Jakarta kebanjiran heuk, di Bogor angin ribut, rumah ane kebakaran heuk, gara - gara kompor mleduk (syair lagu Bang Ben, 1970an)
---oooOooo---
Dua hari terakhir Jakarta diguyur hujan. Hujan deras yang tidak terlalu lama, hanya sekitar 1 jam saja. Namun dampaknya sangat luar biasa. Kemacetan dan banjir menjadi warna Jakarta.
.
Jum’at, 20 Agutus 2010, +/- Pk. 16.00 hujan deras menyertai kegembiraan pegawai yang pulang lebih awal di bulan Ramadhan. Kegembiraan yang sedikit berubah, mengingat rencana buka bersama keluarga di rumah (sedikit) terhambat.
.
[caption id="attachment_236891" align="aligncenter" width="300" caption="Banjir Jakarta sudah tradisi (elha.doc)"][/caption]
“Pak elha, ayyo pulang…!!” seru Pinky sumringah. Karena dia membawa mobil yang tentu saja tak akan kehujanan.
.
“Hayyo…klo hari Jum’at hujan seeh gak masalah. Basah-basahan juga gak pa pa…” jawabku
Menjelang pintu keluar kantor aku terkejut. Jalan arah Budi Kemuliaan macet total. Kuarahkan motorku ke arah Jl. Thamrin. Ahh, macetnya lebih parah. Jalan Abdul Muis juga sama. Bahkan sekedar untuk menyeberangi jalan saja sudah sulit. Harus melalui selah-selah sempit deretan mobil.
.
“..Huuih, ini masih hujan deras, gimana kalo hujan berhenti…” Pikirku
Sepeda Motorku meliuk-liuk diantara kendaraan lain yang terpaksa menunggu kendaraan didepannya bergerak. Menunggu entah kapan, karena sampai beberapa waktu tak kunjung bergerak meskipun lampu traffic light berwarna hijau.
.
Sedikit bermain ‘nakal’ aku motorku melaju melawan arus yang kosong. Dua atau tiga jalan alternative tak ‘bisa bergerak’.
Persis di per-empatan Jembatan Serong, di sisi kanan Hotel Millenium sumber kemacetan terdeteksi. Pengguna jalan yang saling tidak mengalah, sehingga beberapa arah lajur menjadi terhambat. Apalagi sentra jalan, pusat traffic light justru menjadi titik bertumpuknya beberapa kendaraan yang menjadi sumber kemacetan.
.
Sedikit meliuk diselah-selah bamper kendaraan motorku berhasil melewati ‘titik rawan’ yang melihat betapa jalan Fahcrudin hingga Pasar Tanah Abang kosong melompong. Andaikata para pengguna jalan mau bersabar dan sedikit menurunkan rasa egonya, kemacetan bisa teratasi.
.
Dari Jalan Fakhrudin aku meneruskan jalan melewati sisi depan Pasar Modern Tanah Abang dan menyusuri arah Sarinah. Semua masih lancar. Hanya genangan air di pinggir jalan yang menggangu dan menyempitkan bahu jalan sehingga membuat sedikit kemacetan.
[caption id="attachment_236906" align="aligncenter" width="300" caption="hujan atau setelah hujan selalu macet (elha.doc)"][/caption]
.
Perjalanan kulanjutkan dengan melaju tenang di sekitar Wahid Hasyim dan terus ke Gondang dia. Tidak ada hambatan berarti, kecuali banjir setinggi betis orang dewasa di sekitar Cut Meutiah. Banjir yang menghambat banyak pengguna jalan. Bahkan sebagian ‘biker’ memilih untuk berhenti dan menunggu, Mereka (mungkin) khawatir dengan kondisi motor yang tak mampu melewati genangan air cukup dalam tersebut.
[caption id="attachment_236896" align="alignright" width="300" caption="Menteng, sisi kiri Cut Meutia tak luput dari banjir & macet (elha.doc)"][/caption]
.
