengahhati.wordpress.com)"]
[/caption]
Apa itu tujuan pernikahan, diantaranya :
1.Memenuhi fitrah manusia, yaitu menikah
2.Mencapai kebahagiaan ruhani
3.Mengemban amanah dan tanggung jawab keluarga berupa pendidikan, kesejahteraan dan harfiah lainnya
4.Memperbanyak dan atau memiliki keturunan untuk masa depan
5.Menyatukan dua keluarga dalam satu ikatan cinta dan kasih sayang
.
Jika poligami keluar dari tujuan diatas, maka perlu dipertanyakan keabsahannya atau perlu dipertanyakan tujuan dari poligami itu sendiri. Apalagi bila poligami sampai menyakiti pasangan hidup orang lain, pasangan sendiri, keluarga pasangan dan hal lain diluar ajaran syariat.
.
Jadi berperilakulah adil terhadap poligami. Kita diperkenankan untuk melakukan atau tidak melakukan. Semua bergantung niatan suci dan tujuan pernikahan. Bukan syahwat dan nasfu untuk menyakiti ataupun alasan-alasan lain yang dibuat-buat.
.
Untuk kaum wanita/isteri, jika ingin menghindari poligami, seruan dan saran dari Ustz Mamah Dedeh perlu menjadi renungan, yaitu berikan perhatian yang sesuai untuk suami. Bila perlu servis yang lebih memuaskan agar suami betah di rumah.
.
Untuk kaum pria/suami. Jangan tergoda untuk berpoligami bila sudah memiliki isteri yang memberikan apa yg dituntun dalam tujuan pernikahan. Tidak ada anjuran untuk poligami, tidak ada perintah untuknya, apalagi dengan alasan-alasan yang sulit diterima serta menyakiti hati isteri dan keluarga isteri. Menyayani isteri yang dimiliki, mendidik anak-anak untuk masa depan mereka, berbakti kepada orangtua dan mertua adalah sisi ibadah yang tak ternilai dan merupakan jihadullah menuju jannahNya.
.
Bagi masyarakat luas, mari kita pahami makna poligami dg baik, benar dan sesuai keadaan yang sesungguhnya. Silakan tidak melakukan namun jangan pula melawan dengan hawa nafsu ayat-ayat Allah.Jangan pula meniru-niru budaya barat, dimana seseorang lelaki memiliki perempuan simpanan atau ‘mistress’ adalah perkara biasa. Bahkan menjadi trend di Barat ini untuk pasangan hidup bagaikan suami isteri tanpa ikatan pernikahan yang sah.
.
elha pribadi, isteri dirumah adalah Srikandi yang tak pernah lelah, selalu cantik, menarik dan bdadari kami sekeluarga. Insya ALLAH kami akan sampai ke Jannah bersama. Amien.
.
--note—
Artikel ini adalah pendapat pribadi penulis. Silakan jika memiliki pendapat yang berbeda atau ingin berdiskusi dengan tenang
.
salam cinta dan ukhuwah
--elha--
www.jangankedip.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H