Seratus hingga dua ratus meter aku melewati ‘pantai’ Cut Meutiah, perlahan dan tak melepas tarikan gas. Alhamdulillah, sepeda motorku berhasil melewati rintangan yang cukup berat. Terlihat lalu lalang kendaraan di Jalan Menteng Raya cukup lancar. Namun aku tak berani melintasi larangan rambu lalu lintas. Terpaksa motorku melaju diantara kemacetan di sisi kiri Mesjid Cut Meutiah hingga ujung Jalan Teuku Umar.
.
Pikiranku bercabang, antara mengabadikan kemacetan, banjir dan gerutuan para pengendara atau melanjutkan perjalanan pulang. Anak-anakku menunggu dirumah, karena isteriku tercinta sedang menghadiri acara Buka Bersama di rumah Direktur Keuangan salah satu BUMN Besar.
.
“…ach, Menggunakan kamera photo sambil mengendarai motor juga bisa….” Pikirku.
Kupacu si Thole menuju jalan Cikini IV. Jalur alternative favoritku, karena sangat jarang dilalui pengendara lain. Benar saja, semua serba lancer. Hanya beberapa mobil pribadi dan taxi yang kulihat. Senyum sumringah mengiringi laju motorku.
Jln alternatif Menteng atau biasa disebut jalan tikus (elha.doc)
.
“..Aaahhh, Raden saleh macet….”
“..Tapi Diponegoro pasti jauh lebih macet…”
Dugaanku tak salah. Hiasan kemacetan mewarnai Jalan itu sejak muka RS Cikini hingga perempatan besar Jl Kramat Raya persis samping Plasa Telkom. Beberapa kendaraan terlihat memutar arah. Bahkan sebuah Angkutan Mini Bus berjalan melawan arus dan memaksa kendaraan lain mengalah, hingga kemacetan lebih serabut.
.
Keadaan itu memaksa sebagian sepeda motor menggunakan trotoar sebagai saran jalan, termasuk bersaing dengan pejalan kaki. Keterpaksaan dan pemaksaan. Sungguh kasihan para pejalan kaki. Harus mengalah dan lebih berhati-hati.
.
Tak sampai disitu, pemandangan kemacetan dan banjir jalan masih terlihat di Kramat Raya hingga Salemba, Ujung Jalan Salemba Tengah tepatnya di Perempatan Lampu Merah Mencos hingga menjelang Lintasa KA Kramat/Percetakan Negara.
.
Kemacetan yang tak kalah seru terjadi juga di Jl. Salemba Tengah arah Pramuka/Rawamangun Muka.Kemacetan ini lebih dikarenakan kekusutan di perlintasan KA Stasiun Kramat. Jalan yang sempit memaksa para pengendara saling menyalip dan semrawut.
[caption id="attachment_236901" align="aligncenter" width="300" caption="Hujan sebentar membuat Perempatan Salemba Tengah Banjir (elha.doc)"][/caption]
Nafas lega baru kurasakan kembali setelah lepas Stasiun Kramat. Udara segar terasa indah merasuki paru-paru setelah menyaksikan Jalan Raya Pramuka terlihat lancar dan sangat nyaman. sesuatu yang sangat jarang terjadi…
.
[caption id="attachment_236904" align="alignright" width="300" caption="Serabutan di Lintasan KA, menyumbang kemacetan (elha.doc)"][/caption]
Ahhh, Jakarta memang tak pernah bersahabat dengan Hujan. Selalu macet dan Banjir. Banjir sejak tahun 1970an, seperti termemoar dalam lagu Kompor Mleduk Benyamin Sueb.
.
Andai para pengendara mau saling mengalah….
Andai drainase lebih tertata….
Ah, Kapan Jakarta Bisa Merdeka dari Banjir dan Kemacetan...???
Serahkan saja kepada ahlinya….
.
Note : mohon maaf, mungkin situasi yang tergambarkan tidak sama persis. tapi Insya ALLAH itu yang tergambar dalam memoriku.
.
Salam ukhuwah
elha / KLINIK CINTA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H